Dampak Negatif Brexit bagi Indonesia Baru Terasa 2-3 Tahun Lagi

Desy Setyowati
11 Juli 2016, 13:56
Pelabuhan ekspor
Arief Kamaludin | Katadata

Dampak negatif bagi Indonesia pasca hasil referendum Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) diperkirakan baru akan terjadi dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Sebab, pada masa itu Inggris sudah menyelesaikan serangkaian proses negosiasi terkait perdagangan dan persoalan ekonomi lainnya dengan Uni Eropa.

Apabila Inggris gagal mendapatkan keistimewaan dalam melakukan transaksi dagang, maka bisa memicu perlambatan ekonomi di Uni Eropa. Imbasnya akan dirasakan Amerika Serikat dan Cina, serta kemudian menjalar ke Indonesia.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebutkan, dalam jangka pendek atau ronde pertama, dampak Brexit malah menguntungkan Indonesia. Sebab, bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, semakin sulit menaikkan suku bunganya (Fed Rate) pada pertengahan tahun ini.

Bahkan, ada potensi Fed rate bakal dipangkas agar ekspor AS tidak terganggu. Hal ini mengingat ekspor AS ke Uni Eropa mencapai 12 persen. Kondisi tersebut tentu akan mendorong masuknya dana asing ke pasar keuangan dan pasar modal Indonesia sehingga memperkuat mata uang rupiah. Apalagi, ekspor Indonesia ke Inggris kurang dari dua persen.

(Baca: BKPM Yakin Brexit Malah Tingkatkan Investasi Inggris di Indonesia)

Namun, dampak positif itu diperkirakan hanya berlangsung sementara.

Menurut Josua, ronde kedua dampak Brexit dalam jangka menengah malah bisa merugikan Indonesia.

Keluarnya Inggris akan memicu perlambatan ekonomi Uni Eropa. Volume perdagangan Inggris ke Eropa mencapai 40 persen. Alhasil, Josua memperkirakan perekonomian Uni Eropa akan terkontraksi 0,5 persen tahun depan dan 1,5 persen dalam jangka menengah.

Kondisi tersebut akan memicu efek berantai lantaran menyeret negara-negara lain, yaitu Cina dan AS. Saat ini, pangsa ekspor Cina ke Uni Eropa mencapai 16 persen. Sedangkan volume ekspor Amerika ke Uni Eropa sekitar 12 persen.

Dampak lanjutannya adalah harga komoditas akan terus tertekan. Ini tentu akan memukul ekspor Indonesia yang masih mengandalkan komoditas, terutama ke Cina. “Dampak ke kinerja ekspor bisa negatif, karena baik harga komoditas dan volume perdagangan juga cenderung akan menurun signifikan,” kata Josua kepada Katadata akhir pekan lalu.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...