Penyidik KPK Sebut 5 Nama Anggota DPR Pengancam Saksi Kasus e-KTP

Ameidyo Daud Nasution
30 Maret 2017, 16:35
Novel e-ktp
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Tiga penyidik KPK (dari kanan): Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan M. Irwan Santoso, saat dikonfrontasi dengan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani (paling kiri) dalam sidang kasus korupsi proyek e-KTP di Jakarta, Kamis (30/3).

Saling bantah mewarnai persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membantah adanya tekanan dalam penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Miryam S. Haryani. Sebaliknya, dia mengungkapkan tekanan dan ancaman tersebut datang dari kolega Miryam.

Menurut Novel, keterangan Miryam di sidang sebelumnya adalah kebohongan. Ia mengaku tidak pernah menekan salah seorang saksi kasus korupsi e-KTP tersebut saat menyusun BAP.

Novel malah menyebut, Miryam mendapat tekanan dari rekan-rekannya sesama anggota DPR agar tidak membeberkan informasi apapun terkait aliram uang proyek e-KTP. Berdasarkan keterangan Miryam, setidaknya ada enam anggota DPR yang menekan dirinya agar tutup mulut.

Novel mengungkapkan, lima anggota DPR di antaranya yang menekan Miryam adalah Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Desmond J. Mahesa, Masinton Pasaribu, dan Sarifuddin Sudding. "Dia (Miryam) mengatakan masih ada satu lagi anggota (yang menekan), tapi lupa identitasnya, baik nama maupun partainya," kata Novel saat dikonfrontir langsung dengan Miryam dalam lanjutan sidang kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (30/3).

(Baca: Sambil Menangis Cabut BAP Kasus e-KTP, Anggota DPR: Saya Diancam)

Masih berdasarkan keterangan Novel, Miryam mengungkapkan bentuk ancaman tersebut kepada tim penyidik. Apabila dirinya mengembalikan uang maka akan "habis" oleh para anggota DPR. Namun, tak jelas yang dimaksud ancaman "habis" tersebut.

Menanggapi penjelasan tersebut, Novel pun menawarkan perlindungan kepada Miryam melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun, tawaran tersebut ditolak Miryam. "Menurut yang bersangkutan dirinya belum memerlukan (perlindungan)," kata Novel.

Novel juga mengatakan, Miryam sendiri mengakui menerima uang dari terdakwa kasus e-KTP yakni Sugiharto. Setelah uang diterima, maka selanjutnya Miryam melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Ketua Komisi II DPR yakni Chairuman Harahap.

Dari situ, Miryam langsung diminta membagi-bagikan uang tersebut kepada seluruh anggota Komisi II DPR. "Seingat saya (dalam penjelasan Miryam) dibagikan dengan amplop," kata Novel. (Baca: Jokowi: Program E-KTP "Bubrah" Karena Anggarannya Dikorupsi)

E-ktp

Dalam keterangan Miryam, Novel mengatakan, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga mengetahui pembagian uang tersebut. Namun, Miryam mengaku takut kepada Ganjar sehingga penyidik KPK tidak menghadapkan Miryam dengan Ganjar saat pemeriksaan. "Saya paham dan kami tidak pertemukan (keduanya)," kata Novel.

Terakhir, Novel membantah keterangan Miryam di ruang sidang bahwa dirinya tertekan saat penyidikan lantaran beberapa hal. Antara lain, ruangan pemeriksaan di KPK yang hanya berukuran 2 x 2 meter serta aroma mirip durian yang dianggap Miryam seperti intimidasi.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...