Ekonomi Digital Bersiap Lari Kencang Usai Pandemi

Yuliawati
Oleh Yuliawati
29 Desember 2020, 10:00
digital, pendidikan, ecommerce, outlook 2021, agritech, bank, fintech
Aleksandr Khakimullin/123rf
  • Selama pandemi corona, ekonomi digital Indonesia melaju pesat dan diperkirakan berlanjut pada 2021.
  • Beberapa sektor diramal tetap tumbuh kencang yakni e-commerce, startup edukasi, kesehatan, dan pendidikan.
  • Kolaborasi fintech dan bank bakal makin marak pada 2021 sebagai simbioasis mutualime.

Sejak pandemi corona melanda Tanah Air, Anastasia tak lagi berbelanja kebutuhan rumah tangga di pasar tradisional atau supermarket. Dia mengandalkan pada belanja secara daring. 

Berbagai aplikasi belanja online tersimpan di handphone dan selalu dia gunakan minimal sekali seminggu. Dalam sebulan, perkiraan uang yang dihabiskan untuk belanja online 15 % dari penghasilan keluarga. “Setiap pekan saya belanja online untuk kebutuhan sayur-sayuran dan lauk pauk. Lebih aman sekaligus hemat waktu,” kata Anastasia beberapa waktu lalu.

Dia adalah satu orang yang semakin akrab dengan teknologi online sejak pandemi Covid-19. Pembatasan sosial selama pandemi membuat banyak perubahan kebiasaan konsumen, dari yang sebelumnya tidak pernah berbelanja online kini harus mengandalkan platform digital untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari perkembangan infrastruktur dan penetrasi digital di Indonesia. Google, Temasek, dan Bain menyebutkan pengguna baru sebanyak 37 % dari total pengguna digital di Indonesia. Jumlah ini sedikit lebih tinggi daripada rata-rata Asia Tenggara, dengan 93 % dari mereka berniat untuk melanjutkan perilaku tersebut setelah pandemi.



Masyarakat Asia Tenggara menggunakan internet rata-rata satu jam lebih lama selama lockdown. Sebelum Covid-19, waktu yang dihabiskan 3,6 jam online untuk penggunaan pribadi. Semasa pandemi naik menjadi 4,7 jam pada masa puncak karantina dan sekarang di angka 4,3 jam per hari.

Selama 2020 diperkirakan ekonomi digital di Indonesia mencapai US$ 44 miliar dan kemungkinan meningkat hingga US$ 124 miliar pada 2025. Beberapa sektor yang potensial tumbuh di tahun-tahun mendatang yakni e-commerce, transportasi, pesan-antar makanan, perjalanan online, dan media (gim, video on demand).

Usai pandemi, ekonomi digital berpotensi terus tumbuh, didorong besarnya populasi serta pesatnya pertumbuhan pengguna internet dan telepon. Penetrasi internet bakal melaju dengan kehadiran proyek Palapa Ring yang ditargetkan selesai tahun ini. Palapa Ring merupakan jaringan fiber optik 4G dengan kecepatan hingga 30 Mbps dengan panjang lebih dari 12 ribu kilo meter yang terbentang dari Sumatera hingga Papua.

E-commerce Terus Berjaya

Produsen hiasan dinding macrame dari Bali, Dewa Collection, mengalami kenaikan penjualan sebesar 450 % lewat Tokopedia. Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison menyebutkan, Dewa Collection merupakan salah satu pengguna marketplace-nya yang menuai berkah di saat pandemi.

Sejak masa pagebluk, marketplace tersebut memang banjir pengunjung. Pihaknya mencatat pengguna aktif lebih dari 100 juta per bulan. Sementara penjual sejak Februari menembus 9,9 juta, padahal sebelum pandemi jumlah penjual di Tokopedia hanya 7,2 juta. “86,5 % adalah pedagang baru, serta lebih dari 400 produk terdaftar dengan harga transparan,” kata Leon dalam sebuah webinar pada pertengahan Desember lalu.

Dia pun menambahkan, kunci utama dalam mempertahankan bisnis pada tahun depan yakni berkolaborasi dengan berbagai pihak. Melalui cara ini, 98 % penjualan coffee shop melalui Tokopedia. “Selama pandemi pula, 22 % UMKM mengaku ada peningkatan penjualan. Tak hanya itu,” ujarnya.

JELANG HARBOLNAS DI WAREHOUSE FMGC JD.ID
JELANG HARBOLNAS DI WAREHOUSE FMGC JD.ID (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.)
 




Tokopedia hanyalah salah satu e-commerce yang pertumbuhannya terus melaju di saat pandemi. Ada empat pemain besar lain di Indonesia yang menikmati kenaikan pengunjung. Menurut data iPrice, jumlah pengguna marketplace di kuartal ke-3 tahun ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tahun ini, Shopee merupakan marketplace dengan jumlah pengunjung terbanyak hingga 96,5 juta atau meningkat sekitar 72 %.


