Indonesia Darurat Konsumsi Rokok, 25% Penduduk Jadi Perokok

Amelia Yesidora
3 Juni 2022, 18:08
rokok, data perokok
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Pengunjung mematahkan batang rokok saat kampanye anti tembakau di Depok Town Square, Depok, Jawa Barat, Senin (30/5/2022).

Kementerian Kesehatan bersama Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) meluncurkan hasil riset berjudul Global Adult Tobacco Survey. Riset ini menyimpulkan konsumsi rokok Indonesia berada dalam kategori darurat, dengan 25% masyarakat Indonesia merupakan perokok.

Selama sepuluh tahun terakhir, dari 2011 hingga 2021, terjadi peningkatan 14,5% jumlah perokok sebanyak 8,8 juta orang. Angka ini dihimpun dari jumlah perokok 2011 sebanyak 60,3 juta orang dan bertambah banyak menjadi 69,1 juta orang pada 2021.

Pertumbuhan ini kian diperburuk dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 yang menyebut bahwa masyarakat Indonesia lebih banyak membelanjakan uangnya untuk rokok, alih-alih bahan pangan bergizi.

Salah satu indikator yang juga disoroti riset ini adalah jumlah promosi iklan rokok di media internet. GATS menyebutkan bahwa ada peningkatan yang cukup tinggi dari iklan rokok di internet pada 2011 yang hanya 1,9% saja menjadi 21,4% di 2021.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai target SDG's bakal sulit tercapai. “Dengan fenomena yang demikian, maka target pencapaian SDGs pada 2030, dengan target 40% turunnya prevalensi merokok tidak akan tercapai, alias gagal total,” kata Tulus Abadi dalam siaran pers, Jumat (3/6).

Pertumbuhan perokok di Tanah Air linear dengan pertumbuhan penyakit tidak menular. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diterbitkan Kemenkes, terbukti ada peningkatan penyakit tidak menular sejak 2013.

Terutama prevalensi penyakit kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%, kemudian penyakit stroke dari 7% menjadi 10,9%, ginjal kronis naik dari 2% ke 3,8%, dan diabetes melitus tumbuh dari 6,9% menjadi 8,5%.

“Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dipicu oleh pola konsumsi dan gaya hidup yang tidak sehat, dan konsumsi rokok menjadi pemicu utamanya,” kata Tulus.

Tulus juga mengkhawatirkan adanya risiko penurunan kesehatan pada generasi berikutnya. Puncak bonus demografi yang maju ke tahun 2030 justru dapat menjadi antiklimaks sebab generasi tersebut masuk dalam kategori tidak produktif bahkan kemiskinan pun akan meningkat.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...