Membidik Kelompok yang Tidak Percaya Covid-19

Pandemic Talks terpanggil untuk mengedukasi masyarakat mengenai Covid-19. Berperan besar dalam mengemas informasi dalam bentuk grafis dan obrolan.


Satu di antara sisi baik dari dampak Covid-19 yakni munculnya kepedulian kolektif di masyarakat untuk menangani pandemi tersebut. Berbagai tokoh dan lembaga berkumpul, secara terstruktur maupun sporadis, untuk berbagi peran menghadapi virus corona dari aspek kesehatan maupun ekonomi.

Pandemic Talks yang hadir pada Juli 2021 juga terpanggil untuk mengedukasi masyarakat terkait pandemi, sains, medis, dan hal lain mengenai Covid-19. Mereka membagikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat melalui media sosial terutama Instagram dan Twitter.

Gerakan ini digagas oleh beberapa orang, seperti dr. Muhammad Kamil dan Mutiara Anissa selaku Co-founder Pandemic Talks. Mutira juga seorang biomedical scientist. Ada juga Firdza Radiany yang menyatakan Pandemic Talks untuk mengejar audiensi yang tidak percaya dengan Covid-19.

Dalam wawancara bersama media Jerman, DW pada Juli 2021, Kamil beserta rekannya merasakan kegelisahan akan kondisi pandemi Covid-19 di Tanah Air. Ketika itu istilah herd stupidity atau kebodohan komunitas mulai marak muncul di masyarakat.

Beragam kondisi tersebut membuat para penggagas tersebut menginisiasi sebuah platform data dan info Covid-19 yang kemudian dikenal sebagai Pandemic Talks. Berawal dari perbincangan iseng yang berlanjut ke obrolan podcast, para penggagas platform tersebut kian mempersempit gap informasi di masyarakat.

Alhasil, mereka memutuskan untuk memanfaatkan Instagram sebagai media informasi yang saat itu dianggap masih “kosong” informasi mengenai Covid-19. Mereka juga membuat grafis yang berisikan beragam informasi mengenai pandemi, tak hanya dari sisi kesehatan, melainkan dari semua sisi.

Dalam proses penyebaran informasi, tim Pandemic Talks melakukan repackage informasi dalam bentuk grafis dan obrolan untuk dibagikan ulang. Bahkan di awal, Kamil mengaku mereka tak memiliki akses informasi khusus layaknya intelijen. “Timnya sudah 30-an orang. Semuanya relawan dan tidak ada funding,” kata Kamil.

Platform informasi tersebut juga sempat mendapat cibiran hingga sindiran dari warganet yang melihat aksi Pandemic Talks sebagai upaya politik. Begitu juga saat mereka menginformasikan hal-hal hoaks atau misinformasi dianggap sebagai kontra dari akun-akun konspirasi.

Pantang gentar demi menyampaikan informasi kepada masyarakat, Pandemic Talks hingga saat ini masih terus mengedukasi masyarakat tentang beragam informasi terkait Covid-19 dan isu kesehatan lainnya yang tengah berkembang di masyarakat.

Peneliti Senior dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte menilai Pandemic Talks layak mendapat sorotan sebagai platform yang berperan dalam menekan kasus Covid-19. “Isinya dokter-dokter muda yang menceritakan tentang pandemi, yang baik dari sisi inovasi,” ujarnya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.

Hingga awal Maret kemarin, akun Instagram dengan nama @pandemictalks sudah diikuti hampir 440 ribu pengguna, dengan total 3.800 lebih postingan. Sementara di Twitter, pengikut akun @pandemictalksID mencapai 3.600 lebih pengguna. Hanya aktivitas di Twitter tidak seaktif di Instagram.

TIM PENYUSUN

Pemimpin Redaksi: Yura Syahrul

Penanggung Jawab: Muchamad Nafi

Kepala Proyek: Sorta Tobing

Editor: Yura Syahrul, Muchamad Nafi

Penulis: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati, Intan Nirmala Sari, Muchamad Nafi, Rezza Aji Pratama, Sorta Tobing

Ilustrasi: Lambok Hutabarat

Grafik: Reza Pahlevi

Producer: Revita RR

Video Editor: Budi Winawan

Videografer: Trion Julianto, Wahyu DJ

Fotografer/Periset Foto: Muhammad Zaenuddin

Motion Graphic: Andriansah

Librarian: Hasna Salsabila

UI/UX dan Development: Firman Firdaus, Nugroho Raharjo