Sri Mulyani: Indonesia Merugi Rp 1.356 Triliun Akibat Pandemi Covid-19

Agatha Olivia Victoria
29 April 2021, 14:47
Sri Mulyani, covid-19
Katadata
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan tantangan yang dihadapi di era digita, mulai dari infrastruktur hingga pelaku yang cenderung oligopoli dalam acara Indonesia Data and Economic Conference 2021 sponsored by East Ventures.Selasa (23/3).

Kementerian Keuangan memperkirakan pandemi Covid-19 membuat nilai ekonomi nasional yang hilang sebesar Rp 1.356 triliun pada 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan angka tersebut merupakan 8,8% dari produk domestik bruto (PDB) tahun lalu.

Ia menjelaskan, jumlah kerugian tersebut berasal dari selisih realisasi PDB pada tahun lalu yakni minus 2,07% dengan target pertumbuhan ekonomi dalam 2020 sebesar 5,3%. "Covid-19 adalah suatu tekanan yang luar biasa dalam hal ini," kata Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2021, Kamis (29/4).

Advertisement

Sri Mulyani menyebutkan kerugian terjadi karena APBN merupakan instrumen utama yang melakukan countercyclical atau menahan dampak pandemi agar ekonomi tidak terlalu merosot ke bawah. Dengan demikian, terjadilah peningkatan defisit anggaran di atas 3% yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, defisit terjadi karena belanja Negara meningkat sedangkan pendapatan menurun pada tahun lalu. Respons fiskal dalam menghadapi pandemi pada 2020 terlihat dari belanja negara yang meningkat hingga Rp 284,2 triliun atau tumbuh 12,3% menjadi Rp 2.589,9 triliun.

Kemudian, realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020 sebesar Rp 579,8 triliun. Utang neto pun meningkat menjadi Rp 1.226,8 triliun atau 7,8% dari PDB 2020 dan beban bunga utang juga naik Rp 38,6 triliun menjadi Rp 314,1 triliun atau 2% PDB.

Sri Mulyani menyebutkan bahwa pendapatan negara tahun lalu anjlok 16% atau Rp 312,8 triliun. Dari total tersebut, penerimaan perpajakan saja terkontraksi hingga 16,9% atau turun Rp 261 triliun.

Pada 2021, pemerintah juga masih melihat kebutuhan belanja yang meningkat dan penerimaan negara yang belum sepenuhnya pulih. "Karena kami selalu tetap memberikan dukungan bagi sektor usaha dan masyarakat yang masih menghadapi Covid-19," ujar dia.

Meski defisit melebar menjadi 6,1% pada 2020, dia berpendapat bahwa rasio kekurangan anggaran Indonesia masih relatif moderat. Rasio utang publik terhadap PDB juga relatif baik dibandingkan Negara G-20 dan ASEAN.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement