Diadang Tarif Listrik, Ekonomi 2017 Diramal Bank Dunia Tumbuh 5,2%

Miftah Ardhian
15 Juni 2017, 16:56
Properti 1
ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa

Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 5,2 persen. Angkanya lebih tinggi dibandingkan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen. Ada banyak faktor penopang target proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut meskipun kemungkinan kenaikan biaya energi tahun ini dapat mengganggu pencapaian target tersebut.

Country Director Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves memperkirakan perekonomian Indonesia terus positif didukung oleh pulihnya perekonomian dunia dan membaiknya kondisi fundamental dalam negeri. Meskipun, ke depan masih ada risiko ketidakpastian global dan proteksionisme perdagangan yang meningkat.

Advertisement

Namun, risiko-risiko itu bisa diredam oleh pertumbuhan ekonomi dunia dan perdagangan internasional yang lebih cepat, serta kondisi keuangan yang relatif akomodatif. Selain itu, ada faktor pemulihan harga komoditas. (Baca: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi 2017 Bisa Capai 5,3 Persen)

Atas dasar itulah, Bank Dunia tetap optimistis menatap perekonomian Indonesia tahun ini. "Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) rill Indonesia diproyeksikan meningkat dari 5 persen pada 2016 menjadi 5,2 persen tahun ini," ujar Chaves dalam acara peluncuran Laporan Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia di Jakarta, Kamis (15/6). Angka tersebut sama dengan proyeksi sebelumnya Bank Dunia.

Chaves mengatakan, salah satu tantangan dari sisi domestik memang adanya tiga kali kenaikan tarif listrik di semester pertama tahun ini. Hal tersebut menyebabkan inflasi  rata-rata bulanan sejak awal tahun ini mencapai 3,9 persen.

Padahal, di sepanjang pertengahan tahun 2016, tercatat inflasi hanya sebesar 3,2 persen. Sebab, efek inflasi akibat biaya energi yang tinggi tersebut diimbangi dengan pertumbuhan harga pangan yang lebih lambat.

Selain itu, terdapat risiko perubahan tak terduga dalam kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yaitu ancaman meningkatnya proteksionisme internasional. Hal itu menyebabkan optimisme pemulihan perdagangan global menjadi mengecil.

Risiko geopolitik di kawasan Asia dan di seluruh dunia juga akan berdampak cukup besar. Ada pula rencana kenaikan tingkat suku bunga bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang tidak terduga sehingga dapat memicu gejolak di pasar keuangan dan pasar modal secara global.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement