Negara Dinilai Merugi kalau Tarif Tax Amnesty di Bawah Bunga SUN

Desy Setyowati
9 Mei 2016, 17:43
Uang rupiah
Donang Wahyu|KATADATA

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah besaran tarif tebusan kebijakan tersebut. Sebagian pihak menilai besaran tarifnya terlalu rendah sehingga merugikan negara. Tapi, para pengusaha tertarik mengikuti kebijakan itu kalau besarannya lebih rendah.

Staf Khusus Menteri Keuangan Arif Budimanta menyatakan, besaran tarif dalam RUU Tax Amnesty berdasarkan hasil diskusi publik yang melibatkan berbagai pihak. Yaitu para pengusaha, akademisi, hingga pengamat perpajakan. Namun, skema besaran tarif itu memang disusun dengan asumsi selama periode satu tahun ke depan dan pembahasannya rampung akhir tahun lalu.

Advertisement

Pada kenyataannya, pembahasan beleid tersebut hingga awal Mei ini masih belum rampung. “Karena pembahasan sudah memasuki Mei, maka kemungkinan besar tarifnya akan disesuaikan,” kata Arief dalam diskusi bertajuk “Berburu Dana Repatriasi: Relevansi Tax Amnesty dengan Data Panama Papers” di Jakarta, Senin (9/5). Apalagi, sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan ada tiga sampai empat pasal yang masih mengganjal pembahasan tax amnesty. Salah satunya mengenai tarif tebusan.

(Baca: Tarif Tax Amnesty Usulan Pemerintah Dinilai Terlalu Rendah)

Berdasarkan draf RUU Tax Amnesty, tarif tebusan bagi pemilik dana yang bersedia menempatkan duitnya di dalam negeri (repatriasi) sebesar satu, dua, dan tiga persen. Sedangkan kalau cuma melaporkan nilai aset-asetnya di luar negeri maka diberlakukan besaran tarif tebusan dua, empat, dan enam persen.   

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, tarif tebusan yang biasa digunakan oleh banyak negara pengusung tax amnesty adalah lima persen hingga 10 persen. Karena itu, dia mengusulkan besaran tarif tebusan di Indonesia mengikuti mayoritas negara tersebut.

(Baca: Gagal Selesai Bulan Ini, RUU Tax Amnesty Terhambat Empat Pasal)

Jika tarif tebusannya rendah maka kebijakan itu akan merugikan negara. Alasannya, jika dana repatriasi itu ditempatkan di Surat Utang Negara (SUN) maka mereka bakal meraup rata-rata imbal hasil (yield) saat ini berkisar 8-9 persen. Padahal, mengacu draf RUU itu, pemilik dana hanya perlu membayar tarif tebusan maksimal tiga persen dari uangnya yang dibawa masuk kembali ke Indonesia. Alhasil, pemerintah menderita kerugian dari kebijakan pengampunan pajak itu.  

"Kalau melalui SUN, bisa dibayangkan berapa pemerintah memberikan interest rate-nya? Kalau tarif tebusan kecil, pemerintah justru tekor karena bayar bunga," kata Prastowo. Ia pun menyarankan, sebaiknya tarif tebusan mengikuti pengalaman banyak negara yakni sekitar 5-10 persen.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement