RI Mulai Vaksinasi, Mengapa Saham Blue Chip Naik tapi Farmasi Anjlok?
Presiden Jokowi menjadi orang Indonesia yang pertama kali menerima vaksin virus Covid-19. Pelaku pasar saham merespons positif momen tersebut. Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup naik 0,62% menjadi 6.435.
Investor asing juga berbondong masuk ke pasar saham Indonesia dengan membukukan nilai beli bersih mencapai Rp 1,05 triliun.
Yang menarik, harga saham tujuh emiten farmasi dan sektor pendukungnya anjlok menyentuh level terendah yang diijinkan oleh bursa atau auto reject bawah. Beberapa saham yang harganya anjlok hari ini seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sebesar 6,81% menjadi Rp 6.500 per saham.
Saham PT Indofarma Tbk (INAF) juga anjlok 6,81% menjadi Rp 6.500 per saham. Emiten farmasi swasta PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga mengalami penurunan 6,85% menjadi Rp 1.565 per saham.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, harga saham perusahaan farmasi yang sudah tinggi membuat pelaku pasar melakukan aksi ambil untung alias profit taking.
Saham-saham yang malah terkerek program vaksinasi adalah emiten-emiten dengan nilai kapitalisasi pasar besar alias saham-saham blue chip. "Emiten blue chip secara tidak langsung bisa merespons kenaikan harganya karena investor asing bisa net buy pada saham blue chip," kata Sukarno.
Para investor asing memborong saham-saham blue chip dengan nilai beli bersih mencapai Rp 1,05 triliun. Asing memborong beberapa saham blue chip seperti Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai bersih mencapai Rp 647,1 miliar. Lalu, pada saham PT Astra International Tbk (ASII) dengan nilai beli bersih Rp 162,6 miliar.
Kepala Divisi Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya mengatakan, pelaku pasar telah merespons positif program vaksinasi sejak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin penggunaan darurat untuk vaksin Sinovac pada Senin (11/1).
Perolehan izin edar darurat ini membuat pelaku pasar dan masyarakat secara umum menjadi semakin percaya dengan keamanan vaksin. Pemberian izin ini menepis keraguan beberapa pihak atas keamanan vaksin karena riset yang sangat cepat.
Apalagi ditambah Presiden menjadi orang pertama yang divaksin. "Itu strategi bagus untuk menunjukkan keamanan dari vaksin. Mungkin ini strategi Pak Jokowi untuk membangun kenyamanan masyarakat," kata Hariyanto.
Indonesia sejak tahun lalu mengimpor 3 juta vaksin buatan Sinovac dari Tiongkok. Selain itu, sebanyak 15 juta bahan baku vaksin Sinovac tiba pada 12 Januari 2021. Selanjutnya, Indonesia mengupayakan pengadaan vaksin lewat mekanisme COVAX yang melibatkan kerja sama WHO dan banyak negara.
IHSG Potensi Terkoreksi
IHSG yang mendekati level 6.460 berpotensi mengalami koreksi. Sejak memasuki 2021, IHSG sudah mengalami kenaikan hingga 7,62% dan hanya sekali ditutup turun. Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai sebenarnya IHSG sudah rentan mengalami koreksi.
Ketika terjadi koreksi dia memperkirakan akan berlangsung lama dalam periode mingguan. "Kenaikan IHSG secara teknikal juga berlebihan, jenuh beli, dan valuasinya terlalu tinggi," kata Janson kepada Katadata.co.id.
Janson Nasrial menilai, sentimen kedatangan dan distribusi vaksin Covid-19 sudah terukur sejak lama. Namun, harga tersebut belum mempertimbangkan adanya risiko dalam distribusi vaksin yang mungkin menghadapi kendala logistik.
"Atau risiko munculnya varian baru Covid-19 yang lebih gampang menyebar dan risiko dari overcapacity rumah sakit. Kalau mendekati koreksi panjang, bermain di saham defensif," kata Janson.
Menurut Janson, saham-saham defensif yang menarik diamati kala menghadapi koreksi yang panjang seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan target harga Rp 11.000 per saham. Lalu, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan target Rp 8.200 per saham.
Sementara itu, Sukarno Alatas menilai ada saham alternatif selain farmasi yang berpotensi terkerek vaksinasi. "Ada emiten yang melakukan distribusi vaksin lainnya, seperti PT Dewata Freight International Tbk (DEAL) yang mulai mengembangkan usaha distribusi vaksin," kata dia.
Hariyanto mengatakan, saham-saham rumah sakit pun sebenarnya menarik secara fundamental di tengah pandemi Covid-19 ini. Kasus Covid-19 membuat utilisasi kamar setiap rumah sakit terus meningkat, dengan peluang profitabilitas yang lebih tinggi. Hal ini membuat laba bersih rumah sakit bakal meningkat.
"Fundamental emiten rumah sakit sangat diuntungkan dari kasus Covid-19 yang melanda. Analis kami suka dengan saham rumah sakit yaitu PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL)," kata Hariyanto.