Tantangan Perubahan Perdagangan Global Berlanjut Setelah Pandemi

Agatha Olivia Victoria
20 November 2020, 10:46
pangan, pandemi corona, ekspor dan impor, perjanjian luar negeri, perang dagang, pembatasan
Katadata
Ilustrasi efek pandemi membuat banyak negara menerapkan pembatasan perdagangan.

Pandemi Covid-19 mengubah lanskap perdagangan internasional. Perubahan terutama pada penerapan standar baru perdagangan yang semakin ketat yang diperkirakan akan terus berlanjut setelah masa pandemi.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menyebutkan standardisasi faktor keamanan dan kesehatan suatu produk meningkat demi mencegah penularan Covid-19. Standardisasi keamanan dan kesehatan ini bukan hanya pada produk tapi juga pada pengemasan dan labelnya.

Advertisement

"Setelah pandemi standardisasi ini akan menjadi lebih ketat terutama untuk produk pangan," kata Shinta dalam Jakarta Food Security Summit atau JFSS-5, Kamis (19/11).

 Standardisasi lain yang juga diterapkan yakni faktor suistanability yang dilihat dari kontribusi suatu produk terhadap kerusakan lingkungan pembalakan dan kebakaran hutan, pemusnahan satwa langka, dan juga illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing.

Penerapan standar ini, kata Shinta, memberikan tekanan terhadap komoditas ekspor utama Indonesia, seperti minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikananan.



Mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan standardisasi di masa pandemi mengubah model daya saing dalam perdagangan internasional. "Ini menjadi faktor kritis yang perlu diperhatikan pengusaha dan pemerintah ke depannya,"

Bayu menyebut dua standarisasi lain yang penting diperhatikan yakni inklusivitas dan digitalisasi. Inklusivitas menitikberatkan pada keterlibatan petani pada proses produksi pangan. "Cirinya kami mau membeli produk Anda bila tidak mencederai petani, bila ada kolaborasi yang sinergi petani akan menjadikan daya saing produk semakin bagus," kata dia.

Adapun digitalisasi akan menjadi semakin penting dalam perdagangan di antaranya dalam bentuk penggunaan barcode pada produk. Bila suatu produk tak memiliki barcode maka akses pasarnya akan makin sulit. Barcode tersebut menjadi penting karena dapat memberikan informasi dengan cepat seperti asal barang tersebut.

Bayu mengatakan para pengusaha yang ingin menembus pasar ekspor perlu memperhatikan mencari informasi standarisasi yang berlaku. "Aturan standar ini bisa sangat spesifik seperti faktor keamana antara udan dan ikan bisa berbeda," kata dia.

Pengusaha pun harus serius memenuhi standar karena akan memberikan citra terhadap perdagangan Indonesia. Dia menyebutkan untuk memastikan keamanan produk, tak cukup dengan hanya mengatakan produk itu aman tapi harus ditunjukkan lewat hasil laboratorium dari lembaga tersertifikasi.

"Untuk menembus ekspor kata kuncinya itu daya saing dan memiliki nilai tambah dan  tak ada kompromi atas standar baru yang sekarang berlaku," kata Bayu.

Infografik_Sulitnya bisnis bangkit saat masih pandemi
  

Pentingnya Pemetaan Ekspor

Memahami perubahan standar perdagangan ini penting agar produk RI menembus pasar ekspor. Pasar perdagangan ekspor ini berperan penting dalam pemulihan ekonomi.

Badan Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan volume perdagangan dunia akan turun sebesar 9,2% pada 2020. Volume perdagangan global kemungkinan merangkak pulih pada akhir 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2%.

Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan minus 4,8% dan diprediksi kembali tumbuh 4,9% pada 2021.

Menyiasati perubahan model perdagangan luar negeri, Bayu menyarankan pentingnya pemerintah dan pengusaha
merumuskan pemetaan pasar ekspor. Menurut dia butuh pemahaman pasar (market intelligence) perdagangan global, memetakan komoditi pangan yang siap ekspor hingga desain pasar (design market) untuk menjual produk.

Bayu mencontohkan selama ini Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit dan saatnya mencari produk unggulan lain. Namun, akan sulit mencari tanaman lain pengganti sawit yang telah mendapat perlakukan istimewa dengan lahan seluas 15 juta hektare.

Dia menilai produk unggulan ke depannya tak hanya berlaku untuk produk sejenis tapi beragam jenis seperti herbal, rempah, hingga kelapa. "Kita perlu berpikir keratif dengan membawa produk yang tidak terlalu besar namun memiliki daya saing yang sangat besar," kata dia.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement