Mulai Proses Arbitrase, Bos Freeport: Pemerintah Langgar Kontrak

PT Freeport Indonesia berencana menggugat Pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Alasannya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menilai pemerintah telah melanggar kontrak setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 pada 12 Januari lalu.
President dan CEO Freeport McMoRan Inc. Richard C. Adkerson mengatakan, pihaknya tidak mau menerima perubahan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditentukan dalam PP 1/2017 tersebut. Sebab, IUPK itu tidak menjamin kepastian fiskal dan investasi jangka panjang seperti halnya dalam KK.
Ia pun menilai Pemerintah Indonesia telah melakukan keputusan speihak. Karenanya, Freeport memberikan tenggang waktu selama 120 hari kepada Pemerintah Indonesia untuk mencapai kesepakatan. Hal ini sesuai dengan aturan penyelesaian sengketa yang ada dalam Kontrak Karya.
(Baca: Jonan Pilih Freeport Arbitrase Daripada Hembuskan Isu PHK)
Jika hingga empat bulan ke depan tidak tercapai kata sepakat, maka Freeport akan menggunakan haknya untuk mengajukan sengketa tersebut ke arbitrase internasional. “Jadi hari ini Freeport tidak lakukan arbitrase, tapi mulai proses lakukan arbitrase," kata Adkerson dalam konferensi pers Freeport di Jakarta, Senin (20/2).
Ia menambahkan, arbitrase ini untuk menegakkan setiap ketentuan-ketentuan Kontrak Karya dan memperoleh ganti rugi yang sesuai karena adanya pelanggaran kontrak. Apalagi, dia mengklaim adanya surat Pemerintah Indonesia melalui Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said, yang telah menjanjikan kepastian investasi bagi Freeport.
Pada 17 Januari lalu, Adkerson merinci, Freeport telah menyampaikan kepada Kementerian ESDM pemberitahuan mengenai tindakan-tindakan wanprestasi dan pelanggatan Kontrak Karya oleh pemerintah. "Secara standar hukum internasional, hukum KK tidak dapat diputuskan sepihak bahkan dengan PP yang baru. Itulah posisi Freeport," katanya.