Ombudsman Ungkap Masalah Tata kelola Penyelenggaraan Umrah

Dimas Jarot Bayu
4 Oktober 2017, 22:24
first travel
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Sejumlah korban kasus penipuan dana Umrah First Travel di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8).

Ombudsman RI mengungkapkan berbagai permasalahan yang kerap terjadi dalam tata kelola penyelenggaraan umrah di Indonesia. Komisioner Ombudsman Ahmad Suady mengatakan, masalah tata kelola ini kerap kali membuat pelayanan penyelenggaraan ibadah umrah menjadi terkendala. Bahkan, permasalahan ini juga diduga menjadi faktor penelantaraan jemaah, seperti yang dilakukan biro perjalanan umrah First Travel.

"Fenomena seperti gagalnya puluhan ribu calon jemaah First Travel dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya adalah salah satu bentuk pengabaian pelayanan dalam penyelenggaraan umrah dan merupakan maladministrasi," kata Suady di kantornya, Jakarta, Rabu (4/10).

Suady menuturkan, permasalahan pertama terjadi akibat kurangnya kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan umrah oleh Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini lantaran jemaah umrah yang sudah maupun akan berangkat Umrah tidak terdata dengan baik oleh Kemenag.

Suady mengatakan, data jemaah umrah hanya berada di Penyelenggara Perizinan Ibadah Umrah (PPIU) yang dikerjakan swasta. Sementara PPIU tidak bersedia memberikan data kepada pemerintah dan menyulitkan kontrol.

Masalah kedua karena adanya perbedaan data jumlah PPlU yang terdapat di Kementerian Agama dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta. Ombudsman menemukan, terdapat 387 unit PPIU yang berdomisili di Jakarta.

Dari jumlah tersebut hanya 83 PPIU atau sekitar 21 % yang sesuai dengan nama PPIU di PTSP DKI Jakarta (Data). Sementara, terdapat 304 PPIU yang terdaftar di Kementerian Agama namun tidak ada di DPMPTSP DKI Jakarta. "Di samping itu, terdapat 100 PPIU yang terdaftar di PTSP DKI Jakarta namun tidak ada di Kementerian Agama RI," kata Suady.

Suady menuturkan, 83 PPIU yang terdaftar di Kemenag dan di PTSP seluruh DKI Jakarta telah tercantum di data pajak. Namun dari jumlah tersebut yang berstatus wajib pajak sesuai dokumen Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) PER-43/PJ/2015 hanya terdapat 64 PPIU.

Sementara, terdapat 19 PPIU yang tidak valid karena memiliki masalah dalam data pajak, seperti nomor NPWP tidak sama dengan nama perusahaan. Adapula yang ditemukan tidak menyerahkan SPT selama 2 tahun.

"Berdasarkan penyesuaian data dari 83 PPIU yang berada di DKI Jakarta dan terdaftar di Kemenag, ditemukan 36 PPIU atau sekitar 43% yang melampirkan IMB sebagai persyaratan menjadi Biro Perjalanan Wisata dan atau PPIU. 17 atau sekitar 21 % PPIU tidak melampirkan IMB dan 30 PPIU atau sekitar 36% tidak terdaftar," kata Suady.

Ombudsman juga telah berkoordinasi dengan DPMPTSP DKI Jakarta dalam penyesuaian terhadap 83 PPIU yang terdaftar. Hasilnya, ditemukan hanya 39 PPIU atau sekitar 47% yang melampirkan NPWP sebagai persyaratan dalam pengurusan izin. "Terdapat 14 PPIU atau sekitar 17% yang tidak melampirkan NPWP dalam pengurusan izin dan 30 PPIU atau sekitar 36% yang tidak terdaftar," Suady.

Kemudian, Ombudsman menemukan pola rekrutmen jemaah umrah yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Hal ini dikarenakan banyak jemaah direkrut oleh pemuka agama atau tokoh masyarakat yang bekerja sama dengan PPIU. Kendati dalam proses penyelenggarannya, pihak PPIU tidak terlibat langsung dalam penyelenggaraan Umrah. "Karena hanya memberikan fasilitas legalitas lembaga untuk memberangkatkan jemaah," kata Suady.

Menurut Suady, berbagai masalah tersebut harus segera ditangani oleh Kemenag. Pasalnya, jika tidak lekas diantisipasi kasus First Travel bisa kembali terjadi. 

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...