Bank Indonesia Tahan Suku Bunga di 3,5% Meski Inflasi Mulai Menanjak
Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% pada pertemuan bulan ini. Bank sentral belum mengerek suku bunga sekalipun inflasi domestik mulai menunjukkan kenaikan di samping mengalami tekanan kenaikan bunga di Amerika Serikat.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan tingkat suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dipertahankan sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tingginya tekanan eksternal terkait ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, serta percepataan moneter di negara maju dan berkembang," kata Perry dalam konferensi pers daring, Selasa (24/5).
Perry menyebut tingkat inflasi sampai saat ini masih terkendali dan mendukung pemulihan ekonomi. Inflasi bulan April sebesar 3,47% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan 2,64%. Kenaikan harga-harga di tingkat konsumen ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global, membaiknya mobilitas masyarakat dan adanya pola musiman Ramadan dan lebaran.
Ia mengatakan tekanan inflasi ke depannya memang masih akan berlanjut terutama karena kenaikan harga komoditas global. Meksi begitu, ia masih optimistis kenaikan harga ini tak akan melampaui target bank sentral di 2%-4%.
"Tentu saja BI terus mewaspadai dampaknya (kenaikan harga komoditas) kepada ekspektasi inflasi dan akan menempuh langkah-langkah stabilitas yang diperlukan memastikan terkendalinya stabilitas inflasi ke depan," kata Perry.
Sementara, rupiah juga telah terdepresiasi sebesar 2,87% secara tahun kalender. Namun, penurunan ini tidak separah beberapa negara lain seperti rupee India yang anjlok 4,1% , ringgit Malaysia 5,1% dan won Korea Selatan 5,97%. Ia optimistis stabilitas rupiah ke depannya masih akan terjaga.
"Hal ini didukung kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik tercermin dari rendahnya defisit transaksi berjalan, memadainya pasokan valas dari koprosasi yang terus berlanjut dan komitmen dari BI untuk memperkuat kebijakan stabiliasasi nilai tukar rupiah sesuai mekanisme pasar," ujarnya.
Sejumlah ekonom sebelumnya memperkirakan BI memang masih belum akan menaikan bunga acuannya pada pertemuan hari ini. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan belum ada alasan kuat yang mengharuskan BI untuk mengerek bunga acuan. Apalagi, tekanan inflasi yang menanjak pada bulan lalu diramal mulai reda pada bulan ini seiring berakhirnya periode Ramadan dan lebaran.
"Tekanan rupiah memang ada karena ada outflow dan larangan ekspor CPO bulan Mei. Tapi larangan ekspor sudah dicabut, jadi di Juni bisa ada inflow lagi," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Selasa (24/5).
BI menurutnya baru akan menaikkan bunga acuan pada paruh kedua tahun ini, tetapi akan bergantung pada pola pergerakan inflasi inti. Kenaikan bunga diperkirakan bisa 50 sampai 75 bps sehingga akan berada di 4,25% pada akhir tahun.