Terinspirasi pandemi, sebuah motif batik menyerupai virus corona yang dikelilingi gelembung besar dan kecil lahir dari rumah produksi Batik Mahkota Laweyan di Solo, Jawa Tengah. Desainnya menggambarkan keterpurukan umat manusia yang seluruh aktivitas ekonomi dan sosialnya dibatasi oleh ancaman Covid-19. Uniknya, semua proses produksi batik dikerjakan oleh kaum disabilitas yang menderita tuna rungu dan tuna wicara.

Berkat keunikan baik motif dan para pekerjanya, antrean pesanan batik yang dijual ratusan ribu per helai ini mengular panjang. Rumah produksi batik yang didirikan Alpha Fabela Priyatmono pun terhindar dari gulung tikar. “Karena pekerjanya terbatas, maka yang pesan harus sabar menunggu,” kata Alpha dihubungi Katadata.co.id, pekan lalu.

Advertisement

Sejak pertengahan 2019, Alpha telah memperkerjakan seorang penyandang tuna rungu yang bernama Dian. Ketika virus corona masuk ke Indonesia pada Maret 2020, kawan Dian yang juga seorang tuna rungu mengeluhkan nasibnya yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Tiba-tiba muncul ide mendirikan kegiatan baru yakni batik yang khusus dikerjakan oleh kaum disabilitas," kata Alpha.

Sejak itu, Alpha pun mendirikan Batik Toeli Laweyan yang khusus diproduksi kaum disabilitas. Ada empat perajin yang mengerjakan semua proses batik mulai dari mendesain pola, membatik, hingga menjahit.

KERAJINAN BATIK BERMOTIF VIRUS CORONA
Batik bermotif virus corona ( ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/wsj.)
 




Pada masa awal pandemi, Alpha dan empat pekerjanya itu urun rembug memikirkan bisnisnya yang berantakan. Omzet di toko miliknya turun drastis hingga 75%. Mereka pun memutuskan membuat masker, daster dan perlengkapan ibadah dari bahan batik.

Ketika itu, Alpha berpikir barang-barang kebutuhan sehari-hari akan diminati masyarakat yang menjalani masa pandemi di rumah. Produk tersebut pun diperkirakan akan tetap menjadi kebutuhan masyarakat setelah pandemi usai.
Keputusan ini ternyata membuahkan hasil hingga pembeli harus antre menunggu produksi masker. “Peminatnya sangat bagus, masker bahkan bisa dijual hingga ke luar negeri,” kata Alpha.

Selain memproduksi motif virus corona, Alpha dan perajinnya berencana membuat batik yang memiliki unsur cerita seperti halnya wayang beber. "Kami berencana membuat batik wayang beber yang menceritakan sejarah Indonesia, mulai dari zaman Majapahit hingga ke pembacaan teks proklamasi,” ucap Alpha.

Alpha yang juga menjabat Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), merasa bersyukur strategi bisnis batiknya berhasil di masa pandemi. Keberuntungannya tak dirasakan pengusaha dan pedagang batik lainnya di Kampoeng Batik Laweyan Solo.  

Kampoeng Batik Laweyan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional merupakan kawasan wisata belanja, industri, edukasi, cagar budaya, sejarah, hingga wisata kuliner. Ada lebih dari 50 gerai batik yang menjual berbagai jenis batik dengan harga yang terjangkau.

Sejak pandemi, aktivitas di Kampoeng Batik merosot hingga 80% karena tak tak ada kunjungan turis sama sekali ke kawasan itu. Akibatnya banyak pengusaha yang menghentikan operasinya dan bahkan merumahkan karyawan.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement