Remdesivir, Antivirus Mahal untuk Pasien Covid-19 yang Kontroversial

Yuliawati
Oleh Yuliawati
1 Oktober 2020, 20:03
remdesivir, antivirus, covid-19,
ANTARA FOTO/REUTERS/Carlo Allegri/FOC/dj
Patung singa yang berada di depan gedung Perpustakaan Umum New York dipasangkan masker di kawasan Manhattan, Kota New York, Amerika Serikat, Senin (28/9/2020).

Pemerintah memutuskan akan mendistribusikan remdesivir untuk menangani pasien Covid-19 di Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah memberikan izin kepada PT Kalbe Farma Tbk yang akan menjual dengan merk Covifor.

BPOM memberikan izin distribusi Covifor berupa otorisasi penggunaan darurat alias emergency use authorization. Sehingga, obat ini hanya didistribusikan kepada rumah sakit saja, tidak ke instansi lain termasuk apotek.

Keampuhan remdesivir dalam mengobati pasien virus corona masih dipertanyakan. Guru Besar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan remdesivir belum terbukti sebagai antivirus dan perlu pengujian untuk dianggap sebagai obat penderita Covid-19.

Advertisement

"Istilahnya bisa dibilang terapi empirik sehingga digunakan untuk kepentingan emergensi," kata Ari dihubungi Katadata.co.id, Kamis (1/10).

Ari menekankan saat ini belum ada obat yang terbukti dapat mengobati pasien Covid-19. Para peneliti di dunia masih berjibaku meneliti pengobatan yang tepat untuk Covid-19. "Semuanya dalam tahap riset baik obat tunggal dan kombinasi, kita semua masih menunggu," kata dia.

Remdesivir ini sudah terlebih dulu digunakan untuk pengobatan pasien Covid-19 di Amerika Serikat. Food and Drug Administration US (FDA atau BPOM) telah mengizinkan penggunaan remdesivir pada pasien dengan gejala sedang dan berat mulai Mei lalu.

Penggunaan remdesivir setelah data menunjukan bahwa penggunaan antivirus ini dapat mempersingkat waktu pemulihan pasien menjadi rata-rata 11 hari. Pada Agustus lalu, FDA menerbitkan izin penggunaan remdesivir untuk pasien rawat inap yang tidak membutuhkan bantuan oksigen.

Mengutip Washington Post, meski FDA telah memberikan izin penggunaan remdesivir, tetapi dokter dan peneliti masih mempertanyakan efektivitas obat tersebut. Untuk kasus di Amerika, tingkat kematian tak berkurang secara signifikan meski menggunakan remdesivir. Saat ini jumlah kematian di AS sebanyak 211 ribu orang.

Yang juga menjadi sorotan adalah harga jual obat yang sangat tinggi. Gilead Sciences Inc, produsen remdesivir di AS, membanderol US$ 2.340 atau sekitar Rp 33 juta untuk pengobatan selama lima hari.

“Obat tersebut memiliki beberapa manfaat, tetapi tidak jelas seberapa besar manfaatnya. Setiap orang menunggu data kematian yang lebih baik. Penetapan harga obat yang besar, ternyata tidak berdampak besar,” kata Walid Gellad, dokter di University of Pittsburgh Department of Medicine, dikutip dari Washington Post (30/9).

Halaman:

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement