Kronologi Kemelut Jiwasraya dari Masa SBY hingga Jokowi

Yuliawati
Oleh Yuliawati
22 Desember 2019, 10:10
kemelut Jiwasraya, asuransi, kronologi kasus Jiwasraya
Jiwasraya.co.id
Kantor Jiwasraya di Jakarta. Persoalan keuangan yang membelit Jiwasraya bertambah parah sejak 2006.

Presiden Joko Widodo menyebut persoalan keuangan yang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah terjadi lebih dari 10 tahun. Jokowi menyatakan persoalan yang dihadapi BUMN bidang asuransi yang terjadi sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukanlah masalah yang ringan.

"Dalam tiga tahun ini sebetulnya kami sudah tahu dan ingin menyelesaikannya, tapi ini bukan masalah yang ringan," kata Presiden Jokowi, beberapa hari lalu.

Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. Saat ini Kejaksaan Agung sedang menyidik dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun.

(Baca: Jokowi Sebut Masalah Keuangan Jiwasraya Sejak 10 Tahun Lalu)

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Katadata.co.id, kemelut di perusahaan asuransis pelat merah tersebut tercium sejak 2006 atau ketika pengawasan asuransi masih di bawah lembaga Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Kemelut Jiwasraya ini merupakan keberlanjutan dari krisis moneter 1998 yang membuat dunia perbankan dan keuangan kesulitan karena nilai tukar rupiah turun drastis.

Advertisement

Jiwasraya ikut terpuruk karena diduga manajemen ketika itu mengalihkan investasi pada deposito dalam denominasi rupiah yang menawarkan bunga hingga 60%. Padahal, Jiwasraya memiliki banyak produk dengan mata uang dolar AS. Sejak itu Jiwasraya sulit mencari jalan keluar apalagi perusahaan asuransi tidak mendapat bantuan (bail out) dari pemerintah seperti perbankan.

(Baca: Jaksa Agung Sebut Ada Korupsi di Jiwasraya Rugikan Negara Rp 13,7 T )
Berikut kronologi kemelut Jiwasraya dan berbagai upaya yang ditempuh pemerintah:

2006   

Berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2006, ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun. Penyebab defisit asuransi Jiwasraya adalah aset yang jauh lebih rendah dibandingkan kewajiban. Ketika itu Kantor Akuntansi Pubolik (KAP) Soejatna, Mulyana dan Rekan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan akhir 2006 (audited).

2007

KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan tetap memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangan. Sementara BPK menilai disclaimer atau keuangan Jiwasraya tak dapat diandalkan untuk mendukung kewajiban manfaat polis.

2008

Berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2008, defisit semakin lebar menjadi Rp 5,7 triliun. KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan menyebut Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Pada tahun ini, dipilih Direktur Utama Hendrisman Rahim yang menggantikan Herris Simanjuntak.

Hendrisman dibantu oleh Indra Catarya Situmeang sebagai Direktur Pertanggungan, De Yong Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai Direktur Keuangan.

(Baca: Eks Direktur Keuangan Jiwasraya yang Pernah Masuk Kantor Staf Presiden)

2009

Perusahaan mengalami defisit Rp 6,3 triliun karena aset jauh lebih kecil dari kewajibannya kepada para pemegang polis.  Jiwasraya meminta suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Kementerian BUMN, namun ditolak.

Direksi yang di bawah pimpinan Hendrisman dan Hary kemudian mengambil langkah reasuransi atau menjual sebagian besar klaim polis kepada perusahaan asuransi internasional di Amerika Serikat untuk masa beberapa tahun. Langkah reasuransi ini membuat kewajiban klaim asuransi Jiwasraya menjadi Rp 4,7 triliun dari yang seharusnya Rp 10,7 triliun.

Dalam laporan keuangan perusahaan tercatat laba Rp 800 miliar. Ketika itu KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan memberikan opini WTP.

2010-2012

Direksi melanjutkan skenario reasuransi. Dua perusahaan akuntan memberikan opini WTP, yakni KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan dan KAP Hertanto, Sidik dan Rekan.

2013

Berdasarkan laporan keuangan (audited) pada akhir 2013, ekuitas perseroan surplus Rp 1,75 triliun. Skenario reasuransi mulai tidak diperkenankan dan diganti dengan revaluasi aset. Revaluasi atas semua aset yang dimiliki seperti properti, investasi, dan aktiva tetap. Ditambah dengan akumulasi laba ditahan sejak tahun 2008-2013, totalnya dapat menutup beban kewajiban.

Hasil revaluasi ini, aset dari Rp 208 miliar menjadi Rp 6,3 triliun. Pada akhir tahun, tercatat perseroan mendapatkan laba Rp 457,2 miliar. KAP Hertanto, Sidik dan Rekan memberikan opini WTP.

Pada tahun ini Jiwasraya meluncurkan produk bancassurance JS Saving Plan yang bekerja sama dengan tujun bank. Asuransi sekaligus investasi yang menyasar kelas menengah atas ini memiliki premi dibayarkan sekaligus Rp 100 juta. Produk ini ditawarkan dengan imbal hasil pasti sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018, dengan periode pencairan setiap tahun.

(Baca juga: Bayar Tunggakan, Jiwasraya Putra Diharap Dapat Investor Kuartal I 2020)

Periode ini, Hendrisman dan Hary dianggap berhasil membenahi Jiwasraya selama lima tahun kepemimpinannya. Mereka dipilih kembali untuk mengelola Jiwasraya periode lima tahun ke depan.

2014-2016

Pada 2014 hingga 2016, perseroan melaporkan ekuitas surplus berturut-turut Rp 2,4 triliun, Rp 3,4 triliun dan Rp 5,4 triliun. Pada 2014, pertumbuhan laba perseroan sebesar 44% menjadi Rp 661 miliar. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Jiwasraya sudah merdeka dari kebangkrutan. Dia memuji Hendrisman dan Hary yang berhasil membukukan laba dengan langkah reasuransi dan revaluasi aset.  

Dalam audit laporan keuangan 2014-2015, KAP Djoko, Sidik dan Indra memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sementara pada laporan keuangan 2016, KAP PricewaterhouseCoopers (PWC)  memberikan opini WTP.

Pada masa ini, manajemen Jiwasraya diduga membuat laporan aset investasi keuangan yang overstated (melebihi realita) dan kewajiban yang understated (di bawah nilai sebenarnya).

BPK mulai mengaudit Jiwasraya atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional 2014-2015.

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement