Mantan PM Lebanon Desak Investigasi Internasional Atas Ledakan Beirut

Yuliawati
Oleh Yuliawati
6 Agustus 2020, 12:18
ledakan lebanon.
ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir/AWW/dj
Seorang pria yang terluka diangkat dengan usungan setelah terjadi ledakan di Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020).

Mantan pemimpin Lebanon menyerukan pembentukan komite investigasi internasional untuk menyelidiki ledakan di Beirut yang menyebabkan 135 orang tewas dan 5.000 orang mengalami luka-luka. Beberapa mantan Perdana Menteri Lebanon yakni Najib Mikati, Fouad Siniora, Saad Hariri, dan Tammam Salam menilai perlunya keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Liga Arab.

Mereka menilai komite investigasi internasional dapat bekerja profesional dan tidak memihak untuk mengungkap penyebab ledakan di Beirut. "Kami meminta PBB atau Liga Arab membentuk komite investigasi internasional atau Arab yang terdiri dari hakim dan penyelidik profesional yang tidak memihak untuk menyelidiki, dan mengungkap penyebab bencana yang terjadi di Lebanon," ujar Siniora dalam pernyataan bersama dilansir kantor berita National News Agency (NNA), Rabu (5/8).

Amnesty International pun menyerukan penyelidikan internasional untuk mengungkapkan ledakan Beirut tersebut. "Apa pun yang menyebabkan ledakan, termasuk kemungkinan sejumlah besar amonium nitrat disimpan dengan tidak aman," kata Amnesty International dikutip dari CNN, Kamis (6/8).

Korban jiwa akibat ledakan di gudang raksasa di pelabuhan Beirut pada Selasa kemarin bertambah menjadi sedikitnya 135 orang. Tim penyelamat negara itu pada Rabu (5/8) mengangkat jasad-jasad dari reruntuhan serta terus mencari para warga yang hilang di antara gedung-gedung yang roboh.

Menteri Kesehatan Hamad Hassan mengatakan lebih dari 5.000 orang cedera dalam ledakan di pelabuhan Beirut itu. Hassan mengatakan puluhan ribu orang masih hilang.

Selain itu, kata Hassan, sekitar 250.000 orang kehilangan tempat tinggal setelah beberapa ledakan susulan mengguncang banyak bangunan hingga berbagai perabotan terlempar ke jalanan dan pecahan kaca-kaca jendela berhamburan. Jumlah korban tewas akibat ledakan diperkirakan akan terus meningkat.

Beberapa pejabat mengatakan ledakan itu terjadi akibat timbunan bahan peledak yang sangat berbahaya disimpan selama bertahun-tahun dalam lingkungan yang tidak aman di pelabuhan itu.

Sementara itu Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan 2.750 ton amonium nitrat, bahan yang digunakan untuk membuat pupuk dan bom, telah disimpan selama enam tahun di pelabuhan itu tanpa langkah keselamatan. Ia mengatakan pemerintah "bertekad menyelidiki dan segera mengungkapkan apa yang terjadi, mengadili orang-orang yang lalai untuk mempertanggungjawabkan tindakannya."

Presiden Amerika Serikat Donald Trump sempat mengatakan terdapat indikasi ledakan mirip sebuah serangan. Namun pernyataan ini tak mendapat dukungan pejabat keamanan AS di Beirut. Mereka tak menganggap ledakan Beirut akibat serangan, namun menyebutnya bukan sebuah kecelakaan.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...