Pajak Orang Superkaya, Opsi Menambah Kas Negara Selain Kenaikan PPN

Agatha Olivia Victoria
13 Mei 2021, 10:00
PPN, pajak,
ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.
Pusat Perbelanjaan 23 Paskal Shopping Center, Bandung, Jawa Barat, Minggu (2/5/2021).

Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang berlaku saat ini 10%, menuai kritik. Pemerintah diminta menunda keputusan menaikan tarif PPN dan mengkaji berbagai alternatif untuk menambah penerimaan negara.

Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan, salah satu alternatif untuk menambah penerimaan negara dengan menarik pajak orang super kaya. "Butuh dukungan politik yang kuat jika ini diberlakukan di Indonesia," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (11/5).

Penarikan pajak di kalangan elite atas ini bukanlah ide yang baru, organisasi internasional seperti Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan Dana Moneter Internasional (IMF) pun mendukung penerapan ide ini. Organisasi Millionaires for Humanity pun menyebutkan sejumlah miliarder menyatakan kesediaannya untuk membantu negaranya melalui pembayaran pajak kekayaan yang dimilikinya untuk menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Di Indonesia, survei dilakukan oleh Glocalities dan Millionaires for Humanity kepada 1.051 masyarakat sebagai responden pada 1-15 Maret lalu. Hasilnya, 79% responden mendukung penerapan wealth tax di Indonesia.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat ini berencana menggandakan pajak atas capital gain untuk orang kaya di sana."Dengan demikian pajak yang akan diambil dari individu kaya akan setinggi 43,4%," tulis Reuters dalam laporannya akhir bulan lalu.

OECD pada awal April 2021 melaporkan 26 dari 66 negara di dunia melakukan terobosan dalam meningkatkan penerimaan di tengah pandemi. Umumnya, negara-negara tersebut menggunakan instrumen pajak penghasilan (PPh).

Pajak yang menyasar kalangan super kaya ini menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan menaikan tarif PPN. Kenaikan tarif PPN akan memberikan beban tambahan kepada kalangan menengah bawah yang saat ini daya belinya turun akibat pandemi.

Alternatif lain, Yusuf menilai bahwa pemerintah bisa menerapkan multi tarif PPN agar terdapat kelompok barang dan jasa yang dinaikan atau diturunkan tarifnya untuk mengakomodir kepentingam beragam kelas pendapatan. "Alternatif lainnya  pemerintah bisa menaikan tarif atas untuk PPh, yang saat ini mencapai 30%," ujar dia.

Adapun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad membeberkan sebenarnya terdapat tiga alternatif menambah penerimaan negara selain dengan menaikkan tarif PPN.

Pertama, pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) yang mencapai Rp 178,8 triliun pada Maret 2021."Ini besar sekali dan tidak digunakan," kata Tauhid, Selasa (11/5).

Padahal, menurut dia, pemerintah sudah berkorban banyak untuk mengutang kepada berbagai pihak. Namun, ternyata pemanfaatannya belum optimal.  "Jadi ini dahulu yang dibenarkan ketimbang mengutak-atik pendapatan negara," ujar Tauhid.

Pembiayaan anggaran pemerintah Januari hingga Maret 2021 tercatat Rp 322,9 triliun. Sumber anggaran tersebut masih didominasi penarikan utang Rp 328,46 triliun, pembiayaan investasi Rp 5,56 triliun, pemberian pinjaman Rp 45,9 miliar, dan pembiayaan lainnya Rp 44,6 miliar.

Kedua, pengoptimalan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar ekonomi bisa tumbuh dan meningkatkan penerimaan negara. Tauhid menilai, penyerapan PEN relatif rendah dan kurang efektif. "Masalahnya bukan korupsi tetapi soal efektivitas," katanya.

Sebagai contoh, anggaran kartu pra kerja yang hampir Rp 20 triliun untuk peningkatan kapasitas, keterampilan, dan daya saing penerimanya. Namun, dari evaluasi terhadap minat dan alasan peserta mengikuti program tersebut karena hanya membutuhkan uangnya saja bukan pelatihannya.

Selain itu, kata dia, program bansos lainnya yang ditargetkan kepada 40% masyarakat ke bawah kerap tidak tepat sasaran. Alasannya, banyak penerima bansos yang sebenarnya tidak berhak. "Sehingga uangnya tidak dikonsumsi tetapi disimpan dan menambah tabungan mereka," ujar dia.

Ketiga, mengembalikan reformasi perpajakan melalui penambahan objek pajak baru, kepatuhan pengawasan, hingga tata kelola dan administrasi. Jika reformasi perpajakan bisa berjalan sesuai rencana, Tauhid berpendapat bahwa kebijakan pemerintah ke depannya bisa lebih efektif.

Banyak negara menerapkan terobosan melalui PPh baik badan maupun perorangan seperti Swedia, Inggris, Polandia, Belanda, Rusia, Kanada, hingga Tunisia. Terdapat pula beberapa negara yang menggunakan instrumen PPN sebagai terobosan meliputi peningkatan tarif, pengurangan exemption, serta pengenaan PPN atas transaksi digital.

Indonesia saat ini telah menerapkan PPN terhadap produk digital. Kendati begitu, penerimaan dari sektor tersebut belum signifikan mendongkrak penerimaan negara. Per 23 Desember 2020, penerimaan PPN dari 23 perusahaan digital hanya Rp 616 miliar.

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...