Credit: Katadata/Joshua Siringo Ringo

Bursa saham Indonesia bakal kedatangan banyak unicorn seiring pesatnya pertumbuhan bisnis startup hingga valuasinya menembus US$ 1 miliar di masa Pandemi Covid-19. Penjualan saham perdana ke publik alias IPO ini bukan siklus bisnis atau tujuan akhir pemilik startup untuk meraup keuntungan, melainkan membuka peluang-peluang baru untuk pengembangan usaha yang berkelanjutan hingga mendukung bursa saham dan perekonomian nasional.

Perjalanan Bukalapak setidaknya bisa jadi cerminan IPO unicorn. Di satu sisi, meski sempat meroket saat awal masuk bursa, harga saham emiten BUKA ini terus melorot hingga mencapai Rp 695 per saham pada akhir Oktober lalu. Artinya, harga sahamnya saat ini 18% di bawah harga IPO Rp 850 per saham pada 6 Agustus 2021.

Meski harga sahamnya masih fluktuatif, di sisi lain Bukalapak mendapatkan peluang-peluang baru pasca-IPO. Presiden Bukalapak Teddy Oetomo mengaku saat ini kebanjiran tawaran kolaborasi usaha dari pihak lain. Padahal, ketika Bukalapak belum IPO, banyak perusahaan yang tidak terlalu terbuka ketika diajak bekerja sama. "Setelah IPO, banyak yang datang," katanya kepada Katadata.co.id, 27 Oktober lalu.

Namun, Teddy belum mau mengungkapkan sejumlah potensi kolaborasi baru tersebut karena terikat dengan aturan keterbukaan informasi sebagai perusahaan publik. "Banyak sekali diskusi yang on-going." katanya. Yang jelas, Bukalapak saat ini mengantongi dana jumbo Rp 21,9 triliun dari hasil IPO untuk membiayai ekspansi usahanya ke depan.

Hal serupa bisa jadi akan dialami GoTo, grup usaha yang menaungi Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial yang berencana IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam waktu dekat ini. Kabarnya, decacorn ini bakal masuk bursa awal tahun depan.

Namun, manajemen GoTo masih irit bicara seputar rencana IPO, berikut latar belakang dan tujuan aksi korporasi tersebut. "Yang dapat kami pastikan adalah GoTo akan selalu mematuhi seluruh regulasi yang berlaku dalam menjalankan setiap aksi korporasi," kata Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek, mewakili GoTo.

Selain Bukalapak dan GoTo, dalam catatan Katadata.co.id, ada lima startup yang dikabarkan sudah menyandang status unicorn dan berencana IPO. Di antaranya Traveloka, Kredivo, Blibli, Tiket.com, dan OnlinePajak. Sebagai informasi, OnlinePajak sempat masuk daftar CB Insights bertajuk 'The Complete List of unicorn Companies', namun belakangan menghilang.

Masih ada lagi beberapa nama startup yang dikabarkan sudah berstatus unicorn, yaitu OVO, J&T Express, Ajaib, dan Xendit. Mereka juga berpotensi mengekor unicorn lain untuk masuk ke bursa saham.

Siklus bisnis startup

Mengacu ke pengalaman Bukalapak, menurut Teddy, keputusan IPO ditentukan oleh kesiapan dari perusahaan untuk terus mengembangkan bisnisnya secara berkelanjutan. "Jadi bukan karena perusahaan ini (Bukalapak) dirancang untuk IPO suatu saat nanti," katanya.

Pada awal tahun 2021, Bukalapak sampai pada keputusan IPO untuk terus berkembang ke level selanjutnya. Ada beberapa indikator penilaiannya, yaitu kondisi perusahaan sudah berada di jalur yang benar, kondisi pasar saham mendukung, dan tren global mendukung startup untuk IPO.

"Selain itu, ini akan membuka jalan kawan-kawan (startup) lain untuk IPO. Manfaatnya bukan hanya untuk BEI, tapi juga perekonomian nasional," kata Teddy.

Sedangkan Komisaris BEI sekaligus Pendiri AC Ventures Pandu Sjahrir mengatakan, IPO unicorn merupakan bagian dari evolusi startup yang normal. “Kalau model bisnis sudah terbukti dan menjadi pemimpin pasar (market leader), biasanya mereka ingin menjadi perusahaan publik,” kata dia saat wawancara virtual dengan Katadata.co.id, 22 Oktober lalu.

Ia menghitung, rata-rata startup butuh waktu sembilan tahun untuk menjadi pemimpin pasar. Sedangkan analisis Crunchbase berdasarkan data 127 perusahaan teknologi yang IPO di Amerika Serikat (AS) per 2018, waktu yang dibutuhkan startup untuk mencapai tahap exit beragam sesuai dengan jenis bisnisnya.

Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Caranya bisa dengan merger, akuisisi, atau IPO.

Dikutip dari laman resmi perusahaan modal ventura asal Spanyol, Cemex Ventures, ada enam tahapan bagi startup untuk sampai pada level exit.

Sedangkan siklus unicorn di Tanah Air dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Startup Berdiri Unicorn Decacorn Merger IPO
Bukalapak 2010 2017- 2018
(7 – 8 tahun sejak berdiri)
- - Agustus 2020
(3 - 4 tahun sejak berstatus unicorn)
Gojek 2010 2016
(6 tahun)
2019
(3 tahun)
Mei 2021 Berencana awal 2022
Tokopedia 2009 2016
(7 tahun)
- Mei 2021 Berencana awal 2022
Traveloka 2012 2017
(5 tahun)
- - Berencana awal 2022
OVO 2017 2019
(2 tahun)
- - -
J&T Express 2015 2021
(6 tahun)
- - -
OnlinePajak 2014 2021
(7 tahun)
- - Berencana 2023 – 2024
(3 – 4 tahun)
Ajaib 2019 2021
(2 tahun)
- - -
Xendit 2015 2021
(6 tahun)
- - -
Blibli 2011
(10 tahun)
- - Berencana IPO
Tiket.com 2011 2021
(10 tahun)
- - Berencana IPO
Kredivo 2015 2021
(6 tahun)
- - Berencana 2022
(1 tahun)

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan, siklus startup menjadi lebih cepat saat ini. Di Asia Tenggara misalnya, 15 unicorn lahir sejak awal tahun.

Sedangkan di Indonesia, ada empat unicorn baru saat pandemi corona. Selain itu, ada tiga startup yang mengklaim atau dikabarkan memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar yakni Blibli, Tiket.com, dan Kredivo.

Namun Edward mengatakan, percepatan itu bukan karena pandemi corona. "Timing siklus ini terkait maturity dari sektor dan perjalanan startup yang bersangkutan dari sisi traction dan fase milestones," katanya kepada Katadata.co.id, 15 Oktober lalu.

Selain bakal lebih banyak unicorn, kematangan pasar di setiap sektor dapat mendorong startup untuk IPO. "Maturity dan siklus sudah masuk ke tahap yang siap IPO," ujar Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital itu. Apalagi, sektor digital masih terus tumbuh dalam lima sampai 10 tahun ke depan.

Manfaat IPO unicorn

Di sisi lain, Pandu menjelaskan, startup bisa saja terus menggalang pendanaan di luar bursa saham untuk tumbuh dan membiayai ekspansi usahanya. Namun, kapasitas penghimpunan dana dari bursa saham (public market) jauh lebih besar dibandingkan pasar swasta (private market). "Bisa lima banding satu atau 10 banding satu."

Ia mencontohkan induk Shopee, Sea Ltd yang IPO di bursa saham Amerika Serikat. Grup asal Singapura ini masih mencatatkan kinerja keuangan yang merugi, namun tetap diminati oleh investor.

"Itu karena pertumbuhan dan prospek bisnisnya jelas. Jadi funding terus," kata Pandu, yang juga menjabat sebagai Komisaris Sea Indonesia.

Sea Group awalnya bergerak di bidang game online lewat Garena pada 2009. Lalu membentuk lini keuangan digital Sea Money pada 2014 dan e-commerce Shopee setahun kemudian.

Nasdaq mencatat, kapitalisasi pasar Sea Ltd saat IPO di bursa saham AS pada 2017 sebesar US$ 4,5 miliar atau di bawah valuasi Grab dan GoTo saat ini.

Sebelumnya, Direktur Utama Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, Bukalapak juga menjadi lebih mudah memperoleh modal setelah IPO. Dulu, unicorn ini harus mendatangi satu per satu investor atau perusahaan modal ventura, sehingga memakan waktu dan tenaga.

Perusahaan juga didorong untuk terus tumbuh, karena modal yang dihimpun harus bisa dipertanggungjawabkan.

"Saya pikir, ini (IPO) adalah proses alternatif yang sangat besar. Ini titik tertinggi lainnya. Jujur ​​​​yang pertama mencapai batas atas," kata Rachmat dalam acara Tech in Asia Conference 2021, pada 13 Oktober lalu.

Bukalapak pun membuka peluang ekspansi ke luar negeri setelah IPO. Namun, pasar Indonesia tetap menjadi yang utama. Sayangnya, Rachmat tidak menjelaskan secara detail negara target ekspansi Bukalapak.

Sekretaris Jenderal Amvesindo Eddi Danusaputro juga menyebut, penghimpunan dana melalui IPO akan membantu startup untuk tumbuh berkelanjutan dan meraup untung. Selain itu, memberikan likuiditas untuk investor dan para pendiri startup.

"Selain membuka akses kepada calon investor baru atau retail" kata Eddi kepada Katadata.co.id, 22 Oktober lalu. Manfaat lainnya, bakal memperkuat kredibilitas dan transparansi perusahaan rintisan yang sudah menjelma menjadi raksasa korporasi tersebut.

Tim produksi

Koordinator:

Sorta Tobing

Penulis:

Agustiyanti, Desy Setyowati, Lavinda, Rezza Aji Pratama

Editor:

Yura Syahrul, Aria W Yudhistira

Desain Grafis:

Lambok Hutabarat, Pretty J. Zulkarnain

Ilustrasi:

Joshua Siringo-ringo

Teknologi Informasi:

Firman Firdaus, Mariana Garcia, Maulana