Lembaga Sirclo menyebutkan rata-rata konsumen Indonesia berbelanja di e-commerce sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan dan menghabiskan hingga 15 % dari pendapatan bulanan mereka. Riset juga mengungkapkan konsumen online di Jakarta berbelanja dua kali lebih banyak daripada kota-kota lain.

Hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8 % penjualan total pada 2018, diprediksi menembus 24 % di 2022. Bank Indonesia pada April lalu mencatat transaksi di e-commerce meningkat 18,1 % menjadi 98,3 juta transaksi dan nilai transaksinya meningkat 9,9% menjadi Rp 20,7 triliun. Dalam keadaan normal, pertumbuhan pesat ini bisa memakan waktu 1,5 hingga dua tahun.

Jangkauan e-commerce kini juga semakin luas. Pada 2017, customer dari area Jawa menyumbang 70 % dari transaksi e-commerce sementara kota di luar Jawa hanya 30 %. Dalam setahun hingga dua tahun mendatang, distribusi transaksi e-commerce diperkirakan merata antara kota-kota di Jawa dan wilayah lain di Indonesia.

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, pasar perdagangan online di Indonesia masih sangat besar. Riset Google, Temasek dan Bain and Company bertajuk e-Conomy SEA 2019 pun memperkirakan, nilai transaksi bruto e-commerce di Indonesia US$ 20,9 miliar pada 2019, sebagaimana tertera pada Databoks di bawah ini:

Akan tetapi, konsumen di Indonesia sangat sensitif terhadap harga, sehingga e-commerce butuh dana besar untuk memberikan promosi. Selain itu, perlu memperkuat platform dari sisi suplai produk, tampilan, hingga logistik. Oleh karena itu, merger dan akuisisi di sektor e-commerce akan mulai terjadi.

“Arah ke depan sepertinya menuju konsolidasi antarpemain,” kata Eddi, beberapa waktu lalu. “Tahun ini sudah mulai, karena hanya yang modalnya besar yang bisa terus ‘bakar uang’.”

Hal senada disampaikan oleh Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo. “Merger dan akuisisi, konsolidasi industri akan semakin marak,” kata dia kepada Katadata.co.id. Ini karena perusahaan akan mulai meningkatkan efisiensi rantai pasokan.

Leontius mengatakan kunci menghadapi pandemi yakni kolaborasi. Tokopedia bermitra dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi.

Pada 2021, e-commerce berpeluang tumbuh terutama dari UMKM.  Potensinya bertambah besar karena saat ini baru sekitar 9,4 juta dari 60 juta lebih UMKM di Indonesia yang merambah layanan digital.

Menurut Leontius, yang terpenting menjaga fundamental bisnis semakin kokok. “Apakah produk dan layanan yang diberikan merupakan solusi yang tepat? Bisnis dibangun atas trust, sehingga apa yang didapatkan merupakan proses,” kata dia.

Kolaborasi Fintech dan Perbankan Makin Semarak

Menjelang tutup tahun, Gojek melalui anak usahanya, Gopay, berinvestasi di Bank Jago hingga menguasai 22 % saham. Pemilik lama masih menjadi pengendali Bank Jago.

Gojek mengklaim aksi korporasi tersebut merupakan kolaborasi bank digital dan superapp yang pertama di Asia Tenggara. Kolaborasi itu juga memungkinkan decacorn Tanah Air ini mengembangkan model bisnis baru untuk dapat bermitra dengan lebih banyak institusi keuangan.

Sebelum GoPay, perusahaan fintech lending atau pembiayaan Akulaku merambah bank digital dengan mengakuisisi Bank Yudha Bhakti pada 2019, yang kini menjadi Neo Commerce. Kolaborasi ini merupakan simbioasis mutualime antara fintech dan bank. Bank akan mendapatkan keuntungan pengembangan keamanan digital dan memperluas penetrasi pinjaman atau channeling. Selama ini regulasi perbankan jauh lebih ketat ketimbang fintech yang menghambat penetrasi ke masyarakat.

Adapun fintech selama ini lemah mendapatkan data calon debitur. Sedangkan bank mempunyai akses terhadap data ini melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan. Bank Indonesia mendorong kemudahan transfer data antara-bank dan fintech dalam sistem Open Application Programming Interface (API) yang masih digodok standardisasinya.

Sistem API memungkinkan bank dan fintech untuk membuka data dan informasi keuangan dari nasabahnya. Sehingga akan ada tiga pihak yang terlibat implementasi API ini, yakni nasabah sebagai pemilik data, bank, dan fintech.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...