Tim sukses Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin meluncurkan gagasan ekonomi baru yang dilabel sebagai Ma'rufnomics. Pemikiran ekonomi yang dilengkapi dengan rekomendasi program ini diniatkan menjadi branding narasi baru untuk sang calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Meski cocok dengan kapasitas Kyai Ma'ruf selama ini, konsepsi baru ini belum tentu manjur mengerek elektabilitas.

Rabu (17/10) pekan lalu, cawapres nomor urut satu tersebut menyampaikan kuliah umum di Rajaratnam School of Internasional Studies(RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Dalam ceramah yang dihadiri sekitar 150 orang undangan yang terdiri dari wakil pemerintah, pengusaha, diplomat, dan akademisi dari berbagai negara tersebut, Ma’ruf menjelaskan konsep ekonomi yang berkeadilan dan Islam wasathiyah atau Islam moderat di Indonesia.

Saat bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Istana Singapura, sehari sebelumnya, Ma'ruf juga mengungkapkan tema yang sama. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut menjelaskan upaya pemerintah mengatasi persoalan sosial ekonomi Indonesia dengan membangun ekonomi yang berkeadilan, pentingnya mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin, juga mendekatkan disparitas kesejahteraan antar daerah.

Ketika dijamu oleh Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dan Menteri Negara Senior Malik Osman di Hotel Grand Hyatt, Singapura, Ma'ruf juga kembali menyampaikan gagasan tersebut. Tatkala berjumpa dengan Duta Besar Indonesia untuk Singapura I Wayan Ngurah Swajaya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan sejumlah warga negara Indonesia di Kedutaan Besar RI, Ma'ruf juga mengulangi pesan yang sama.

(Baca: Dorong Ekonomi Kerakyatan, Ma'ruf Amin Bakal Hadiri Sarasehan di Bali)

Jokowi dan Ma'ruf Amin
Jokowi dan Ma (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
 

Ma'rufnomics atau Arus Baru Ekonomi Indonesia, sesuai penjelasan Ma'ruf sendiri dalam beberapa kesempatan, disandarkan kepada Sila ke-5 Pancasila yang wujudnya adalah ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial. Penekanannya adalah pemerataan kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, yang kuat dengan yang lemah, antar daerah dan antara produk lokal dengan global.

Informasi yang diperoleh Katadata, Ma'rufnomics memang diputuskan oleh tim kampanye sebagai narasi baru untuk sang cawapres. Setelah mempertimbangkan banyak aspek, baik dari sisi kapasitas pribadi Ma'ruf sendiri, adanya kebutuhan wacana kampanye, serta kepentingan konsep imaji yang pas, branding berbasis pemikiran ekonomi akhirnya dipilih.

Rosan Perkasa Roeslani, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, mengakui, Ma'rufnomics memang menjadi narasi branding yang paling pas untuk sang cawapres. Narasi ekonomi kerakyatan dipilih karena sesuai dengan kapasitas Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut sebagai cendekiawan muslim dengan kedalaman dan keluasan ilmu, khususnya di bidang ekonomi syariah.

Karena itu, Rosan membantah, wacana ekonomi terpaksa dipilih lantaran figur Ma'ruf kurang sesuai untuk menggarap pasar pemilih milenial yang memang menjadi incaran setiap pasangan calon di Pilpres 2019. "Kalau menggarap milenial itu tugas kalangan yang lain. Jadi setiap orang menyesuaikan dengan expertise dan kapasitas masing-masing," katanya.

(Baca: Dua Poin Pemikiran Ekonomi Umat ala Ma'ruf Amin)

Lantaran itu pula, sejak didaulat sebagai cawapres untuk mendampingi Presiden Joko Widodo, Ma'ruf langsung memaparkan gagasannya mengenai strategi pembangunan ekonomi Indonesia.

Idenya disebut sebagai "arus baru", karena fokusnya adalah pengarusutamaan ekonomi kerakyatan dan keumatan, yang selama ini diposisikan sebagai pemikiran alternatif dalam ekonomi. Karena itu, dari sisi segmen, narasi ini ditujukan untuk menjawab problem sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat bawah atau akar rumput.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement