Tren Baru Pembayaran Kode QR yang Menyimpan Masalah

Desy Setyowati
11 September 2018, 09:00
Digital fintech
Arief Kamaludin | Katadata

Disrupsi teknologi dalam sistem keuangan semakin berkembang di Indonesia. Kini, seiring dengan mewabahnya perdagangan secara online (e-commerce), kode Quick Response (QR) banyak digunakan untuk memudahkan pembayaran nontunai. Namun, belakangan, model baru pembayaran ini menyimpan potensi masalah dan menuai sorotan dari Bank Indonesia (BI).

Belakangan ini, sejumlah penyelenggara sistem pembayaran berbasiskan sistem kode QR --baik bank, perusahaan teknologi maupun digital-- aktif menggaet para pengguna. Yang terbaru, misalnya, Bank Negara Indonesia (BNI) memanfaatkan momentum Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang sepanjang Agustus lalu, untuk memperkenalkan aplikasi Your All Payment atau Yap!

Pengunjung bisa bertransaksi secara nontunai menggunakan kode QR tersebut di merchant-merchant yang mencari mitra BNI di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta dan Jakabaring Palembang. Animo pengguna pun cukup tinggi. Selama Asian Games berlangsung, BNI mencatat total transaksi menggunakan Yap! mencapai Rp 1 miliar.

Sekretaris Perusahaan BNI Kiryanto menjelaskan, jumlah pengguna Yap! sejak diluncurkan pertama kali pada Januari 2018 telah mencapai 310 ribu pengguna. Dalam sehari, rata-rata transaksi menggunakan Yap! senilai Rp 3 miliar.

Upaya menambah transaksi dan jumlah pengguna kode QR juga dilakukan oleh PT Dompet Anak Bangsa. Perusahaan di bawah naungan Go-Jek Indonesia ini kerap menggelar acara bertajuk Go-Food Festival yang menghadirkan banyak pedagang kuliner. Dalam festival itu, transaksi pembayarannya menggunakan layanan keuangan Go-Pay.

Jadi, melalui ponselnya, pengguna Go-Pay membayar belanjaan dengan cara memindai kode QR pada masing-masing gerai makanan tersebut.

Penggunaan kode QR kini juga jamak terlihat di berbagai gerai makanan dan minuman di mal atau pusat perbelanjaan, seperti kedai kopi Starbucks, Chatime, donat J.Co hingga toko buku Gramedia.

Teknologi pembayaran ini pun telah dipakai pada moda transportasi. Warga di Kota Semarang bisa menggunakan kode QR milik TCash untuk layanan Trans Semarang. Aplikasi layanan keuangan dari PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) ini memang merangkul beberapa penyedia jasa transportasi seperti Blue Bird dan Kereta Bandara atau Railink.

Saat ini, TCash menjajaki kerja sama dengan  PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan PT Transportasi Jakarta atau Trans Jakarta. "Kami sedang diskusi dengan pengelola Trans Jakarta, Trans Jogja, Trans Bandung, dan kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) Palembang," kata Head of T-Cash Lifestyle Herman Suharto.

Tak hanya itu, kode QR TCash sudah dipakai oleh para pedagang sayur di Pasar Bintaro dan penjual kain di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. TCash juga berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) supaya pembayaran denda atau tilang dilakukan melalui kode QR.

Bahkan, beribadah pun kini menggunakan kode QR. Go-Pay da Tcash menyediakan layanan sedekah selama Ramadan lalu. Pengguna hanya perlu memindai kode QR milik aplikator yang tertera di mana pun, masukkan nominalnya, lalu uang akan terkirim.

Hingga kini, TCash telah bermitra dengan 52 ribu pelaku usaha. Jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi 80 ribu hingga 100 ribu tahun ini. Dari jumlah tersebut, TCash berharap, separuhnya merupakan mitra konvensional seperti warung atau pedagang kaki lima.

Nama AplikasiJumlah PenggunaJumlah Mitra
TCash25 juta52 ribu
Go-Pay20-25 juta4 ribu
OVO5-10 juta300 ribu
Yap!310 ribu15 ribu
Doku2 juta35 ribu

Sumber: Riset Katadata, diolah

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Onny Wijanarko melihat besarnya masyarakat yang menggunakan ponsel pintar (smartphone) akan mengubah lanskap sistem pembayaran di Tanah Air.

Jumlah pengguna smartphone naik dari 65,2 juta di 2016 menjadi 74,9 juta pada tahun lalu. “Berkat teknologi, masyarakat mengenal kode QR (untuk pembayaran),” katanya.

BI mencatat frekuensi penggunaan kode QR mencapai 0,01% dari seluruh transaksi pembayaran pada tahun lalu. Bandingkan dengan penetrasi melalui kartu debit sebesar 26% dan kartu kredit 1,6%. “Tapi penggunaan kartu kredit mulai menurun. Kemungkinan karena ada banyak payment instrumen baru,” ujar Onny.

Bahaya fraud 

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...