Adu Kuat ESDM dan BPH Migas Tentukan Nasib Grup Bakrie di Proyek Cisem
Silang pendapat antara Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) terus berlangsung dalam proses pembangunan proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem). ESDM menyebut keputusan BPH Migas yang menetapkan PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) sebagai pemenang lelang kedua dari proyek Cisem berpotensi menimbulkan masalah hukum.
BPH Migas menunjuk BNBR setelah PT Rekayasa Industri (Rekind) mundur pada Oktober tahun lalu dari proyek yang mangkrak selama 15 tahun. BNBR merupakan pemenang kedua setelah Rekind dari hasil lelang 2006.
BPH Migas dalam menetapkan Bakrie Brothers sebagai pemenang, berdasarkan aturan BPH Migas Nomor 20 tahun 2019. ESDM menganggap BPH Migas tak bisa mengacu pada aturan tersebut karena saat lelang 2006 berlaku aturan BPH Migas Nomor 5 tahun 2005.
Aturan BPH Migas tahun 2005 itu tidak mengatur mengenai penetapan peringkat kedua sebagai pemenang lelang. Sehingga ESDM menilai seharusnya dilakukan lelang ataupun penugasan langsung, sesuai dengan pasal 8 Permen ESDM no 4 tahun 2018.
"Proses ini enggak sesuai dan tak memenuhi peraturan perundang undangan yang ada," kata Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM M. Idris F. Sihite dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (23/4).
Selain itu, dia mengkritisi langkah BPH Migas yang mensyaratkan jaminan kinerja (performance bond) untuk perusahaan dengan kode saham BNBR. "Jadi kalau mereka kasih performance bond, penetapan ini atas dasar apa, lelang yang mana dari sisi regulasi," ujarnya.
Ketentuan keekonomian yang sama pada saat lelang 2006 berpotensi membuat proyek tidak berjalan. Ini mengingat volume pasokan dan kebutuhan gas belum ada.
Oleh sebab itu, guna mendukung pelaksanaan Perpres Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal - Semarang - Salatiga - Demak - Grobogan, Kawasan Purworejo - Wonosobo - Magelang - Temanggung, dan Kawasan Brebes - Tegal - Pemalang. Maka, penyelesaian pembangunan pipa gas Cisem paling cepat menggunakan anggaran APBN.
"Justru kami mau memastikan industri yang ada di ruas Cisem itu dapat jaminan gas, lebih harga ekonomis, sehingga yang kami harapkan bisa terwujud," ujarnya.
Adapun BPH migas bakal mengirimkan surat secara langsung kepada Presiden Joko Widodo terkait polemik dengan ESDM. "BPH Migas akan bersurat ke Presiden sesuai keputusan komite secara kolegial dan kolektif," ujar Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio kepada Katadata.co.id, Jumat (23/4).
Meski demikian, pihaknya masih berupaya mengkomunikasikan persoalan tersebut terlebih dahulu dengan Kementerian ESDM.
BPH Migas menetapkan beberapa persyaratan kepada BNBR yang menjadi pemenang lelang. Persyaratannya diantaranya yakni kesanggupan menggunakan parameter toll fee 2006 serta menerbitkan jaminan kinerja (performance bond). Untuk performance bond BPH Migas mengaku telah menerimanya pada pekan lalu.
"Syarat utama sudah terpenuhi, sekarang BPH Migas tunggu feasibility study, Front-End Engineering Design (FEED), serta Gas Transportation Agreement (GTA) dengan shipper," katanya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno berharap agar proyek ini segera dimulai untuk memenuhi kebutuhan gas di kawasan Industri Cirebon-Semarang. Dia menilai pembangunan proyek Cisem ini memang harus berdasarkan hasil lelang yang ditetapkan BPH Migas.
Dia menganggap dengan mundurnya Rekind, maka pemenang lelang kedua berhak mendapatkan kesempatan untuk membangun proyek Cisem. "Kami bersepakat agar pipa Cisem itu dapat dilaksanakan secepatnya. Apakah menggunakan dana APBN maupun swasta," ujarnya.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, pada prinsipnya, semua harus mengacu ke peraturan perundangan yang jelas terlebih dahulu.
Pri menilai jika suatu mangkrak maka pemerintah mempunyai kemenangan untuk mengambil alih. Sehingga, sebaiknya semua pihak merujuk kepada aturan hukumnya terlebih dahulu. "Baru kemudian prinsip ekonomi yang semestinya dijalankan," ujarnya.