Kewajiban Obligor BLBI Capai Rp 110 T, Satgas Kesulitan Kejar Aset
Kementerian Keuangan mencatat kewajiban 48 obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI kepada pemerintah mencapai Rp 110,45 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan pemerintah akan terus mengejar aset-aset BLBI tersebut untuk menutupi kerugian yang ditanggung pemerintah selama 22 tahun terakhir.
"Kalau dihitung-hitung, selama 22 tahun kita membayarkan bunganya bisa mencapai 10%, kalau sekarang suku bunga mungkin sudah mulai turun tapi tetap saja itu adalah tanggungan yang luar biasa dan harus dikembalikan," kata Sri Mulyani dalam prosesi penguasaan aset bekas BLBI secara virtual, Jumat (27/8).
Beban tersebut berasal dari pokok utang hingga bunga utang BLBI, karena sebagian dari BLBI menggunakan tingkat suku bunga yang memang sebagian dinegosiasikan. Pemerintah berutang dengan menerbitkan obligasi pemerintah yang diborong Bank Indonesia. Langkah ini untuk menyelamatkan perbankan yang bangkrut saat krisis tahun 1997-1998.
Menteri Keuangan menjelaskan, pemerintah telah berupaya mengurangi beban dengan memanggil 48 obligor yang terlibat dan menegosiasikan mekanisme pengembalian uang pemerintah. Kendati demikian, dia juga menyebut beberapa obligor masih mangkir sekalipun sudah dipanggil berulang kali.
"Saya memahami sekarang ini ada beberapa obligor atau debitur yang sedang dipanggil, ada yang langsug datang ada yang dibutuhkan sampai tiga kali pemanggilan," kata Sri Mulyani.
Obligor yang disinggung Sri Mulyani bisa jadi salah satunya putra Presiden Kedua Soeharto yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang terlilit utang sebesar Rp 2,61 triliun. Satgas BLBI melakukan pemanggilan ketiga kepada Tommy untuk menghadap pada Kamis (26/8), namun Tommy kembali mangkir dan hanya dihadiri oleh pengacaranya.
Kendala Usut Skandal BLBI
Penanganan hukum skandal BLBI berlarut hampir 22 tahun. Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuldi mengatakan meski pemerintah sudah memiliki daftar 48 nama debitur atau obligor, tapi masih ada sejumlah tantangan ke depannya.
Salah satu tantangan yang dihadapi mengejar obligor yang memiliki aset di luar negeri. "Kendala yang saat ini dihadapi oleh Satgas BLBI khususnya terkait dengan aset di luar negeri yang memiliki sistem hukum berbeda dengan Indonesia," kata Setia Untung.
Setia menjelaskan Satgas perlu melakukan pengepungan dari segala penjuru. Langkah yang diperlukan bukan hanya dari sisi hukum, namun juga dari sisi perpajakan, dan kerjasama internasional.
Selain itu, untuk mengejar aset yang berada di luar negeri bisa dengan mengajukan gugatan keperdataan dan pembekuan aset yang ada di negara lain. Setia menyarankan jika perlu menggunakan skema mutual legal assitance dan perjanjian ekstradisi. Sayangnya dia menilai dua langkah terakhir jarang dilakukan pemerintah.
Di samping merampas aset fisik, satgas juga perlu lebih jeli dan mendalami aset-aset sitaan. Hal ini kata Setia untuk menemukan kemungkinan adanya pelanggaran pajak yang dilakukan obligor.
Selanjutnya, peran pemerintah juga diperlukan bukan hanya melalui Satgas melainkan juga penguatan hukum. Dia mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat penyusuan RUU Perampasan Aset.
"RUU Perampasan Aset dapat membantu satgas BLBI saat ini dan juga di kemudian hari sebagai dasar penegak hukum melakukan pengejaran harta kekayaan para penjahat ekonomi," kata Setia.