Melawan Pandemi Melalui Digitalisasi

Layanan jarak jauh Halodoc semakin meningkat saat pandemi corona. Ada chatbot khusus terkait risiko virus corona hingga layanan konsultasi psikologis.


Sebagai CEO Halodoc, Jonathan Sudharta merasa beruntung karena memiliki kenalan dokter dan akses ke obat-obatan ketika virus corona merebak di Indonesia. Di saat bersamaan, ia melihat di televisi dan media sosial banyak orang yang meninggal akibat Covid-19.

Lulusan Universitas Curtin, Australia ini pun ingin keberuntungan yang sama dirasakan oleh masyarakat di tengah kepungan pandemi. Karena itu Jonathan memperbesar platform teknologi kesehatan yang telah ia bangun pada 2016 itu saat virus corona makin menyebar di Tanah Air.

Keinginan ini disambut ribuan dokter, rumah sakit, dan apotek. Jonathan mencatat sekitar delapan ribu dokter mendaftar di platform pada Maret 2020. Jumlah ini memperbanyak 20 ribu petugas medis yang telah bergabung lebih awal sebelum pandemi.

Bagi dokter-dokter yang baru bergabung, Halodoc memberikan pelatihan mengenai Covid-19 dan dunia telemedicine. “Kami undang pembicara dari Cina dan Inggris untuk mempelajari Covid-19, bagaimana menanganinya,” kata Jonathan dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id tahun lalu. “Setelah itu setiap minggu dokter kami bertambah kira-kira 500 orang.”

Sebelum pandemi, Halodoc juga sudah terkoneksi dengan 4.000 apotek dan 2.000 rumah sakit. Waktu pandemi datang, jumlah mitra kesehatan ini makin besar hingga ke pelosok negeri.

Di awal pandemi itu, Jonathan ingat benar bagaimana timnya berjumpalitan setiap hari. Seiring lonjakan pengguna yang signifikan dia harus memastikan agar orang-orang di belakangnya jangan sampai kelimpungan, misalnya lantaran jumlah dokter tidak cukup.

Pasalnya, tidak semua dokter aktif 24 jam. Sebagai contoh, dia harus memastikan tidak ada shift atau waktu tertentu yang penggunanya 1000 orang namun dokternya cuma lima. Mesti cukup jumlah dokter di jam yang sama.

Dari data pengguna Halodoc terlihat bahwa jam sibuk terjadi pada pukul 12 siang, 12 malam, dan empat sampai lima pagi. “Banyak orang setelah salat subuh berkonsultasi dengan dokter, jam-jam yang kami harus memastikan agar dokter terpenuhi,” ujar Jonathan.

Layanan jarak jauh lain yang dikembangkan yakni chatbot khusus terkait risiko terpapar virus corona. Pada bulan berikutnya, Halodoc menyediakan layanan khusus pasien Covid-19 yang isolasi mandiri atau isoman. Startup ini juga membantu dari sisi tes risiko Covid-19.

Halodoc bahkan menyediakan layanan psikologis. Hal ini mengingat masyarakat diliputi kekhawatiran akan risiko terpapar virus corona, mobilitas yang dibatasi, hingga mengganggu pekerjaan dan persoalan lainnya. Fasilitas ini tersedia dalam bentuk chat maupun panggilan video.

Tak hanya itu, Halodoc lalu menyediakan layanan kesehatan hewan. Fasilitas itu untuk meminimalkan risiko penularan virus corona melalui hewan. Dengan begitu, setiap orang bisa merasa aman berdekatan dengan binatang peliharaannya.

Halodoc mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan kesehatan diri sendiri terutama di tengah pandemi corona. Menurut survei The Asian Parent, aplikasi ini menjadi platform kesehatan yang paling banyak digunakan di Indonesia, sebagai berikut:

Niat baik membantu bangsa menghadapi virus corona pun berbuah manis. Selain menjembatani masyarakat terhadap akses kesehatan, bisnis Halodoc melonjak sepanjang 2020. Jumlah unduhan meningkat dua kali. Pada tahun itu, pengguna aktif bulanannya hingga 18 juta orang.

Jumlah artikel yang dilihat per bulan di aplikasi pun berlipat dua. Bahkan, penjualan obat di aplikasi Halodoc naik lima kali. Halodoc juga menggelar tes Covid-19 yang mencapai 600 ribu lebih per Februari 2021.

Upaya Jonathan dan tim Halodoc menangani pandemi corona disambut baik oleh pemerintah. Kementerian Kesehatan meminta ia dan perusahaan menyediakan vaksinasi Covid-19 dan layanan konsultasi dengan dokter pada awal 2021.

Halodoc pun membangun lebih dari 400 fasilitas vaksinasi Covid-19. Setidaknya Rp 30 miliar digelontorkan untuk membantu pemerintah. “Kami sama sekali tidak menyesal dengan biaya langsung maupun tidak langsung yang kami keluarkan,” kata dia.

Startup itu pun meraih penghargaan ‘The Most Innovative Start Up’ dari Galen Growth Asia dan menjadi ‘Choice Start Up’ dari Forbes Indonesia pada 2018. Pada 2019 dan 2020, Halodoc menjadi satu-satunya startup kesehatan di Asia Tenggara yang masuk daftar Digital Health 150 dari CB Insights.

Tahun berikutnya, Halodoc dinobatkan oleh Usaria dan UX Alliance sebagai aplikasi paling ramah pengguna (UX) kedua dari 47 aplikasi dari 17 negara. Pada tahun yang sama, startup ini masuk daftar The Top 100 Healthcare Technology Companies of 2021 di peringkat 60.

“Halodoc mempunyai mimpi memudahkan akses masyarakat,” kata Jonathan. “Banyak pembelajaran dari pandemi Covid-19, baik untuk dokter maupun pasien. Jadi menurut saya layanan kesehatan online akan digunakan ke depan.”

Oleh karena itu, Halodoc akan berfokus menyediakan layanan sesuai permasalahan yang muncul. Bukan hanya menghadirkan layanan online, tetapi juga offline. “Kami menyediakan solusi dari permasalahan yang ada,” ujarnya.

**

TIM PENYUSUN

Pemimpin Redaksi: Yura Syahrul

Penanggung Jawab: Muchamad Nafi

Kepala Proyek: Sorta Tobing

Editor: Yura Syahrul, Muchamad Nafi

Penulis: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati, Intan Nirmala Sari, Muchamad Nafi, Rezza Aji Pratama, Sorta Tobing

Ilustrasi: Lambok Hutabarat

Grafik: Reza Pahlevi

Producer: Revita RR

Video Editor: Budi Winawan

Videografer: Trion Julianto, Wahyu DJ

Fotografer/Periset Foto: Muhammad Zaenuddin

Motion Graphic: Andriansah

Librarian: Hasna Salsabila

UI/UX dan Development: Firman Firdaus, Nugroho Raharjo