Ancaman Blokir Google hingga Facebook Dianggap Hanya Menakuti-nakuti
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengancam akan memblokir raksasa teknologi global seperti Google dan Meta yang hingga saat ini belum mendaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat di Indonesia. Namun, sejumlah pihak meragukan keberanian Kominfo dalam menjalankan pemblokiran tersebut.
Peneliti teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, berdasarkan apa yang terjadi di sejumlah negara, kemungkinan pemblokiran akan sulit dilakukan. "Bagi PSE asing tersebut, ini dianggap hanya sebagai upaya menakut-nakuti saja," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (4/7).
Apalagi, menurutnya daya tawar Kementerian Kominfo terhadap perusahaan teknologi asing itu rendah. "Banyak PSE yang tidak taat terhadap regulasi yang ada di Indonesia," katanya.
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda juga mengatakan, Kominfo sulit memblokir karena tidak ada pelanggaran besar yang dilakukan raksasa teknologi global itu. "Selama tidak melanggar Undang-Undang (UU), akan susah memblokir mereka," ujarnya.
Layanan yang dibawa Google hingga Meta masih diminati oleh masyarakat. Anak usaha Meta, Facebook misalnya masih menjadi salah satu media sosial yang banyak digunakan masyarakat Indonesia.
Bahkan jumlah pengguna media sosial besutan Mark Zuckerberg itu nomor dua terbesar di Asia, setelah India, mengacu data Internetworldstats. Pengguna Facebook di Indonesia mencapai 175,3 juta pada akhir Maret 2021.
Angka tersebut setara dengan 63,4% dari total populasi yang mencapai 276,36 juta jiwa (estimasi 2021) atau 82% dari pengguna internet di Indonesia.
"Layanan mereka juga tidak menimbulkan kerugian. Jadi kalau hanya dasar belum daftar PSE sulit diblokir. Mereka sudah bertahun-tahun beroperasi, sudah ditarik pajak juga," ujarnya.
Nailul mengatakan, apabila pemerintah sampai memblokir Google hingga Meta, akan timbul ekonomi ilegal atau illicit economy. "Selain tidak tercatat dalam transaksi masyarakat, juga akan merugikan negara dengan kehilangan potensi penerimaan pajak," katanya.
Selain itu, Indonesia juga akan dinilai sebagai negara yang tidak ramah terhadap perusahaan teknologi apabila melakukan pemblokiran. "Ini akan menurunkan investasi yang masuk," ujarnya.
Diketahui, Kementerian Kominfo mengancam akan memblokir PSE apabila belum mendaftar hingga 20 Juli. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pengerapan mengatakan, Kominfo meminta PSE dari negara manapun tunduk pada aturan lokal.
"Apabila PSE tidak daftar sampai batas akhir, maka PSE itu dikategorikan ilegal dan kami blokir," kata Samuel dalam konferensi pers, Senin (27/6).
Pendaftaran PSE merupakan amanat Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Pasal 47 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat, dan perubahannya.
Pendaftaran PSE dapat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS) yang telah disiapkan. Melalui OSS, penyelenggara PSE lingkup privat dengan mudah melakukan proses pendaftaran yang juga disiapkan panduan.
Total baru ada 4.753 PSE domestik dan 80 PSE asing yang mendaftar ke Kementerian Kominfo. Ada juga 2.000 lebih perusahaan yang ditunggu untuk memperbaharui data pendaftaran.