Kemenkes: RUU Kesehatan untuk Beri Perlindungan Hukum Bagi Nakes

Andi M. Arief
12 Mei 2023, 18:38
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah) bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Anas (kiri) dan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di kompleks
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah) bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Anas (kiri) dan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/4/2023).

Kementerian Kesehatan menilai penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan dapat menghambat keperluan perlindungan hukum tenaga kesehatan. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyampaikan ada beberapa aturan kesehatan saat ini justru kontraproduktif terhadap perlindungan hukum tenaga kesehatan.

Syahril mengatakan sebagian pasal yang dikhawatirkan para tenaga kesehatan telah ada di undang-undang yang telah berlaku. Dia mengkritik para tenaga kesehatan yang tidak memprotes sebagian aturan yang sudah berlaku hampir 20 tahun tersebut.

"Menolak RUU Kesehatan akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu, yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes," kata Syahril dalam keterangan resmi, Jumat (12/5).

Syahril mencatat salah satu pasal yang dipermasalahkan dalam RUU Kesehatan adalah terkait pemidanaan nakes. Organisasi profesi khawatir nakes dapat digugat secara pidana maupun perdata walau telah melalui sidang disiplin.

Syahril menjelaskan pasal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang No. 29-2004 tentang Praktik Kedokteran. Beleid tersebut mengatur bahwa setiap orang dapat mengadukan dokter maupun dokter gigi ke Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Akan tetapi, pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk mengadukan adanya dugaan tindak pidana maupun perdata yang berwenang ke pengadilan. Syahril menyatakan DPR dan pemerintah sedang membahas perbaikan beleid tersebut.

"Kalau memang kekhawatirannya masalah perlindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?,” kata Syahril.

Di sisi lain, Syahril mengatakan ada tiga usulan pasal baru yang melindungi dokter dan nakes dalam Daftar Inventaris Masalah RUU Kesehatan. Pertama, perlindungan dokter dari tindakan perundungan.

Pasal terkait anti perundungan tersebut tertuang dalam Pasal 322 ayat 4 DIM Pemerintah. Syahril menjelaskan pasal tersebut mengedepankan pendekatan keadilan restoratif.

Di samping itu, Pasal 288 DIM Pemerintah menetapkan beberapa hal yang membuat nakes secara mandiri menghentikan pelayanan kesehatan. Hal tersebut adalah perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan.

Kedua, Perlindungan untuk dokter peserta didik atau dokter residen pada Pasal 208E ayat 1 huruf a DIM Pemerintah. Syahril menyampaikan usulan tersebut akan menjamin dokter residen atas bantuan hukum atas sengketa medik selama proses pendidikan.

Ketiga, perlindungan nakes dalam keadaan darurat pada Pasal 408 ayat 1 DIM Pemerintah. Usulan tersebut dapat membuat nakes mendapatkan perlindungan hukum dan jaminan kesehatan selama bertugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa.

Syahril menyampaikan DPR dan pemerintah masih mengundang masukan publik dalam pembahasan RUU Kesehatan. Menurutnya, penghentian pembahasan RUU Kesehatan bukan jawaban atas kekhawatiran para organisasi kesehatan.

"Apabila kepentingan utama organisasi profesi adalah perlindungan hukum, justru sekarang inilah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan,” katanya.

Demonstrasi Ribuan Tenaga Kesehatan

Ribuan tenaga kesehatan dari profesi dokter, perawat, bidan, hingga mahasiswa kedokteran menggelar unjuk rasa untuk menyuarakan aspirasi penolakan RUU Kesehatan Omnibuslaw.

Aksi damai pada Senin (8/5) itu menjadi kali ketiga dokter di Indonesia kembali turun ke jalan, setelah peristiwa kriminalisasi dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani pada 2013, dan kasus dokter di pelayanan primer terkait Undang-Undang Pendidikan Kedokteran di 2015 yang juga memantik reaksi serupa.

Demonstrasi itu melibatkan massa dari lima organisasi profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), yang juga berdenyut di berbagai daerah.

Salah satu isu yang santer disuarakan adalah rencana pemerintah mengambil alih wewenang organisasi profesi dalam ekosistem pendidikan kedokteran, sebab Indonesia perlu membuka lebih banyak program pendidikan dokter spesialis.

Saat ini Indonesia dihadapkan dengan permasalahan kekurangan jumlah dan distribusi dokter spesialis yang menyebabkan layanan kesehatan kepada masyarakat hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Salah satu upaya peningkatan jumlah dokter spesialis hingga menjangkau pelosok negeri ditempuh melalui pembukaan program pendidikan berbasis universitas (university-based) atau berbasis kolegium (college-based), seperti tertuang dalam usulan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah pasal 183 RUU Kesehatan.

Pasal tersebut juga mencantumkan program pendidikan spesialis berbasis universitas akan tetap ada dan memiliki kekhasan dengan muatan akademik dan penelitian yang lebih besar.

Akselerasi dokter spesialis ditempuh pemerintah dengan membuka alternatif pendidikan spesialis berbasis rumah sakit atau kolegium sehingga lebih banyak dokter bisa menempuh pendidikan spesialis.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief, Antara
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...