UU JPSK Hampir Rampung, Pemilik Bank Bermasalah Bakal Diburu

Yura Syahrul
2 Maret 2016, 15:21
perbankan
KATADATA/ Donang Wahyu

KATADATA - Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hampir merampungkan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Semua poin dalam beleid penangkal krisis keuangan ini sudah disepakati, termasuk upaya meminta pertanggungjawaban para pemilik bank bermasalah.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, Komisi XI DPR dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah menyepakati semua poin dalam RUU tersebut. Meskipun ada perubahan sejumlah poin dalam draf rancangan UU JPSK, itu tidak menyangkut hal-hal yang bersifat krusial dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. “Seluruh poinnya sudah beres. Pasti ada yang berubah tapi tidak ada yang luar biasa atau esensial,” katanya di Jakarta, Selasa (1/3).

Menurut dia, yang penting dari UU JPSK itu nantinya mengenai kewenangan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin pemenuhan kewajiban bank. Para pemilik bank wajib menyediakan sejumlah dana untuk mencegah dampak sistemik dari risiko krisis keuangan (bail in).

(Baca: Menkeu: Kami Tak Ingin Kasus 1998 dan 2008 Terulang)

Selain itu, KSSK akan mengejar pemilik bank yang berada di luar negeri kalau banknya mengalami masalah likuiditas. "Istilahnya pemilik bank bertanggung jawab sampai titik darah penghabisan," kata Bambang. Pasalnya, rata-rata bank besar di Indonesia dimiliki oleh pemodal asing. Kalau pemodal lokal yang menjadi mitranya tidak sanggup memenuhi kewajiban pendanaan maka pemerintah akan mengejar para pemilik modal asing tersebut.

“Harus tanggung jawab, jangan sampai banknya minta bantuan pemerintah,” kata Bambang. Jadi, lanjut dia, inti UU JPSK itu nantinya adalah menjaga keterlibatan pemerintah yang seminim mungkin ketika terjadi permasalahan likuiditas pada suatu bank.

(Baca: Status Krisis Ekonomi, DPR - Pemerintah Beda Pandangan)

Selain itu, beleid penangkal krisis tersebut juga memuat ketentuan penetapan bank berdampak sistemik dilakukan oleh otoritas pengawasan setelah berkoordinasi dengan BI. Jadi, bukan Presiden yang memutuskan suatu kondisi krisis. “Keputusannya oleh komite, kemudian (keputusan itu) direkomendasikan ke Presiden. Jadi, Presiden yang menetapkan,” kata Bambang.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...