Mobilisasi Sumber Daya Non-Finansial Lewat Whats App Grup
Saat awal didirikan, Sonjo berfokus pada aktivitas sosial dan kesehatan, lalu berkembang hingga ke ekonomi. Memobilisasi sumber daya non-finansial untuk membantu penanganan pandemi.
Pekan-pekan pertama pandemi Covid-19 pada Maret 2020 itu membuat Rimawan Pradiptyo sering berpikir. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada itu sejatinya sudah banyak aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Mulai dari penanganan bencana hingga menjadi pegiat komunitas anti-korupsi. Namun pandemi yang mulai merambah Indonesia pada Maret 2020 itu menjadi pengalaman baru bagi Rimawan.
Pada pekan-pekan pertama di Maret, Rimawan banyak berdiskusi dengan para koleganya untuk membantu penanganan pandemi. Larangan bertemu secara fisik dan beraktivitas di luar ruangan menghambat gerak banyak relawan. Namun ia tak kehilangan akal. “Kita punya internet. Itu saja yang kita manfaatkan,” ujarnya.
Setelah beberapa hari berpikir dan berkomunikasi dengan para koleganya, Rimawan akhirnya membuat grup di aplikasi Whats App pada 24 Maret 2020. Namanya Sonjo alias Sambatan Jogja. Dalam bahasa jawa, ‘sambatan’ berarti gotong royong. Sonjo dalam tradisi Jawa juga berarti berkunjung atau silaturahmi.
Rimawan bercerita, saat awal didirikan Grup WA Sonjo berfokus pada aktivitas sosial dan kesehatan. Ini misalnya memobilisasi alat pendukung kesehatan seperti hand sanitizer dan alat pelindung diri APD untuk tenaga medis.
Tiga pekan setelah grup pertama dibuat, diskusi semakin berkembang ke arah ekonomi. Rimawan bercerita, saat itu kondisi pasar di kawasan Yogyakarta berubah drastis. Banyak toko berhenti beroperasi sehingga menimbulkan kekhawatiran soal pasokan pangan.
Rimawan dan koleganya pun membuat Grup WA kedua yang dinamakan ‘Sonjo Pangan’. Grup ini menghubungkan antara penjual dan pembeli, terutama di sektor pangan. Melalui grup ini, masyarakat yang membutuhkan makanan atau barang tertentu bisa menghubungi penjual yang ada di database Sonjo Pangan. “Isinya ratusan pedagang di situ,” ia bercerita.
Perlahan tapi pasti grup Whats App Sonjo kian berkembang pesat. Saat ini ada sekitar 30 grup Sonjo yang berisi ribuan anggota. Selain itu, ada juga belasan grup non-resmi yang dibuat untuk keperluan koordinasi.
Menurut Rimawan, tujuan utama Sonjo adalah memobilisasi sumber daya non-finansial untuk membantu penanganan pandemi. Awalnya, banyak yang mengusulkan Sonjo membentuk dapur umum atau memberikan donasi saja. Namun, menurutnya, hal tersebut akan membuat keberlangsungan Sonjo menjadi terbatas.
“Sejak awal kita tahu pandemi akan berlangsung bertahun-tahun. Jadi kalau mengandalkan sumber daya finansial untuk donasi misalnya, seberapa lama kita akan bertahan,” katanya.
Rimawan pun merancang Sonjo sedemikian rupa agar fokus pada sumber daya non-finansial. Selain jaringan dan koneksi yang kuat, Sonjo berkembang pesat karena ditopang oleh pengetahuan para ahli yang aktif terlibat.
Bersifat Cair
Sejak pertama kali didirikan, komunitas Sonjo bersifat cair. Anggota grup Whats App bisa keluar masuk tanpa syarat. Salah satu keunggulan Sonjo, menurut Rimawan, adalah kemampuannya merespons kebutuhan masyarakat. Selain itu, anggotanya bukan cuma masyarakat biasa. Banyak para ahli dari berbagai bidang yang ikut terlibat aktif dalam komunitas Sonjo.
“Kami ingin berbasis pada evidence-based policy. Jadi kalau ada apa-apa kita harus tanya ahlinya,” katanya.
Grup Whats App Sonjo, misalnya, juga berisi para ahli ekonomi, epidemiolog, dan ahli statistik. Ini membuat Sonjo bisa memberikan solusi lintas disiplin atas persoalan tertentu. Ketika rumah sakit mulai kewalahan dengan jumlah pasien, misalnya, para ahli di Sonjo membuat sistem rujukan pasien.
Rimawan bercerita saat itu sistem rujukan pasien terlalu rumit. Agar bisa dirujuk ke satu rumah sakit, pasien harus membawa rekam medis. Namun, banyak kejadian rumah sakit tidak bisa menerima pasien tersebut karena keterbatasan alat atau ruangan. Dengan demikian, pasien harus beralih ke rumah sakit lain yang belum tentu menerimanya.
Guna menyelesaikan masalah ini, Sonjo membuat database pasien yang bisa diakses para petinggi rumah sakit di Yogyakarta. “Jadi kita buat grup khusus yang berisi direktur-direktur rumah sakit. Nanti mereka yang akan menentukan pasien mana yang bisa dirujuk ke RS mereka,” kata Rimawan.
Keterlibatan para ahli juga terlihat dalam Komite Kepatutan di Sonjo. Meskipun komunitas ini bersifat cair dan informal, Rimawan menyebut komite ini tetap dibutuhkan untuk menjaga rambu-rambu organisasi.
Seiring dengan pandemi Covid-19 yang kian mereda, Rimawan menyerahkan masa depan Sonjo kepada para anggotanya. “Ini sempat saya tanyakan ke anggota. Terserah mereka apakah mau dilanjutkan atau tidak,” katanya.