Ada Ampres, Luhut Sebut Draf RUU Tax Amnesty Sudah Final

Yura Syahrul
4 Februari 2016, 19:09
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut B. Panjaitan
Arief Kamaludin|KATADATA

KATADATA - Keinginan pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk menambah penerimaan pajak tahun ini, bakal segera terwujud. Rancangan undang-undang (RUU) yang memayungi kebijakan tersebut bisa mulai dibahas pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).   

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, kemungkinan Amanat Presiden (Ampres) RUU itu bisa diserahkan kepada DPR hari ini. “Mungkin hari ini (Ampres diserahkan),” katanya di Jakarta, Kamis (4/2). Pasalnya, DPR sebelumnya meminta adanya amanat Jokowi sebagai bentuk komitmen politik untuk membahas beleid tax amnesty itu bersamaan dengan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, di tempat terpisah, Wakil Ketua Badan Legislatif DPR Firman Subagyo mengaku belum menerima Ampres RUU pengampunan pajak itu. “Saya belum terima. Tapi, mungkin sudah dititipkan di DPR,” katanya kepada Katadata.

(Baca: RUU Tax Amnesty Masih Terganjal Amanat Presiden)

Sekadar informasi, RUU Tax Amnesty merupakan inisiatif pemerintah yang memuat rancangan kebijakan penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan. Akhir bulan lalu, rancangan beleid tax amnesty masuk dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) 2016 yang memuat 40 RUU. Dengan terbitnya Ampres, Luhut berharap RUU pengampunan pajak bisa segera dibahas bersama DPR.

Adapun draf RUU itu sudah difinalisasi oleh pemerintah. Penetapan tarif tebusannya bersifat progresif yaitu sebesar 2, 4 dan 6 persen bagi wajib pajak. Tarif uang tebusan 2 persen untuk periode pengajuan Surat Permohonan Pengampunan Pajak (SP3) pada tiga bulan pertama UU tersebut diundangkan. Lalu, tarif 4 persen pada periode enam bulan berikutnya dan 6 persen untuk pengajuan setelah sembilan bulan undang-undang itu diterbitkan. Persentase tarif itu merujuk pada selisih nilai harta bersih wajib pajak atau nilai kekayaan yang belum pernah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...