ESDM Sebut Pengembangan EBT untuk Cegah Krisis Energi
Pengembangan energi dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) diarahkan untuk menjaga ketahanan energi nasional sekaligus upaya untuk memberikan akses energi secara merata kepada masyarakat. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana mengatakan beberapa negara yang mengalami krisis energi belakangan ini merupakan negara yang memiliki ketahanan energi yang minim.
"Beberapa negara yang mengalami krisis energi itu mereka yang lebih banyak energinya berasal dari impor," kata Dadan saat menjadi pembicara webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022 atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Selasa (23/8).
Guna menghindari hal serupa, pemerintah sedang menyiapkan sejumlah regulasi untuk mempercepat implementasi EBT. Salah satunya dengan membuat UU Energi Baru dan Terbarukan yang saat ini masih dalam proses penyusunan DPR bersama pemerintah.
Dadan menyebut sumber energi yang diperoleh dari dalam negeri bisa menurunkan harga jual. Dadan pun tak menampik bahwa nilai investasi di awal transisi energi membutuhkan dana yang besar. "Butuh pendanaan yang tidak kecil dan teknologi untuk mendorong program ini agar terlaksana. Transisi energi bisa menjadi momen yang baik untuk meningkatkan ketahanan energi dan harganya bisa lebih bersaing," kata dia.
Pada kesempatan tersebut, Dadan mengatakan bahwa gas bumi bakal menjadi elemen penting dalam proyek transisi energi di Indonesia. Walau gas bumi merupakan energi fosil, tingkan emisi yang dihasilkan lebih rendah dari energi fosil lainnya seperti batu bara dan minyak bumi. "Energi fosil masih menjadi tulang punggung, terutama gas karena emisisnya lebih renah dari energi fosil lain," ujar Dadan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia baru memanfaatkan 2,5% atau 10,4 Giga Watt (GW) dari total potensi energi baru dan terbarukan 437,4 GW dari enam sumber energi potensial di Tanah Air.
Dari keenam tersebut, potensi energi panas matahari atau solar merupakan yang terbesar, yakni 207,8 GW. Namun pemanfaatannya baru 0,07% atau 153,5 Mega Watt Peak (MWp). Rincian potensi energi baru dan terbarukan, serta penggunaannya di Indonesia sebagai berikut:
- Panas matahari: Potensi 207,8 GW, baru terpakai 153,5 MWp atau 0,07%;
- Tekanan air atau hidro: Potensi 94,6 GW, baru terpakai 6.121 MW atau 8,16%;
- Bioenergi: Potensi 67,8 GW, baru terpakai 1.905,3 MW atau 5,8%;
- Bayu atau angin: Potensi 60,6 GW, baru terpakai 154,3 MW atau 0,25%;
- Panas bumi: Potensi 23,9 GW, baru terpakai 2.130,7 MW atau 8,9%;
- Gelombang laut: Potensi 17,9 GW, belum terpakai sama sekali.
"Indonesia punya energi baru dan terbarukan itu 437,4 GW. Potensinya dari geothermal, angin, laut, macam-macam. Ini besar sekali angkanya," ujar Luhut saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Jumat (18/8).