Tiongkok Keberatan India Kembalikan 650 ribu Alat Uji Tes Covid-19

Yuliawati
Oleh Yuliawati
30 April 2020, 11:49
India, alat uji tes covid-19, tiongkok
ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/aww/cf
Pekerja migran dan keluarganya di India tertidur di jalan raya saat mereka gagal naik bus untuk kembali ke desa mereka, saat "lockdown" nasional selama 21 hari untuk membatasi penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di New Delhi, India, Minggu (29/3/2020).

Tiongkok keberatan atas langkah India yang membatalkan pemesanan 650 ribu unit alat pengujian cepat (rapid test) untuk mendeteksi virus corona atau Covid-19. Pembatalan dilakukan setelah negara-negara bagian India melaporkan bahwa alat buatan Tiongkok tersebut tidak dapat bekerja dengan baik.

"Tidak adil dan tidak bertanggung jawab untuk menyebut produk Tiongkok sebagai cacat dan melihat masalah dengan prasangka," kata Ji Rong, juru bicara Kedutaan Besar Tiokok dikutip dari situs npr.org, Rabu (29/4).

Sejak Covid-19 menyebar dari titik episentrum awal di Wuhan ke negara lain, Tiongkok mengekspor alat uji tes virus dan berbagai peralatan medis ke seluruh dunia. Namun, beberapa negara seperti Belanda, Spanyol dan Turki mengembalikannya karena dianggap produk tersebut memiliki cacat dan kualitas di bawah standard.

(Baca: Negara di Eropa Kembalikan Ribuan Alat Kesehatan Corona dari Tiongkok)

Melansir BBC, awalnya India mengimpor sebanyak 650 ribu unit alat uji cepat tes virus atas desakan dari negara-negara bagian India yang mengalami keterbatasan dalam pengujian Covid-19. Pemerintah India mengimpor alat-alat tersebut ke dua perusahaan Tiongkok yakni Guangzhou Wondfo Biotech dan Zhuhai Livzon Diagnostics.

Namun, setelah produk tiba, Indian Council of Medical Research (ICMR) atau otoritas kesehatan India mengeluhkan bahwa alat buatan Tiongkok ternyata hanya memiliki tingkat akurasi sebesar 5%. Bahkan dalam beberapa kasus, alat tersebut memberikan hasil negatif saat diujicobakan pada pasien yang telah dikonfirmasi positif virus corona.

Lewat pemeriksaan, ICMR juga menyimpulkan bahwa alat tersebut gagal berfungsi dengan semestinya dan hanya menunjukan kinerja baik di tahap awal. Alat uji cepat impor tersebut seharusnya membantu petugas kesehatan dalam mengukur skala infeksi Covid-19, dengan cara mendeteksi antibodi di dalam darah seseorang dan keluar hasilnya dalam waktu 30 menit.

(Baca: Strategi Jitu Pemimpin Selandia Baru Tekan Kematian Akibat Covid-19)

Melansir Economic Times, ICMR juga mendapatkan kecaman karena pengadaan ribuan alat ini memakan biaya yang terlampau tinggi dari yang harga pasar. Temuan tersebut diungkap Pengadilan Tinggi Delhi saat mengurus kasus perselisihan hukum antara pihak importir dan distributor dari alat uji tersebut.

Mempertimbangkan temuan itu, pengadilan pada Jumat (24/4) lalu sempat memerintahkan pembatasan harga senilai 400 rupee atau US$5,26 per unit. Namun tiba-tiba, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan pembatalan pembelian alat tersebut pada Senin (27/4), setelah bertemu dengan Kepala ICMR Balram Bhargava.

India merupakan salah satu negara dengan kemampuan terendah di dunia dalam melakukan pengujian virus corona. Menurut situs Worldometers, hingga Kamis (30/4), negara berpenduduk 1,3 milyar orang tersebut mengetes 830.201 kali atau setara 602 tes per satu juta penduduk. Covid-19 telah menginfeksi 33.062 orang di India dengan angka kematian mencapai 1079 orang dan yang telah sembuh sebanyak 8.437 orang.

(Baca: Ancaman Krisis Ekonomi Akibat Covid-19)

Reporter: Mario Baskoro

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...