PHK Merebak, Menteri Darmin: Bukan Karena Ekonomi Melambat

Yura Syahrul
3 Februari 2016, 19:30
Aksi demonstrasi para buruh menuntut kenaikan upah.
Arief Kamaludin|KATADATA
Aksi demonstrasi para buruh menuntut kenaikan upah. (Arief Kamaludin | Katadata)

KATADATA - Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang  melanda sejumlah perusahaan di tanah air belakangan ini, semakin merebak. Namun, hingga kini pemerintah belum mengetahui penyebab utama kasus PHK yang melanda berbagai sektor usaha tersebut.    

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku belum mendapat laporan perihal maraknya kasus PHK oleh beberapa perusahaan besar. Jadi, dia tak bisa menguraikan dan mengidentifikasi lebih jauh penyebabnya. Meski begitu, dugaannya faktor penyebab PHK itu bukanlah akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat sejak tahun lalu. Apalagi, dibandingkan situasi ekonomi dunia, kondisi perekonomian Indonesia masih lebih baik.

Di sisi lain, Darmin menilai perlambatan bisnis tidak bisa juga menjadi alasan maraknya kasus PHK belakangan ini. Sebab, kondisi perlambatan itu sudah terjadi sejak tahun lalu. Ia juga menepis dugaan masalah peraturan yang tak kondusif turut mendorong perusahaan mengerem bisnisnya dan melakukan PHK. “Saya tidak dengar adanya keluhan soal itu,” katanya di Jakarta, Rabu (3/2).

Begitu pula kemungkinan tuntutan kenaikan upah oleh para pekerja di tengah kondisi perlambatan ekonomi, menjadi penyebab maraknya PHK. “Tidak juga,” kata Darmin. Alhasil, dia hingga kini belum punya satu jawaban pasti penyebab kasus-kasus PHK tersebut. “Pasti ada persoalan lain. Saya belum bisa jawab itu (penyebabnya), saya cek dulu deh.”

(Baca: Selain Chevron, Dirjen Migas: Belum Ada PHK Kontraktor Besar)

Sebelumnya, Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani juga mengaku belum mendapat informasi resmi dari beberapa perusahaan yang dikabarkan melakukan PHK para karyawannya. Senada dengan Darmin, ia juga menilai hal ini bukan akibat perlambatan ekonomi. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung industri.

Di antaranya mengundang investor, perbaikan iklim usaha, izin investasi tiga jam, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), dan insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday. Selain itu, pemerintah tengah membahas revisi Daftar Investasi Negatif (DNI) untuk membuka kesempatan lebih besar bagi masuknya investasi asing. “Mungkin perlu waktu saja,” kata Franky, Selasa (2/2).

(Baca: Chevron PHK Ribuan Karyawan di Indonesia)

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...