Terkait UU Cipta Kerja, DPR Targetkan Revisi Pembentukan UU Awal 2022

Cahya Puteri Abdi Rabbi
26 November 2021, 17:09
UU Cipta Kerja,
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Suasana rapat kerja Komisi IX DPR bersama Kementerian Tenaga Kerja membahas peraturan turunan UU Cipta Kerja di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/1/2021).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersiap merevisi Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Revisi atas aturan tersebut untuk mengakomodir keputusan Mahkamah Kontitusi yang memerintahkan pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja.
 
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menilai keputusan MK soal UU Cipta Kerja terkait dengan masalah hukum formilnya yang terkait dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU Cipta Kerja ini merangkum 78 undang-undang atau omnibus law dan hal tersebut tidak tercantum dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Desember ini kami akan menyusun Program Legislasi Nasional (prolegnas), insha Allah ini akan kami dorong dan kami usahakan," kata Firman Soebagyo dalam konferensi pers Asosiasi Pengusaha Indonesia, Jumat (26/11).

Firman menyebutkan proses revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya menambahkan frasa atau norma omnibus law. Sedangkan hal-hal yang terkait dengan substansi materi yang diputuskan MK akan diinisiasi oleh pemerintah.

Sehingga, dia mengatakan revisi peraturan tersebut akan rampung paling lambat Maret 2022. "Paling lambat Maret 2022 sudah selesai semua dan memenuhi apa yang ditetapkan oleh MK," kata Firman.  

Di hadapan para pengusaha, Firman mengatakan UU Ciptaker tetap berlaku karena keputusan tersebut tidak terkait isi UU, melainkan proses pengundangannya. "Putusan ini tidak membatalkan, yang ditangguhkan hanya terkait dengan aturan-aturan turunan yang belum diterbitkan," kata dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan perubahan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat menjadi landasan baku dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Selain itu materi UU Cipta Kerja harus sesuai dengan aspirasi kepentingan publik dan bukan semata pada kepentingan investasi.

Denny menilai putusan MK memiliki kesan ambigu karena UU Cipta Kerja yang dinilai cacat formil dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 justru diberi ruang untuk berlaku setidaknya dua tahun. Denny menilai MK seharusnya tegas dalam membatalkan UU Cipta Kerja dan tidak menjadikan ruang perbaikan.

Dalam sidang pembacaan putusan MK Kamis (25/11) sebanyak 10 dari 12 putusan dinyatakan kehilangan objek. Pasalnya, putusan MK pada perkara Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sudah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal ini kemudian disoroti oleh Denny dengan menyebutnya sebagai ambiguitas kedua.

Denny mempertanyakan objek mana yang disebut hilang karena UU Cipta Kerja setidaknya masih berlaku selama dua tahun. "Tegasnya, UU Ciptaker mungkin masih berlaku dalam maksimal dua tahun itu, sehingga objek uji materi seharusnya masih ada, dan menjadi tidak konsisten alias ambigu ketika dikatakan “kehilangan objek” untuk diuji isi UU tersebut," ujar Denny dalam keterangan resmi pada Jumat (26/11).

Kemudian terdapat larangan untuk menerbitkan kebijakan "strategis yang dapat berdampak luas". Denny mengatakan kata "strategis" dan "berdampak luas" masih ambigu dan tidak jelas terkait batasannya.  Terkait pertimbangan MK yang memberi ruang bagi berlakunya UU Cipta Kerja, peraturan pelaksanaan, dan kebijakan yang lahir dari UU Ciptaker itu sepanjang tidak strategis dan tidak berdampak luas.

"Padahal uji formil telah menegaskan UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945? Apakah itu berarti MK mentoleransi suatu UU yang telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi hanya demi pelaksanaan yang sebenarnya tidak strategis dan tidak berdampak luas?," ujar Denny.

Denny kemudian menyayangkan sikap MK yang tidak menerapkan standar yang sama ketika melakukan uji materi perubahan UU KPK dan UU Minerba yang disahkan dalam waktu singkat. Denny mengatakan seharusnya kedua perubahan UU KPK dan UU Minerba dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 seperti dalam putusan UU Cipta Kerja yang diputuskan minim partisipasi publik dalam prosesnya.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...