Pengusaha Usul Tak Wajib Setor Minyak Goreng Agar Ekspor CPO Lancar
Pengusaha menilai kewajiban setor minyak goreng untuk pasar domestik (domestic market obligation/DMO) dapat menghambat ekspor crude palm oil atau CPO. Plt Ketua Dewan Sawit Indonesia (DSI) Sahat Sinaga menyatakan penyimpanan CPO untuk ekspor dan bahan baku minyak goreng untuk DMO menggunakan fasilitas yang sama.
Pada awal Juli 2022, fasilitas penyimpanan CPO telah mendekati kapasitas maksimum atau sebesar 7,1 juta ton. Sahat memperkirakan bila aturan DMO dihapus sementara, dapat melonggarkan fasilitas penyimpanan.
Sehingga pabrik kelapa sawit dapat kembali menyerap Tandan Buah Segar yang diproduksi untuk ekspor CPO. Sahat memperkirakan kondisi ini dapat meningkatkan volume ekspor menjadi 2,9 juta per bulan.
Produksi sawit Juli-Desember 2022 diperkirakan akan berkisar 4,49 juta ton per bulan. Adapun volume ekspor per bulan dan konsumsi domestik dengan aturan DMO hanya mencapai 3,74 juta ton per bulan.
"(Jika DMO masih diterapkan, volume fasilitas penyimpanan CPO) dalam dua bulan ini baru bisa berkurang ke level 3,31 juta ton," kata Plt Ketua DSI Sahat Sinaga kepada Katadata.co.id, Selasa (19/7).
DSI mendata produksi CPO pada paruh pertama 2022 tertinggi terjadi pada April 2022 atau sebanyak 3,88 juta ton. Total produksi CPO sepanjang semester I-2022 mencapai 21,27 juta ton.
Sepanjang semester II-2022, total CPO yang dihasilkan diestimasikan mencapai 24,56 juta ton atau naik 15,49% dari realisasi paruh pertama 2022 sejumlah 21,27 juta ton. Produksi CPO terbanyak sepanjang 2022 dinilai akan terjadi pada November 2022 atau sebanyak 4,58 juta ton.
Secara rinci, produksi sawit sebesar 4,49 juta per bulan sepanjang semester II-2022 adalah total produksi CPO dan minyak biji sawit mentah (CPKO). Sepanjang semester II-2022, Sahat mengestimasi total produksi CPO mencapai 24,56 juta ton, sedangkan produksi CPKO sejumlah 2,38 juta ton.
CPKO merupakan bahan baku bagi industri kimia berbasis sawit atau oleokimia. Beberapa produk oleokimia yang sering ditemukan adalah sabun, kosmetik, dan barang kebersihan lainnya.
Sehingga, kata Sahat, untuk menyelamatkan fasilitas penyimpanan, dia mengusulkan Kementerian Perdagangan meniadakan aturan DMO hingga Oktober 2022. Sahat menilai hal ini bisa dilakukan karena harga CPO di dalam negeri saat ini di bawah Rp 9,500 per kilogram (Kg). Artinya, minyak goreng curah masih bisa dinikmati konsumen senilai Rp 14.000 per liter.
Selain itu, Sahat mengusulkan agar pemerintah memperpanjang peniadaan Pungutan Ekspor (PE) hingga Oktober 2022 dan memotong Bea Keluar (BK) sebesar 25% menjadi sekitar US$ 216 per ton pada Agustus-Oktober 2022. Langkah ini dinilai akan meningkatkan harga TBS sawit yang dinikmati petani menjadi setidaknya Rp 1.600 per Kg.
Di samping itu, Sahat berpendapat pengurangan biaya ekspor CPO akan meningkatkan volume ekspor CPO dan menguras fasilitas penyimpanan CPO. "Sehingga, pembelian TBS sawit bisa berlangsung baik pada periode puncak panen sawit Indonesia, yakni pada Juli 2022 - Januari 2023," kata Sahat.
Ketiga usulan itu, kata Sahat, bisa berjalan baik jika distribusi minyak goreng curah di dalam negeri lancar. Saat ini pemerintah mendistribusikan minyak goreng DMO dengan merek dagang Minyakita
Sahat mengatakan kepemilikan merek dagang Minyakita sebaiknya diserahkan dari Kemendag kepada perusahaan distribusi milik negara, seperti Perum Bulog dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food). Langkah tersebut dapat menjamin distribusi Minyakita ke 17.000 titik pengecer di 34 provinsi.
Selain itu, Sahat menilai Minyakita dapat dijual senilai Rp 13.000 per liter saat ini jika pemerintah menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN-DTP) Minyakita. Sahat menghitung PPN-DTP hanya perlu dijalankan selama 1,5 tahun agar konsumen berpindah dari minyak goreng curah ke Minyakita.