Di mata beberapa ekonom, kondisi keuangan negara saat ini sudah mengkhawatirkan. Beban aneka proyek infrastruktur yang menyedot anggaran besar tidak diimbangi dengan penerimaan negara yang melimpah. Kondisi ini dapat memperlebar defisit anggaran hingga di atas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun ini, atau melampaui ambang maksimal yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara.

Adalah Faisal Basri, ekonom dari Universitas Indonesia, yang secara detail menguraikan kondisi beratnya beban keuangan negara. Dari sisi penerimaan, dia menyoal penerimaan pajak yang terus merosot selama beberapa tahun terakhir.

Advertisement

Pada 2012  penerimaan pajak masih tumbuh 12,2%, kemudian menurun pada 2013 dan 2014 menjadi 9,9% dan 6,4%. Meski sempat tumbuh 8,1% pada 2015, pertumbuhan pajak tahun lalu mencapai titik nadir yaitu hanya 3,1%.

"Pertumbuhan (pajak) 2015 semu karena praktik ijon dan penundaan pembayaran restitusi, yang tak ada lagi tahun 2016. Pertumbuhan pajak 2016 tanpa uang tebusan dari program amnesti pajak minus 4,7%," katanya dalam laman situs pribadinya bertajuk "Mengapa pembangunan infrastruktur bakal bermasalah?"

Sedangkan penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2017 mencapai Rp 686 triliun atau 53,5% dari target APBN Perubahan 2017 dengan pertumbuhan tahunan 10,23%. Dengan pertumbuhan hingga akhir tahun nanti stabil 10,23% maka penerimaan pajak 2017 mencapai Rp 1.219 triliun atau 95% dari target.

Alhasil, shortfall (kekurangan realisasi dari target) penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 65 triliun. Meskipun pengeluaran sudah dipangkas Rp 34 triliun, defisit APBN pada akhir tahun nanti naik menjadi 3,1% terhadap PDB. Artinya, melebihi batasan yang ditentukan dalam UU.

Potensi defisit anggaran tahun ini bahkan dapat membengkak menjadi 4,5%, jika shortfall penerimaan pajak mencapai Rp 252 triliun. Hitungan ini dengan mengasumsikan rata-rata penerimaan pajak saban bulan Rp 86 triliun sehingga total penerimaan pajak 2017 sebesar Rp 1.032 triliun atau 80% dari target APBN-P.

Agar defisit tidak melampaui 3%, menurut Faisal, pemerintah harus memangkas pengeluaran. Persoalannya, hampir tidak ada lagi ruang untuk memotong belanja rutin pemerintah. Yang dapat dilakukan adalah memangkas belanja modal.

Faisal mengusulkan dua pos belanja modal, yaitu menjadwal ulang proyek-proyek infrastruktur dan tidak mencairkan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan-perusahaan BUMN.

Sejak menjabat tahun 2014, Presiden Joko Widodo memang gencar membangun infrastruktur dengan mengalokasikan anggaran negara yang besar. Tahun ini, dana untuk proyek infrastruktur mencapai Rp 401 triliun atau 19% dari total belanja negara dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 2.133 triliun. Nilainya secara nominal naik dari rencana awal sebesar Rp 387 triliun.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement