Gagal dengan Proton, Hendropriyono Lirik Cina Bikin Mobil Lokal
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono masih berambisi mengembangkan proyek mobil buatan Indonesia. Setelah rencana kerjasama dengan perusahaan otomotif asal Malaysia, Proton, mandek, purnawirawan jenderal yang juga pengusaha ini membidik Eropa dan Cina untuk mengembangkan mobil lokal tersebut.
Hendro mengungkapkan, komitmen politik pemerintah Malaysia membuat pengembangan Proton jalan di tempat. Karena itu, dia mengurungkan niat melanjutkan nota kesepahaman antara kedua belah pihak yang sebenarnya telah diteken tahun lalu.
(Baca: Sulit Bangun Pabrik, Industri Otomotif Minta Pajak Sedan Dipotong)
"Proton tidak terlalu berkembang, kami sedang lihat ada Eropa serta Cina. Proton terbatas pada Research and Development (R&D) saja," kata Hendropriyono usai melaporkan hartanya untuk mengikuti program pengampunan pajak di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (21/9).
Ia mengakui, keinginannya mengembangkan mobil buatan Indonesia merupakan langkah nekad. Namun, Hendro menginginkan Indonesia harus memiliki merek mobil sendiri. "Sekarang produknya (asing), berarti kita namanya masih dijajah," katanya.
Meski begitu, Hendro tidak mau dianggap mengembangkan mobil nasional. Alasannya, biaya pembuatannya ditanggung 100 persen oleh perusahaan swasta. (Baca: Penjualan Satu Juta Mobil, Gaikindo: Bisa Terlampaui)
Wacana pengembangan mobil lokal ini sempat menjadi pro dan kontra di kalanganj industri otomotif dan pemerintah. Hal ini seiring penandatanganan nota kesepahaman antara Proton Holding Berhad dengan PT Adiperkasa Citra Lestari, perusahaan milik Hendropriyono. Momen ini bahkan disaksikan oleh pemimpin dua negara, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Mohd Najib Tun Abdul Razak.
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian saat itu Panggah Susanto pernah mengatakan, pemerintah tidak akan sembarangan memberikan insentif kepada perusahaan untuk mengembangkan mobil di dalam negeri. Pemberian insentif tidak dilakukan secara diskriminatif.
"Tidak boleh si A saja yang dapat insentif, sedangkan si B tidak dapat. Itu akan jadi persoalan nanti," katanya. (Baca: Pemerintah Bangun Pelabuhan Patimban untuk Industri Otomotif)
Apalagi, menurut Panggah, Indonesia pernah diadukan kepada organisasi perdagangan bebas dunia World Trade Organization (WTO) karena dianggap diskriminatif dalam memberikan insentif bagi pengembangan mobil Timor. "Makanya kita harus hati-hati. Lagipula kita belum tahu persisnya seperti apa karena baru sebatas MoU," katanya.