LBH Persoalkan Izin Pertambangan Andesit di Desa Wadas
Warga Desa Wadas di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menolak rencana penambangan andesit yang berjarak 10 meter dari desa mereka. LBH Yogyakarta menilai proyek penambangan kurang transparan dan belum memenuhi peryaratan izin pertambangan.
Penambangan andesit di Desa Wadas rencananya untuk memasok bahan material pembangunan Bendungan Bener. Penambangan batu andesit di Desa Wadas termasuk kategori tambang quarry yaitu penambangan terbuka yang akan mengeruk hasil bumi tanpa sisa.
Walhi menyebut kegiatan penambangan ini akan berjalan selama 30 bulan dengan metode pengeboran, pengerukan, dan peledakan dengan jumlah 5.300 ton dinamit dengan kedalaman 40 meter.
LBH Yogyakarta menyebut pemerintah kurang menyosialisasikan proses pertambangan. "Sejak 2018, pemerintah hanya menjelaskan rencana pembangunan bendungan tanpa adanya informasi mengenai pertambangan," kata aktivis LBH Yogyakarta Danil dihubungi Katadata, Kamis (10/2).
Danil juga menyoroti dugaan cacat hukum pada skema pembebasan lahan di Desa Wadas. Untuk pembangunan Bendungan Bener, skema yang digunakan untuk pembebasan lahan berdasar Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. “Untuk pembangunan tambang, harusnya menggunakan skema UU Minerba,” kata Danil.
Dia mengatakan sejak 2018, LBH Yogyakarta sudah mengajukan keterbukaan publik untuk pengecekan Izin Usaha Tambang (IUP) di daerah tersebut. Namun, temuan pihaknya menyatakan bahwa tidak ada satu pun IUP yang berada di desa Wadas, baik dari izin eksplorasi hingga operasi produksi. "Seharusnya izin dibedakan antara pembangunan bendungan dan pertambangan," kata dia.
Terdapat tiga perusahaan BUMN yang akan menjadi kontraktor pembangunan bendungan dan pertambangan yakni PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan (PT PP), dan PT Brantas Abipraya. Mereka akan membangun terowongan pengelak (diversion tunnel), dinding bendungan hingga pertambangan.
“Kami enggak tahu proses pertambangannya siapa yang akan mengerjakan karena kemungkinan besar akan di-subkon (subkontraktor),” kata Danil.
Berdasarkan informasi di laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, pembangunan bendungan ini direncanakan sejak 2018. Targetnya akan mulai beroperasi di tahun 2023. Nilai investasi dari pembangunan Bendungan Bener sendiri sebesar Rp 2,06 triliun dan bersumber dari dana APBN.
Dalam rencana pembangunan disebutkan bahwa bendungan ini akan berkapasitas 100,94 meter kubik dan diharapkan akan mengairi lahan seluas 15.069 hektare dan menyediakan pasokan air kepada masyarakat sekitar sebanyak 1,6 meter kubik per detik. Selain itu, bendungan dapat mengurangi debit banjir sederas 210 meter kubik per detik dan menghasilkan listrik sebesar 6 mega Watt.
Penanggung jawab dari proyek pembangunan ini adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Salah satu beleid yang sudah ditetapkan atas rencana ini adalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah No. 590/41 Tahun 2014 tentang Persetujuan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener. Bendungan Bener berada sekitar 10 kilometer di barat Desa Wadas.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Purworejo dan Desa Wadas atas peristiwa kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap warga desa saat proses pengukuran lahan. "Saya minta maaf dan saya yang bertanggung jawab," kata Ganjar, usai menemui sejumlah warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Rabu (9/2).
Ganjar mengatakan peristiwa bermula dari pengukuran lahan untuk proyek pembangunan Bendungan Bener. Dia mengatakan pengukuran hanya pada bidang tanah milik warga yang sudah setuju untuk dibebaskan. "Masyarakat yang setuju ini juga meminta agar tanahnya segera diukur, itu sebenarnya yang terjadi. Jadi pengukuran kemarin untuk warga yang sudah sepakat," kata dia.
Ganjar mengatakan dari total 617 luas lahan yang akan menjadi lokasi penambangan kuari pembangunan Bendungan Bener, sebanyak 346 bidang sudah setuju, sedangkan yang menolak terdapat 133 bidang.