OJK Batasi Bank Danai Fintech, Berpotensi Menggerus Kredit UMKM
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menggodok aturan yang akan membatasi pemberi pinjaman atau lender institusi menyalurkan kredit lewat penyelenggara teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Pembatasan tersebut dikhawatirkan berdampak pada penurunan ekspansi penyaluran kredit fintech lending bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
OJK membuat regulasi tersebut untuk memperjelas kriteria lender institusi, terutama yang berasal dari luar negeri. Sehingga fungsi pengawasan lebih efektif dan terukur.
Selain itu, penyaluran kredit lender institusi seperti bank, dibatasi 25% dari total outstanding tahunan penyelenggara fintech lending. Melalui aturan itu, OJK juga mendorong fintech lending mengakomodasi masuknya pendanaan dari lender ritel atau perorangan.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, pembatasan pendanaan dari lender institusi terutama perbankan akan membuat porsi lender menurun. "Sehingga, ekspansi fintech lending kepada UMKM tidak setinggi biasanya," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (30/11).
Padahal, perbankan gencar berkerja sama dengan fintech lending melalui skema channeling untuk menyasar UMKM. Nilai pendanaan dari perbankan juga besar.
Sedangan, apabila mengandalkan ritel, akan sulit bagi fintech lending berekspansi memperluas penyaluran pinjaman pada UMKM. "Pendanaan dari lender ritel itu skalanya tidak besar," ujar Bhima.
Selain berdampak pada penyaluran pinjaman fintech lending, kebijakan pembatasan dari OJK ini akan membuat bank kesulitan dalam memberikan pendanaan bagi UMKM. "Sebab, biaya operasional penyaluran pinjaman bank menjadi mahal," ujarnya.
Co-founder sekaligus CEO KoinWorks Benedicto Haryono menilai, kerja sama fintech dan perbankan sebenarnya bisa meminimalkan biaya. “Perbankan memiliki keuntungan dari segi ‘bola kristal’. Hikmah apa yang bisa diambil? Saya kira tren (kolaborasi) akan terus berlangsung,” ujar Benedicto tahun lalu.
Division Head of Digital Banking Development & Operation Division, BRI Muhammad Ghifary mengatakan, kerja sama antara fintech lending dan perbankan juga bisa memperluas pasar penyaluran pinjaman. "Akan mempercepat inklusi keuangan bagi UMKM," katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (30/11).
Sebab, sekitar 70% dari seluruh UMKM di Indonesia yang belum mendapat dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan lain.
BRI pun gencar berkolaborasi dengan fintech lending, misalnya, dengan Modal Rakyat. Melalui kolaborasi itu, BRI berkomitmen menyalurkan pembiayaan hingga Rp 30 miliar untuk UMKM melalui Modal Rakyat.
Selain BRI, Bank Mandiri juga menggaet fintech lending Investree untuk menyalurkan pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Skema kerja sama ini channeling, yang artinya Investree menjadi perpanjangan tangan Bank Mandiri untuk menyalurkan pembiayaan.
Badan usaha milik negara (BUMN) ini pun berhak menentukan penerima kredit. Bank Mandiri juga bisa memanfaatkan teknologi penilaian kredit (credit scoring) milik Investree. Ini dapat membantu perusahaan memetakan UMKM mana yang cocok untuk diberikan pinjaman, sekaligus mengukur risiko kredit.
Kemudian, Akseleran berkolaborasi dengan Bank Central Asia (BCA) untuk menyalurkan pinjaman Rp 30 miliar kepada UMKM. Kolaborasi ini dengan skema channeling.
Di sisi lain, alasan OJK menggodok aturan pembatasan lender institusi itu adalah untuk mengikis ketergantungan fintech lending pada lender besar seperti bank. "Ketergantungan platform sangat tinggi pada lender tertentu," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W Budiawan kepada Katadata.co.id, Jumat (26/11).
Menurutnya, platform fintech lending dengan jumlah lender institusi yang sedikit tetapi menguasai akumulasi kredit, kurang baik dari sisi manajemen risiko. "Lender dapat mengendalikan penyelenggara fintech," ujar Bambang.
OJK juga membatasi lender institusi karena porsinya mendominasi dibandingkan lender ritel. "Padahal, fintech lending pada dasarnya jenis urun dana (crowdfunding). Lender yang paling banyak seharusnya dari publik," katanya.
Berdasarkan data OJK per September, penyaluran pinjaman dari lender ritel atau perorangan hanya sekitar 22% atau Rp 6 triliun. Sedangkan lender institusi baik dalam dan luar negeri mencapai Rp 19,75 triliun.