Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dua tahun turut mengubah pola dan aktivitas hidup masyarakat. Yang paling mencolok adalah interaksi dan komunikasi tanpa tatap muka alias online dengan mengandalkan jaringan internet. Di tengah era digital, kondisi tersebut kian memacu pengembangan usaha sekaligus persaingan di antara operator telekomunikasi dan penyedia layanan internet.

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2021 menunjukkan, pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Totalnya mencapai 196 juta pengguna atau 73,7% dari total populasi, atau tumbuh 8,9% dari capaian tahun sebelumnya.

Advertisement

Kendati permintaan melonjak, penetrasi jaringan internet tetap pita lebar atau fixed broadband di Tanah Air justru masih minim. Data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) pada 2021 menunjukkan, penetrasi serat optik ke rumah tangga baru sekitar 10,45% dari total wilayah di Indonesia.

Perinciannya, penetrasi jaringan serat optik ke rumah tangga di Jawa paling besar yakni, 12,84%. Selanjutnya, Kalimantan 11,42%, Bali dan Nusa Tenggara 7,63%, Sulawesi 6,74%, Sumatra 5,78%, Maluku dan Papua 5,37%.

Laporan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) bertajuk Indonesia ICT Industry Outlook mengungkap, persoalan infrastruktur masih menjadi hambatan bagi penetrasi internet. Merentangkan jaringan internet merupakan investasi padat modal yang membutuhkan dana besar. Alhasil, penetrasi serat optik masih sangat terbatas.

Investasi jaringan fixed broadband di Indonesia cenderung merosot tajam saat pandemi Covid-19. Sejumlah penyedia jaringan memangkas operasional, menghentikan penggelaran infrastruktur, hingga terancam gulung tikar.

Terbukti, survei internal APJATEL menyimpulkan, sebagian besar perusahaan mengalami penurunan bisnis saat pandemi Covid-19. Dari 54 anggota APJATEL, sebanyak 84% perusahaan menunda pembayaran, 76% menurunkan kapasitas, dan 80% lainnya menghentikan layanan.

Selain itu, 62% perusahaan penyelenggara jaringan tidak melakukan ekspansi di masa pandemi, bahkan 48% responden menuturkan tidak akan bertahan dalam enam bulan tanpa injeksi investasi.

Dalam laporannya, Bank Dunia menyoroti kurangnya persaingan bisnis fixed broadband di Indonesia berdampak terhadap kualitas layanan internet dan keterjangkauan tarif. Tercatat, kecepatan mengunduh (download) internet fixed broadband di Indonesia hanya sebesar 20,13 Mbps. Bandingkan dengan Singapura yang mencapai 197,26 Mbps alias hampir 20 kali lebih cepat dari Indonesia.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 87% pelanggan fixed broadband di Indonesia memakai layanan IndiHome. Layanan dari PT Telkom Indonesia Tbk ini memiliki 8 juta pelanggan sepanjang 2020. Jumlah itu bertambah sekitar 1 juta pelanggan dibanding tahun sebelumnya.

First Media milik PT Link Net berada di posisi kedua dengan proporsi jumlah pelanggan internet fixed broadband sebesar 7%. MNC Play milik PT Media Nusantara Citra (MNC) memiliki proporsi sebesar 3%.

Adapun, Biznet yang dikelola PT Supra Primatama Nusantara dan My Republic yang dikelola PT DSSA Mas Sejahtera milik Grup Sinar Mas memiliki proporsi jumlah pelanggan internet fixed broadband terkecil di Indonesia, masing-masing hanya 1%.

Geliat Bisnis Operator Fixed Broadband

Chief Executive Officer (CEO) MyRepublic ID Andrijanto Muljono mengatakan, masa pandemi Covid-19 membuat aktivitas nyata terbatas, sehingga permintaan akses internet meningkat. Ini tidak hanya terjadi pada konsumen residensial, tetapi juga konsumen bisnis.

Berdasarkan paparan publik induk usahanya, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk, pendapatan dari layanan internet dan penjualan TV berbayar MyRepublic meningkat 27,3% pada 2021 menjadi US$ 57,1 juta dari capaian tahun sebelumnya US$ 44,9 juta.

Adapun, jumlah pelanggan bertambah 15,6% menjadi 216.508 pelanggan, dari sebelumnya 187.269. Total home-pass juga melonjak 22,9% dari 918.838 menjadi 1,12 juta home-pass.

Menurut dia, internet menjadi kebutuhan primer seluruh masyarakat dalam berkegiatan, baik bekerja, sekolah, maupun hiburan. Karena itu, MyRepublic berambisi meningkatkan pangsa pasar melalui pencapaian target yang besar, baik jumlah pelanggan maupun titik sambung (homepass).

“Kami targetkan 300 ribu jumlah subscriber (pelanggan) pada 2022 dengan target pembangunan jaringan kurang lebih 500 ribu titik sambung di Indonesia,” ujar Andrijanto kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.

Dalam lima tahun ke depan, MyRepublic juga berharap dapat memperluas jangkauan hingga ke 35 kota di Indonesia dan membangun 1 juta titik sambung di seluruh Indonesia.

Tahun ini, operator fixed broadband milik Sinar Mas ini akan mengembangkan jaringan ke beberapa kota di Indonesia, di antaranya: Makassar, Pekanbaru, dan Serang.

Andijanto menjelaskan, pemasaran digital dan konvensional berperan utama dalam performa bisnis MyRepublic selama masa pandemi.

Sementara itu, pelaku bisnis fixed broadband lain, Biznet, tak memungkiri pandemi Covid-19 membuat kinerja bisnisnya yang berfokus di segmen business to business (B2B) merosot.

Adi Kusma, Presiden Direktur Biznet mengatakan, aktivitas karyawan yang tak lagi rutin dilakukan di kantor menyebabkan pendapatan dari jasa fixed broadband perkantoran menurun drastis.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement