Jelang Pemilu AS, Facebook Beri Label pada Media Rusia dan Tiongkok
Facebook Inc mulai memberi label khusus pada media yang terutama dikendalikan oleh pemerintah Rusia dan Tiongkok. Kebijakan ini diambil di tengah protes karyawan karena Facebook membiarkan pernyataan Presiden AS Donald Trump terkait frase kekerasan dalam demonstrasi atas kematian George Floyd.
Beberapa media yang akan mendapat label khusus yakni Sputnik Rusia, Press TV Iran dan Xinhua News China. Untuk tahap awal ada 200 media di seluruh dunia yang akan menjadi sasaran.
“Menerapkan label ke outlet media yang dikontrol negara akan menawarkan "transparansi yang lebih besar" kepada pembaca yang seharusnya tahu jika berita itu datang dari publikasi yang mungkin berada di bawah pengaruh pemerintah,” kata Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook, Nathaniel Gleicher, dalam pernyataan resmi Facebook, Kamis (4/6).
(Baca: Twitter Nonaktifkan Video Trump soal George Floyd)
Kepada Reuters, Facebook mengatakan tidak akan memberi label pada berita apa pun yang berbasis di AS, termasuk yang dikelola pemerintahnya dengan alasan memiliki independensi editorial.
Begitu juga label tidak akan diberikan kepada perusahaan media dari negara lain yang didanai pemerintah namun dijalankan secara independen, seperti British Broadcasting Corporation (BBC).
Rencana memberikan label di tengah kritik atas lepas tangannya perusahaan jaringan media sosial tersebut yang memiliki 2,2 miliar pengguna, dari postingan Trump yang menyesatkan dan mengandung kekerasan. Sementara Twitter memberikan label cek fakta terhadap pernyataan yang menyesatkan dari cuitan Trump.
CEO Facebook Mark Zuckerberg, menolak untuk mengambil tindakan serupa, dan telah berulang kali membela diri dengan menyatakan bahwa bukan tanggung jawab perusahaannya untuk berbicara dalam pidato politik.
(Baca: Mark Zuckerberg Tak ‘Sanksi’ Trump, 600 Pegawai Facebook Mogok Kerja)
Kepada Politico, Facebook mengatakan tidak berperan melarang perusahaan media yang dikendalikan pemerintah tersebut menggunakan outlet mereka. Namun, memberikan transparansi kepada para pengguna dengan memberitahukan siapa yang ada di belakang media tersebut. “Kami melihat masalah dan tantangan dengan entitas media yang dikendalikan negara di seluruh dunia,” kata Gleitcher.
Facebook sedang berupaya memperkuat perlindungan digitalnya menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat pada November tahun ini. Perusahaan teknologi itu pernah mengakui kegagalannya melindungi campur tangan pemerintah asing, terutama Rusia, dalam Pemilu 2016.
Komisi Eropa juga mengatakan Kremlin telah menargetkan pemilihan parlemen Uni Eropa tahun lalu dengan informasi yang salah, meskipun hanya sedikit bukti untuk mendukung klaim tersebut.
(Baca: Bos Twitter Sumbang Rp 42,4 Miliar untuk Organisasi Anti-Rasis)
Kebijakan Facebook ini diputuskan setelah berkonsultasi dengan lebih dari 65 pakar di seluruh dunia yang berspesialisasi dalam pengembangan media, tata kelola, dan hak asasi manusia. Keterlibatan pakar tersebut untuk memahami cara yang digunakan pemerintah dalam mengontrol media.
Facebook mengatakan bila perusahaan media tidak setuju dengan label tersebut dapat mengajukan banding ke Facebook dan menyertakan bukti dokumen untuk membantah kasus mereka.
Merespons kebijakan ini, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok, Geng Shuang, mengatakan seharusnya perusahaan media sosial tidak boleh secara selektif menciptakan hambatan bagi media. ”Kami berharap platform media sosial yang relevan dapat mengesampingkan bias ideologis dan mempertahankan keterbukaan dan penerimaan sikap terhadap peran media masing-masing negara, ” kata Shuang dikutip dari Reuters, Jumat (5/6).
(Baca: Cek Fakta Cuitan Trump, Bos Twitter Sebut Tak Berupaya Jadi 'Wasit')