Potensi Kegaduhan dari Rencana Perppu Reformasi Sistem Keuangan
Wacana terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan atau Perppu tentang Reformasi Sistem Keuangan kembali mencuat. Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mengatur reformasi sistem keuangan.
Piter menyoroti wacana pengembalian fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Bank Indonesia (BI) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut dia tidak patut bila wacana tersebut terealisasi di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 seperti sekarang.
“Yang jelas Perppu itu tujuannya apa? Kita jangan buru-buru di tengah gejolak seperti ini,” ujar Piter dikutip dari Antara, Senin (31/8).
Dia menilai BI, OJK, serta LPS telah menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan tersebut tidak akan membuat perekonomian Indonesia terhindar dari potensi terjadinya resesi mengingat permasalahan sebenarnya adalah pada wabah Covid-19.
Piter menyebut mengembalikan fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI bukan solusi untuk keluar dari potensi resesi. “Fokus saja dulu, selesaikan dulu wabahnya. Ini ada kaitannya dengan pemerintah yang terlalu ingin terbebas dari resesi,” katanya.
Apalagi, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) setiap triwulan selalu menegaskan bahwa stabilitas sistem keuangan nasional masih normal, stabil, dan baik. “Isinya selalu mengatakan sistem keuangan kita baik dan stabil. Jadi menurut saya tidak pas. Ini mencari-cari kesalahan otoritas lain,” tegas Piter.
Piter mengingatkan tidak ada gunanya meributkan atau memunculkan wacana pengembalian fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI karena justru dapat memperkeruh suasana. “BI, OJK, dan LPS, selama wabah, sudah berkontribusi baik tapi kontribusinya tidak bisa diukur dengan adanya resesi. Resesi juga bukan salah siapa-siapa. Itu bikin gaduh saja,” katanya.
Ia pun menyarankan agar pemerintah lebih baik fokus pada penanganan pandemi seperti penemuan vaksin. “Pemerintah sebaiknya fokus pada penanggulangan wabah. Ini sumbernya dari wabah. Ini masalahnya apa, solusinya apa, itu enggak jelas,” ujarnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menagatakan belum ada informasi lebih lanjut mengenai perkembangan rencana itu. "Saya belum dengar lagi," kata Prastowo kepada Katadata.co.id, Senin (31/8).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan sedang menyiapkan Perppu tentang reformasi sistem keuangan, untuk mengantisipasi dampak Covid-19 yang bisa saja merembet ke stabilitas sistem keuangan. Pemerintah tengah mengkaji aturan untuk mengetahui seberapa besar ketahanan sistem keuangan dalam menghadapi krisis Covid-19.
"Ini yang sekarang dilakukan oleh pemerintah. Kami berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melihat dan memonitor krisis Covid-19, bagaimana dampak dan langkah-langkahnya di keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mendukung pemerintah menerbitkan Perppu Reformasi Sistem Keuangan jika memang diperlukan. Kendati demikian, belum ada urgensi peluncuran Perppu tersebut di saat pandemi saat ini. "Tak ada alasan mendesak," kata Hendrawan.
Penerbitan Perppu, lanjut dia, berpotensi memberi guncangan di pasar keuangan dan memancing sentimen negatif pasar kepada Tanah Air.
Hendrawan berharap pemerintah bisa memberi ruang kepada DPR untuk mencermati terlebih dahulu rencana Perppu tersebut. "Karena fungsi legislasi DPR membuat undang-undang dan menata merevisi semuanya secara matang," ujar dia.