Survei CSIS: Pindah Ibu Kota Akan Dorong Ekonomi Jakarta Lebih Baik

Pindahnya Ibu Kota Negara atau IKN ke Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur, tak lantas berbagai persoalan di Jakarta akan teratasi. Namun, terdapat keyakinan bahwa ekonomi di Jakarta bakal lebih baik seiring pemindahan ibu kota.
Pendapat tersebut berdasarkan survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang digelar pada 28 Maret sampai 12 April 2022 kepada 170 para responden dari beragam profesi.
Sebanyak 65,9% responden ahli meyakini bahwa pemindahan IKN dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menarik investasi dalam negeri. Kemudian sebanyak 62,9% responden ahli yakin bahwa pemindahan IKN dapat mendorog kemampuan Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui pungutan pajak.
Kemudian, kemampuan Pemprov dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global juga diyakini 60% responden akan meningkat jika IKN dipindahkan. Selain itu, kemampuan Pemprov dalam menarik investasi luar negeri juga diyakini akan meningkat oleh 57,1% responden ahli.
“Ada optimisme responden ahli dalam memprediksi kemampuan Jakarta terkait beberapa kebijakan strategis Jakarta ke depan, yaitu kemampuan menarik investasi, peningkatan pendapatan daerah melalui pajak, dan Jakarta sebagai kota global,” ujar peneliti CSIS, Noory Okthariza dalam Webinar Pemindahan Ibukota Negara: Prospek kepemimpinan Jakarta dan Implikasi Sosial, Politik dan Ekonomi ke Depan pada Senin (6/6).
Adapun, terkait berbagai permasalahan di Jakarta, terdapat empat permasalahan utama Jakarta yang tak lantas terselesaikan dengan pemindahan ibu kota. Empat permasalahan tersebut yakni pengurangan kemacetan, penataan pemukiman kumuh, pengentasan banjir, dan akses air bersih.
Sebanyak 66,5% responden merasa tidak yakin kemacetan di Jakarta akan berkurang setelah IKN dipindahkan ke Kaltim. Kemudian sebayak 84,1% responden merasa tidak yakin penataan pemukiman kumuh di Jakarta akan membaik.
Dari segi pengentasan banjir, sebanyak 83,5% merasa tidak yakin akan membaik setelah Jakarta tak lagi menjadi IKN. Sementara itu, sebanyak 49,4% responden tidak yakin kemudahan akses air bersih di Jakarta akan membaik usai tak lagi menjadi ibu kota.
“Sebagian besar responden ahli tidak yakin permasalahan-permasalahan Jakarta akan berkurang setelah Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara,” ujar dia.
Para responden ahli memprediksikan terdapat empat isu yang tak akan mengalami perubahan jika Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, yaitu: perhatian pembuat kebijakan terhadap kebijakan pro-lingkungan, penanganan krisis kesehatan pandemi Corona Virus Desease-19 (Covid-19), kualitas fasilitas kesehatan, dan penanganan bencana alam.
Dalam hal perhatian stakeholder atau pemangku kebijakan terhadap kebijakan pro-lingkungan, terdapat 50,6% responden ahli memprediksi tak ada perubahan, 38,8% memprediksi akan lebih baik, dan 8,2% akan lebih buruk.
Terkait penanganan krisis kesehatan, 67,1% memprediksi kondisinya akan sama saja, 24,1% memprediksi akan lebih baik, dan 8,8% memprediksi akan lebih buruk.
Kemudian dalam hal fasilitas kesehatan, sebanyak 74,1% memprediksi kondisinya akan sama jika Jakarta tak lagi menjadi IKN, 21,2% memprediksi akan lebih baik, dan 4,7% memprediksi akan lebih buruk.
Adapun dalam hal penanganan bencana alam, seperti banjir yang kerap melanda Jakarta, 69,4% responden ahli memprediksi tak akan ada perubahan jika IKN dipindahkan, 19,4% responden ahli memprediksi akan lebih baik, dan 10,6% memprediksi akan lebih buruk.
“Secara umum, dari empat variabel, prediksi ahli terhadap kebijakan prolingkungan diprediksi akan lebih baik ke depan,” kata Oktha.