Penuhi Aturan Bursa, BRI Syariah Siap Tambah Porsi Saham Publik
PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) berkomitmen untuk menambah jatah kepemilikan saham publik setelah proses merger dengan bank syariah BUMN lainnya. Hal tersebut, untuk memenuhi persyaratan Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam hal saham free float.
"Memang menjadi kewajiban perusahaan setelah merger, untuk melakukan penambahan rasio kepemilikan saham publik dalam jangka waktu tertentu," kata Direktur BRI Syariah Fahmi Subandi dalam paparan publik secara virtual, Kamis (5/11).
Dalam skema merger yang diunggah oleh perusahaan, nantinya ada delusi pada persentase kepemilikan saham BRI Syariah saat ini. Salah satunya saham publik, di mana kepemilikan totalnya sebanyak 1,79 miliar atau 18,47% yang berubah menjadi 4,4% usai merger efektif.
Ketentuan tentang free float dan jumlah pemegang saham minimal perusahaan tercatat diatur dalam ketentuan V.1, dimana jumlah saham yang dimiliki pemegang saham non-pengendali dan bukan pemegang saham utama paling kurang 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Meski begitu, Fahmi belum mengungkapkan skema yang ditempuh oleh BRI Syariah dalam memenuhi ketentuan BEI tersebut. "Karena akan terdelusi menjadi 4%, ada kewajiban dalam jangka waktu tertentu meningkatkan rasio kepemilikan publiknya," kata Fahmi.
Selain saham publik, kepemilikan saham BRI Syariah saat ini yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga akan terdelusi dan tidak menjadi pengendali lagi. BRI akan memiliki saham sebanyak 7,09 miliar saham bank hasil merger tersebut atau setara dengan 17,4% dari total seluruh saham dari 73%.
Pemegang saham pengendali bank hasil merger dengan Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah ini yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Jumlah sahamnya merepresentasikan 51,2% peningkatan modal di bank hasil merger.
Meski bakal dimerger dengan bank syariah BUMN lainnya, namun fokus bisnis dari bank hasil merger dipastikan tidak akan berubah, bahkan bertambah. Pasalnya, masing-masing bank syariah yang dimerger, memiliki fokus bisnis yang berbeda-beda.
"Pada intinya, segmen yang digarap masing-masing tiga bank syariah ini akan tetap berlanjut," kata Direktur Utama BRI Syariah Ngatari dalam kesempatan yang sama.
Sebagai bank yang menerima hasil penggabungan BRI Syariah tetap mempertahankan fokus pada pembiayaan kepada nasabah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sementara, Bank Mandiri Syariah yang memiliki aset paling besar, tetap fokus pada pembiayaan wholesale.
Sementara, Bank BNI Syariah fokus pada pembiayaan konsumer, juga bakal dipertahankan usai merger. "Kami sampaikan, setelah merger, bank hasil merger akan fokus pada segmen wholesale dan consumer. Hal ini tidak terlepas dari produk tiga bank peserta penggabungan serta rencana bisnis bank hasil penggabungan," kata Ngatari.
Selain itu, bank hasil merger juga bakal menjajaki ekspansi bisnis dengan masuk ke pasar penerbitan sukuk dan aset manajemen global. Pertimbangannya, potensi pasar bisnis tersebut masih sangat besar dan saat ini, masing-masing bank syariah BUMN tersebut belum menggarap bisnis itu.
Bank hasil penggabungan akan memiliki modal dan aset yang kuat dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, maupun produk dan layanan keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan prinsip syariah.
Hal ini diharapkan mampu meningkatkan penetrasi aset syariah serta meningkatkan daya saing untuk mencapai visi untuk menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar secara global dalam waktu 5 tahun.
Total aset dari bank hasil penggabungan akan mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun. Dengan demikian bank ini masuk ke dalam 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset dan 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar. Bank hasil penggabungan akan tetap menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode BRIS.