Bank Dunia Kaji Opsi Hapus Utang Negara Miskin Akibat Pandemi Covid-19

Yuliawati
Oleh Yuliawati
19 Agustus 2020, 17:06
bank dunia, kemiskinan, utang, hapus utang negara miskin
Instagram
Presiden Bank Dunia David Malpass mengkaji rencana menghapuskan utang negara miskin akibat pandemi corona.

Bank Dunia mengkaji opsi menghapuskan utang milik negara miskin yang ekonominya makin terpuruk akibat pandemi Covid-19. Data terbaru lembaga donor tersebut memperkirakan 100 juta orang akan jatuh dalam jurang kemiskinan akibat pandemi, terutama dari negara miskin.

“Resesi telah berubah menjadi depresi bagi beberapa negara. Ini adalah krisis terbesar dalam beberapa dekade, tetapi saya percaya jika kita bekerja sama, akan menemukan jalan keluarnya,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam wawancara khusus dengan The Guardian, Rabu (19/8).

Kebijakan penghapusan utang untuk negara miskin pertama kali diberlakukan dalam kesepakatan Gleneagles pada 2005. Kesepakatan ini diberikan dengan menghapuskan utang negara-negara miskin di Afrika untuk program pembangunan.

Bantuan terhadap negara miskin diperlukan untuk membebaskan masyarakatnya dari kemiskinan ekstrem. Sejak 20 tahun terakhir terdapat kemajuan di mana manusia telah berhasil keluar dari kemiskinan ekstrim. "Risiko krisis ekonomi adalah bahwa orang-orang jatuh kembali ke dalam kemiskinan yang parah," kata Malpass.



Sebenarnya, negara industri yang tergabung dalam G7 telah memperpanjang penundaan pembayaran utang. Semula pembayaran utang berakhir di tahun ini, tetapi diperpanjang hingga 2021. Namun, menurut Malpass diperlukan kebijakan lain melalui pendekatan yang mendalam.

“Ini lebih buruk daripada krisis keuangan tahun 2008 dan untuk Amerika Latin lebih buruk daripada krisis utang tahun 1980-an,” kata Malpass.

Malpass juga menyebut saat krisis melanda, kesenjangan antarnegara semakin terlihat. Resesi bahkan lebih buruk di negara berkembang daripada di negara maju."Stimulus ekonomi yang diberikan oleh negara maju, pun ditujukan untuk negara maju, sehingga masalah ketimpangan yang besar semakin parah."

Masalah utang semakin membelit negara-negara miskin, karena produk domestik bruto anjlok sementara jumlah utang mereka tak berkurang. Bahkan sebelum pandemi, kesulitan utang terjadi di banyak negara. "Terjadi peningkatan besar dalam jumlah utang di negara-negara miskin dan di seluruh dunia berkembang."

Bank Dunia telah mengeluarkan US$ 160 miliar untuk pinjaman dan bantuan pada sektor sistem kesehatan, anak-anak yang putus sekolah, pekerja informal yang kehilangan pendapatan, hingga ancaman kelaparan.  Namun, Malpass mengungkapkan diperlukan transparansi dari negara-negara miskin tersebut untuk mencegah terjadinya “penumpang gelap”.
 
“Ada risiko munculnya ‘penumpang gelap’ di mana investor swasta dibayar penuh oleh tabungan negara. Itu tidak adil bagi pembayar pajak dari negara-negara yang memberikan bantuan pembangunan," kata dia.

Penyumbang bahan: Agatha Lintang

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...