Pariwisata di Bali Potensi Terguncang Dampak Perlambatan Cina dan AS
Bali dan Nusa Tenggara merupakan daerah yang perekonomiannya tumbuh paling rendah di Indonesia pada kuartal II 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan sektor pariwisata di dua daerah tersebut belum pulih dipengaruhi melambatnya kunjungan turis asal Cina, Amerika dan Eropa.
Sri Mulyani menyebut lambatnya pemulihan ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara karena kedua kawasan ini sangat bergantung dengan sektor pariwisata. "Arus masuk turis masih sangat tertahan, ini terutama karena kalau kita lihat di Cina ada lockdown, Eropa menghadapi perang dan inflasi tinggi sehingga perekonomiannya mulai melemah, AS juga seperti itu," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA Agustus, Kamis (11/8).
Kawasan Bali dan Nusa Tenggara mencatat pertumbuhan paling rendah pada kuartal II yakni 3,94% saat kawasan lainnya tumbuh di atas 4%. Lebih rinci, pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 3,04%, Nusa Tenggara Timur 3,01% dan Nusa Tenggara Barat 5,99%.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), Bali menjadi satu-satunya provinsi yang ekonominya belum pulih dari pandemi. Hal ini terlihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan pada kuartal II 2022 yang masih lebih rendah Rp 2,3 triliun atau 94% dari level 2019 meski berhasil tumbuh positif pada kuartal II lalu.
Dengan tertahannya kunjungan turis dari beberapa negara besar seperti AS, Cina hingga Eropa, Sri Mulyani menyebut masih ada harapan untuk bisa menarik turis dari kawasan lain. "Sehingga yang masih bisa muncul mungkin relatif dari turis sekitar Asia di luar Cina, serta Australia," kata Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemulihan ekonomi Bali yang lebih lambat dari provinsi lain karena daerah tersebut menggantungkan ekonominya terhadap sektor pariwisata. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan penyumbang terbesar yakni 17,6% terhadap struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali.
"Penangan Covid-19 di negara lain tidak sebaik Indonesia, kasus Covid-19 masih tinggi seperti di Australia dan Jepang, sehingga pariwisata belum sebebas sebelumnya," kata Airlangga dalam konferensi pers dengan wartawan akhir pekan lalu.
Faktor lain yang menyebabkan masih rendahnya wisata di Bali diduga karena harga tiket pesawat yang kini meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan sementara jumlah penerbangan yang tersedia masih belum maksimal.
Meski demikian, ia melihat tanda-tanda perbaikan pariwisata di Bali masih akan berlanjut di bulan-bulan mendatang. Optimisme tersebut seiring perbaikan mobilitas masyarakat seiring pandemi yang terkendali.