Risiko Gelombang Restrukturisasi Kredit di Masa PSBB Jilid II

Image title
16 September 2020, 06:00
restrukturisasi kredit, NPL, bank, perbankan
123RF.com/Artit Aungpraphapornchai
Pembatasan sosial berskala besar di Jakarta untuk mengatasi pandemi corona akan berdampak ke sektor ekonomi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat pengendalian Covid-19 dengan memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai Senin (14/9). Kalangan perbankan menilai penerapan PSBB kali ini, tidak akan memberikan dampak kenaikan permintaan restrukturisasi kredit yang signifikan.

Alasannya, masyarakat, pengusaha dan pemerintah lebih dapat mengendalikan dampak PSBB periode kedua, sehingga guncangannya tak akan sebesar periode pertama.  "Penerapan PSBB kedua ini lebih fleksibel dari sebelumnya, di mana beberapa sektor bisnis termasuk mal dan pasar masih dapat beroperasi dengan kapasitas minimal," kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo kepada Katadata.co.id, Selasa (15/9).

Berbagai dukungan program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah dianggap membantu debitur untuk bertahan dan pulih kembali. Program tersebut di antaranya subsidi bunga UMKM, penjaminan kredit UMKM dan korporasi, bantuan presiden produktif, dan bantuan sosial.

Advertisement

Selama periode Maret-Agustus 2020, BRI merestrukturisasi kredit untuk 2,9 juta debitur dengan nilai mencapai Rp 189 triliun. Nilai kredit yang masih akan direstrukturisasi mencapai Rp 10 triliun, yang berasal dari dari segmen korporasi. Sehingga pada akhir 2020 diperkirakan total nilai restrukturisasi menjadi Rp 200 triliun. "Tren restrukturisasi per bulan telah menurun, sejalan dengan mulai pulihnya ekonomi masyarakat," kata Haru.

Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ahmad Siddik Badruddin juga berpendapat PSBB tahap 2 di DKI Jakarta tidak akan berdampak terlalu signifikan terhadap kinerja debitur, mengingat perbedaannya dengan PSBB transisi tidak terlalu banyak.

Pemprov Jakarta hanya akan memperketat tingkat okupansi perkantoran, tempat rekreasi, dan restoran atau cafe. "Sehingga dampak terhadap restrukturisasi debitur masih dalam rentang perkiraan kami," kata Ahmad Siddik saat dihubungi.

PSBB Jakarta Jilid 2
Pembatasan kegiatan perkantoran selama PSBB. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)




Bank Mandiri menargetkan restrukturisasi kredit hingga akhir tahun ini mencapai Rp 140-150 triliun. Hingga saat ini, Bank Mandiri telah merestrukturisasi kredit Rp 120 triliun dan hingga akhir tahun menyisakan tambahan kredit yang direstrukturisasi sebesar Rp 20 triliun-30 triliun.

Adapun Direktur Finance, Planning, and Treasury PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon L.P. Napitupulu mengatakan perseroannya lebih siap menghadapi penerapan PSBB Jilid II di DKI Jakarta karena sudah banyak ketentuan yang dikeluarkan pemerintah dan pengawas dalam menghadapi Covid-19.

BTN merestrukturisasi kredit pemilikan rumah (KPR) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mayoritas debiturnya ada di luar wilayah Ibu Kota. Per Juni 2020, restrukturisasi kredit mencapai Rp 36,46 triliun.

Dari perbankan swasta, PT Bank Central Asia Tbk selama periode Maret-Juni 2020, memproses pengajuan restrukturisasi kredit sebesar Rp 115 triliun atau sekitar 20% dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah.

"Per 30 Juni 2020, total kredit yang telah selesai direstrukturisasi tercatat sebesar Rp 69,3 triliun atau 12% dari total portofolio kredit," kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F Haryn.

BCA kemungkinan meningkatkan restrukturisasi kredit di tengah penerapan PSBB jilid kedua hingga akhir tahun ini. Menurutnya, persentase kredit yang direstrukturisasi sampai akhir tahun sebesar 20-30% dari total portofolio kredit, berasal dari 200 ribu -250 ribu nasabah.

Kebijakan restrukturisasi kredit ini bermula sejak PSBB Jilid I pada periode April hingga awal Juni 2020. Saat itu kegiatan perekonomian pun menjadi melambat sehingga banyak bisnis yang kesulitan membayar utang-utangnya ke bank. Hal tersebut bisa berisiko terhadap kredit macet alias non-performing loan (NPL) bank yang meningkat.

Untuk menyiasati itu OJK menerbitkan peraturan nomor 11, di mana perbankan bisa meningkatkan kualitas kredit menjadi berstatus lancar alias tidak NPL setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK, yaitu sampai Maret 2021. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit mencapai Rp 695,34 triliun hingga 22 Juni 2020. Gelombang restrukturisasi kemudian terus melambat sejak saat itu. Per 10 Agustus 2020, total kredit yang direstrukturisasi nilainya Rp 837,64 triliun. Artinya, bertambah sekitar Rp 142,3 triliun saja.

Risiko NPL Perbankan Terus Meningkat

Pada semester I 2020, rasio kredit bermasalah atau NPL mayoritas bank besar mengalami peningkatan meskipun perbankan merestrukturisasi kredit terhadap debitur yang terdampak Covid-19.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement