Usai Denda Alibaba, Tiongkok Makin Serius Kejar Pelanggaran Monopoli

Fahmi Ahmad Burhan
12 April 2021, 11:11
Alibaba, antimonopoli
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Kantor pusat Alibaba di Hangzhou, provinsi Zhejiang, China, Senin (11/11/2019).

Badan Regulasi Pasar Tiongkok (SAMR) Tiongkok makin serius memperkuat pengawasan antimonopoli terhadap perusahaan teknologi. Lembaga ini menambah tenaga kerja dan anggaran setelah berhasil mendenda raksasa teknologi Alibaba sebesar US$ 2,8 miliar atau Rp 40,9 triliun.

SAMR akan merekrut tambahan 20 hingga 30 orang. "Tenaga kerja ditingkatkan dari jumlah yang ada saat ini 40 orang," kata dua orang yang mengetahui masalah tersebut dikutip dari Reuters pada Minggu (11/4).

SAMR juga mencari tambahan tenaga kerja dari badan pemerintah lainnya untuk menangani kasus-kasus yang memerlukan penyelidikan ekstensif. Sekaligus mendelegasikan kewenangan peninjauan kasus ke biro lokalnya.

Peneliti di Institut Strategi Nasional Universitas Tsinghua Liu Xu mengatakan bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja dan anggaran diperlukan oleh regulator guna mendorong upaya tindakan tegas kepada perusahaan teknologi yang melakukan monopoli.

"Jika tidak, regulator tidak akan dapat menangani banyak kasus sekaligus. Publik pun akan mempertanyakan seberapa transparan proses penyelidikannya,” kata Liu.

SAMR menguatkan pengawasan monopoli dilakukan setelah mendenda Alibaba setara dengan 4% dari pendapatan perusahaan pada 2019.  SAMR menjatuhkan denda karena Alibaba dianggap melakukan praktik yang memaksa pedagang untuk memilih salah satu dari dua platform, alih-alih dapat bekerja dengan keduanya.

"Kebijakan ini menghambat persaingan di pasar ritel online Tiongkok dan melanggar bisnis pedagang di platform dan hak serta kepentingan konsumen yang sah," kata SAMR dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC Internasional pada Sabtu (8/3).

Menurut SAMR, strategi bisnis seperti itu juga memungkinkan Alibaba untuk meningkatkan posisinya di pasar dan mendapatkan keunggulan kompetitif yang tidak adil.

Selain denda, regulator mengatakan Alibaba harus mengajukan pemeriksaan sendiri dan laporan kepatuhan ke SAMR selama tiga tahun.

Alibaba mengatakan akan menerima hukuman itu dan akan mematuhi keputusan SAMR.  Alibaba mengatakan pihaknya sepenuhnya telah bersikap kooperatif dalam proses penyelidikan. Bahkan, Alibaba juga melakukan penilaian mandiri, dan telah menerapkan perbaikan pada sistem internalnya.

"Alibaba tidak akan mencapai pertumbuhan kami tanpa regulasi dan layanan pemerintah yang baik," kata perusahaan.



Beijing memang sudah menyelidiki Alibaba terkait dugaan monopoli sejak akhir tahun lalu. Tepatnya, setelah aturan antimonopoli yang baru itu dirilis SAMR pada November 2020.

Sebelum adanya aturan antimonopoli Tiongkok itu, Beijing mengandalkan Undang-undang (UU) Antimonopoli yang terbit pada 2007. Namun, ini berlaku bagi perusahaan asing yang mendominasi pasar.

Pada 2009 misalnya, aturan itu menjerat Coca-Cola dengan denda US$ 2,3 miliar karena memblokir pembelian China Huiyuan Juice Group. Enam tahun kemudian, perancang cip (chipset) Amerika Serikat (AS) Qualcomm didenda US$ 975 juta dan dipaksa menurunkan royalti.

Sedangkan menurut SAMR, aturan lama itu tidak dapat mengakomodasi tindakan monopoli perusahaan digital. SAMR pun membuat aturan antimonopoli baru yang menyasar perusahaan teknologi seperti Alibaba.

Selain menyasar Alibaba, SAMR juga sedang menyelidiki Tencent karena menguasai pasar digital di Tiongkok.

Kapitalisasi pasar gabungan antara Alibaba dan Tencent hampir US$ 2 triliun atau sekitar Rp 28.126 triliun. Khusus untuk Alibaba dan Tencent bahkan melampaui bank milik negara, seperti Bank of China.

Berdasarkan data Statista pada 2019, Tmall milik Alibaba menguasai pangsa pasar 50,1% penjualan e-commerce Tiongkok. Perusahaan yang berdiri pada 1999 ini awalnya hanya e-commerce. Kini bisnisnya menggurita ke banyak sektor seperti keuangan, media digital hingga komputasi awan (cloud).



Alibaba mencatatkan pertumbuhan pendapatan 37% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 221,1 miliar yuan atau US$ 33,9 miliar (Rp 475,4 triliun) pada kuartal akhir 2020.

Sedangkan pendapatan pengembang PUBG dan aplikasi WeChat, Tencent diperkirakan tumbuh 24,6% yoy menjadi 131,83 miliar yuan atau sekitar US$ 20,36 miliar pada tahun lalu. Penghasilan bersih diprediksi naik 29% menjadi 32,85 miliar yuan.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...