Asosiasi Pengusaha: KPK Jerat Korporasi Ganggu Iklim Investasi

Dimas Jarot Bayu
27 Juli 2017, 09:54
Kasus Novel Baswedan
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi dukungan di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (11/4).

Para pengusaha yang berhimpun dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Korporasi akan membawa konsekuensi buruk bagi mereka. Lewat aturan ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjerat korporasi sebagai tersangka korupsi. 

"Bagi pengusaha, (Perma Nomor 13 Tahun 2016) ini justru mengerikan," ujar Ketua Apindo bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardhana dalam diskusi di Jakarta, Rabu (26/7).

Advertisement

Danang mengatakan, Perma tersebut dapat membawa konsekuensi buruk karena masih belum cukup detail mengatur kejahatan korporasi. Pasalnya, lanjut dia, regulasi tersebut masih multitafsir dan belum menyentuh bagaimana proses pengambilan keputusan di korporasi.

Alhasil, keputusan untuk pemidanaan terhadap korporasi atau perorangan rentan mengalami bias. "Harus benar-benar clear di tingkat awal. Bagaimana kita pilahkan mana korporasi, mana pelaku perorangan," tambah Danang.

(Baca: BEI Bekukan Saham DGIK, Korporasi Pertama yang Jadi Tersangka KPK)

Selain itu, Danang juga mempertanyakan ketiadaan penjelasan rinci terkait pemidanaan terkait Badan Usaha Milik Negara. Menurut Danang, hal tersebut dapat membuat bias terkait kesetaraan pemidanaan berdasarkan jenis korporasi.

"Belum lagi tidak adanya penjelasan yang menyentuh korporasi di BUMN, korporasi jenis PMA, korporasi yang murni kerjasama antara negara dengan negara lain, banyak sekali. Apakah berani tersangkakan BUMN? Ini bisa jadi bias terkait equality before the law. Swasta bisa, perusahaan BUMN bisa? Bagaimana dengan PMA? di situ ada penyertaan modal negara," tutur Danang.

Danang mengklaim pengusaha tak pernah dilibatkan dalam penerbitan Perma ini. Sosialisasi pun belum pernah dilakukan. Menurut Danang, seharusnya aparat penegak hukum dapat mensosialisasikan terlebih dahulu Perma Nomor 13 Tahun 2016 sebelum diterapkan kepada korporasi. Hal ini dilakukan agar pengusaha bisa mengantisipasi terjeratnya perseroan dalam pemidanaan kasus korupsi melalui Perma Nomor 13 Tahun 2016.

"Jangan sampai kita tiba-tiba menjadi masalah karena kita tidak tahu bahwa itu bermasalah," katanya.

Sementara itu, mantan Presiden Direktur Bursa Efek Jakarta dan Bursa Berjangka Jakarta, Hasan Zein Mahmud mempertanyakan bagaimana jika korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka merugi meski terbukti tidak bersalah. Kendati korporasi diberikan kesempatan membela dalam persidangan, Hasan menilai kerugian korporasi tak bisa terelakkan, bahkan sejak adanya penetapan tersangka.

Dia pun mencontohkan saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) yang merosot drastis pada penutupan perdagangan, Senin lalu (17/7/2017). Saham PT DGIK ditutup merosot 30 persen atau 30 poin ke level Rp 70 per lembar saham.

(Baca juga:  Pelaku Pasar Modal: Investasi Batal Akibat Keterbukaan Data Nasabah)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement