EV-DCI: Pandemi Menghantam,
Daya Saing Digital Meningkat
Hasil pemetaan daya saing digital Indonesia melalui East Ventures-Digital Competitiveness Index (EV-DCI 2021) menunjukkan peningkatan daya saing digital pada sebagian besar provinsi. Peningkatan ini utamanya ditopang oleh peningkatan pilar Infrastruktur.
Pandemi Covid-19 telah menghantam Indonesia selama 2020, menyebabkan pembatasan kegiatan di luar rumah dan peningkatan aktivitas dari rumah. Kegiatan bekerja, bersekolah, beribadah dan bahkan berbelanja pun dilakukan di rumah dengan memanfaatkan teknologi digital. Komunikasi dan transaksi dilakukan dengan meminimalisir kegiatan mobilitas untuk menghindari penyebaran virus.
Peningkatan aktivitas digital di Indonesia selama pandemi ini tercermin juga pada peningkatan daya saing digital pada distribusi skor East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI 2021). Ini adalah sebuah metode untuk mengukur daya saing digital di seluruh wilayah Indonesia yang disusun oleh East Ventures bersama Katadata Insight Center. Pada pengukuran EV-DCI di tahun kedua ini, angka tengah nasional meningkat dari 27,92 pada 2020 menjadi 32,05 pada 2021. Kenaikan angka tengah ini menggambarkan daya saing digital di sebagian besar provinsi di Indonesia sudah semakin baik dan semakin merata.
Sejak 2018, pemerintah telah mencanangkan Making Indonesia 4.0 dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekonomi digital dan daya saing digital industri di skala global. Tren transformasi digital menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi digital, apalagi didukung oleh tingginya penetrasi internet di Indonesia. Data We Are Social mencatat pertumbuhan 27 juta pengguna baru yang terkoneksi dengan internet sepanjang tahun 2020. Pengguna internet berperan sebagai simultan dalam menciptakan ekonomi berbasis digital.
Di tengah pandemi, sektor ekonomi digital tetap tumbuh positif bahkan mencapai 11 persen. Selain itu, digitalisasi mampu meningkatkan efisiensi dari hulu ke hilir dan mendorong investasi. Performa realisasi investasi sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi pun semakin baik. Pada triwulan I-III/2020, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor ekonomi digital pada peringkat pertama dan Penanaman Modal Asing (PMA) pada peringkat ketiga.
Hasil studi ini juga memetakan setiap provinsi berdasarkan 3 sub-indeks menyusun, yaitu input, output dan penunjang. Hampir seluruh provinsi memiliki skor sub-indeks input yang lebih besar dibandingkan dengan skor sub-indeks output. Hanya DKI Jakarta dan Sulawesi Barat yang sebaliknya.
Skor output yang lebih besar dibandingkan dengan input menunjukkan bahwa pemerataan keterampilan dan penggunaan teknologi digital di Indonesia sudah semakin baik namun belum diimbangi dengan kemampuan mengoptimalkan manfaat ekonomi digital.
Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Progresif
Dalam mengukur perkembangan daya saing digital suatu wilayah, masing-masing sub indeks, yakni input, output dan penunjang, diukur berdasarkan tiga pilar sehingga total terdapat sembilan pilar yang membentuk EV DCI.
Berdasarkan tiga sub indeks tersebut, sebaran aspek penunjang dan input cenderung lebih merata dibandingkan sub indeks output. Sub indeks input mencerminkan kesiapan ekosistem yang berkontribusi langsung pada perkembangan ekonomi digital di daerah tersebut. Tiga aspek utama yang diukur oleh input, yakni tingkat keterampilan digital SDM, tingkat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan tingkat pengeluaran TIK.
Pilar penggunaan TIK dengan skor paling tinggi pada sub indeks input mencakup penggunaan internet dan perangkat digital. Angka tengah relatif baik dan mengalami peningkatan menjadi 51,2. Selain itu, pilar pengeluaran TIK meningkat paling tinggi pada sub indeks ini, yaitu sebesar 6,3 poin. Peningkatan penggunaan internet selama pandemi diiringi dengan peningkatan pengeluaran untuk TIK di rumah tangga.
Wawancara Direktur Digital dan Bisnis PT Telkom Indonesia Tbk Muhamad Fajrin Rasyid dengan tim EV-DCI menyebutkan ada peningkatan pelanggan internet mencapai 20-30 persen selama pandemi.
Kondisi sebaliknya terlihat pada sub indeks output, yang mencerminkan kemampuan daerah dalam memanfaatkan teknologi digital berdasarkan pada aspek perekonomian, tingkat kewirausahaan dan produktivitas dan ketenagakerjaan. Di sini, terlihat adanya kesenjangan antara kelompok provinsi dengan daya saing tinggi dan deretan provinsi dengan daya saing digital rendah.
Untuk sub indeks penunjang, terdapat kenaikan nilai tengah menjadi 39,1 yang menunjukkan kecenderungan pemerataan antar provinsi di Indonesia. Pada aspek penunjang, pilar infrastruktur merupakan pilar dengan sebaran sektor paling merata dan peningkatan angka tengah paling tinggi, yaitu naik 7,54 poin. Ada dua faktor utama pendorong perbaikan, yakni dari segi pembangunan infrastruktur yang semakin masif dan naiknya penggunaan layanan berbasis digital.
Kebijakan dan program pemerintah dalam beberapa tahun terakhir memang fokus menyediakan infrastruktur untuk pemerataan konektivitas. Pada 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil menyelesaikan koneksi serat optik di semua kota Indonesia, atau lazim disebut proyek Palapa Ring. Pembangunan Base Transceiver Station (BTS) juga digenjot untuk memperluas jangkauan sinyal 4G ke seluruh desa.
Dalam wawancara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama tim EV-DCI menyebutkan bahwa infrastruktur internet menjadi prioritas pembangunan pemerintah. Contohnya, untuk anggaran pembangunan infrastruktur 2021, tersedia anggaran khusus pembangunan teknologi digital sebesar Rp 29,6 triliun. Alokasi yang ditujukan pada rencana pembangunan lebih dari 5.000 BTS yang akan menghubungkan sekitar 12.000 titik pelayanan publik.
Daya Saing Digital Semakin Merata
Jika dipetakan daya saing digital seluruh provinsi di Indonesia, skor regional provinsi-provinsi di Pulau Jawa memimpin di seluruh pilar pembentuk daya saing digital, melampaui regional lain. Namun, pada pilar tertentu juga terlihat bahwa penyebaran skor lebih merata, seperti pada pilar penggunaan TIK dan ketenagakerjaan. Namun, masih terlihat adanya kesenjangan yang cukup jauh, seperti pada pilar kewirausahaan dan produktivitas, serta pilar SDM.
Dari sebaran provinsi Indonesia, daerah yang memiliki daya saing digital tinggi memang masih cenderung berpusat di Pulau Jawa. Deretan berikutnya diikuti oleh provinsi-provinsi yang berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan, lalu jajaran provinsi dengan daya saing digital rendah yang berasal dari kawasan Timur Indonesia. Di beberapa pulau besar di luar Jawa, provinsi dengan daya saing digital teratas merupakan provinsi yang dikenal lebih maju dan berkembang dibandingkan provinsi lainnya di pulau tersebut.
Untuk daya saing tingkat nasional, DKI Jakarta masih memimpin daya saing digital dengan skor EV DCI 77,6, dengan rasio penduduk yang memiliki akses internet mendapat skor sempurna. Provinsi Jawa Barat yang menyusul di posisi kedua, terpaut cukup jauh dengan skor capaian sebesar 57,1 yang unggul dalam pilar ketersediaan SDM, keuangan, dan infrastruktur digital. Peringkat ketiga yang ditempati oleh Jawa Timur yang tergolong unggul dalam pilar infrastruktur, regulasi, SDM dan keuangan.
Keberadaan Jawa Barat di posisi kedua tidak terlepas dari upaya pemda Jabar dalam membangun ekonomi digital. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan untuk mengembangkan ekonomi digital, pemda Jabar telah membangun jaringan internet gratis pada lebih dari 700 desa, serta mendorong 1000 BUMDes masuk pasar digital. Di sisi lain, provinsi Jawa Barat unggul dengan ketersediaan talenta digital dan didukung pilar keuangan dengan jumlah agen layanan keuangan digital yang memadai.
Pada jajaran 10 besar, provinsi Bali dan Kepulauan Riau meningkat paling tinggi dibandingkan skor EV-DCI tahun sebelumnya. Bali naik tiga peringkat ke posisi ke-4 dengan kenaikan 7,1 poin, demikian juga dengan Kepulauan Riau naik ke peringkat ke-7, dengan peningkatan skor 7,1. Kehadiran Bali dan Kepulauan Riau di jajaran 10 besar telah menembus dominasi provinsi dari Pulau Jawa di deretan papan atas.
Kenaikan skor dan peringkat kedua provinsi ini dipengaruhi oleh semakin banyaknya penduduk yang bergantung pada internet dalam pekerjaan atau menjalankan usahanya. Selain itu, peningkatan skor Bali tidak lepas dari faktor infrastruktur digital di provinsi tersebut yang memiliki skor terbaik kedua setelah DKI Jakarta (82,42). Tingginya skor Infrastruktur ini didukung oleh sejumlah indikator penyusunnya, seperti rasio desa yang sudah mendapatkan sinyal 3G dan 4G.
Akan halnya, lonjakan peringkat daya saing digital Kepulauan Riau ditopang oleh kehadiran Kawasan Nongsa Digital Park (NDP) yang berlokasi di Batam, Kepulauan Riau. Kawasan ini berfungsi sebagai wadah dalam mengembangkan usaha terkait industri kreatif berbasis digital. Sejak diluncurkan pada 2018, NDP kini telah ditempati oleh sekitar 150 perusahaan dan 1000 pengembang teknologi dan pelaku industri kreatif. NDP mendukung program pelatihan yang mencakup peningkatan keterampilan software dan big data dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Kepulauan Riau.
Akselerasi Transformasi Digital di Berbagai Sektor
Pembatasan sosial semasa pandemi menjadikan pemanfaatan teknologi digital sebagai andalan utama dalam interaksi dan aktivitas keseharian masyarakat. Kesiapan infrastruktur digital membantu para pelaku bisnis untuk tetap bertransformasi dengan lebih agile dalam menyesuaikan perubahan kebiasaan dalam mengadopsi teknologi. Pemenuhan kebutuhan primer, mengakses layanan kesehatan dan melakukan pembelajaran jarak jauh dan kegiatan daring lainnya mengalami pertumbuhan pesat selama pandemi.
Tumbuhnya sektor e-commerce juga terlihat dari pilar ketenagakerjaan, dengan meningkatnya indikator pertumbuhan tenaga kerja sektor terkait digitalisasi hampir 60 persen. Pelaku e-commerce Tokopedia pun mengalami akselerasi dengan merchant yang meningkat sejumlah 2,5 juta hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Dengan peningkatan ekonomi digital yang signifikan, pemerintah meluncurkan program Bangga Buatan Indonesia, yang bertujuan untuk menguatkan produk dalam negeri dan kapasitas pemasaran UMKM di pasar digital. Hingga awal 2021, terdapat sekitar 8 juta UMKM baru yang masuk ke pasar online.
Pemberlakuan Pembatasan Berskala Sosial selama masa pandemi juga mempengaruhi proses belajar mengajar yang diwujudkan dengan penerapan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar online. Data dari Kemendikbud mencatat sekitar 68,8 juta siswa melakukan pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatan teknologi pendidikan pun sangat bergantung pada konektivitas.
Pasca pandemi, infrastruktur digital tetap menjadi prioritas dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Semakin bertumbuhnya mahasiswa dan program studi pendidikan digitalisasi di berbagai daerah akan semakin berpotensi memacu transformasi sektor-sektor yang menjadi prioritas pada penguatan digital, baik pada sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik. CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, dalam kesempatan wawancara bersama dengan tim EV-DCI menyampaikan dengan adanya generasi transformasi digital, tidak butuh waktu hingga dua dekade untuk Indonesia menyusul China.
“Kami yakin akan lahir generasi transformasi, generasi yang kemudian menyadari pentingnya teknologi sebagai keniscayaan bahwa bisnis apa pun pasti berbau online,” kata William Tanuwijaya.
Salah satu tantangan ke depan adalah bagaimana kesenjangan di sejumlah pilar semakin dipersempit, terutama terkait dengan sumber daya (SDM) yang mumpuni dan menguasai teknologi. Upaya ini sangat penting karena sumber daya yang siap akan mendorong output sehingga dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi digital. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan perusahaan teknologi dalam menyediakan pelatihan teknologi digital.
***
Laporan Lengkap dapat diunduh di sini.