Membekali Angkatan Muda
untuk Siap Kerja dan Berwiraswasta
Membekali
Angkatan Muda
untuk Siap Kerja
dan Berwiraswasta
Bekerja sama dengan Citibank, Indonesia Business Links (IBL) menginisiasi Program Skilled Youth yang bertujuan meningkatan kapasitas soft skill maupun hard skill para pemuda agar siap berkerja atau menjadi wirausahawan yang andal.
Padjar Iswara (Tim Riset dan Publikasi Katadata)
22 Maret 2021, 13:00
Proyeksi penduduk Indonesia pada 2030-2040, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.
Saat ini Indonesia sedang berpacu dengan waktu karena puncak keemasan bonus demografi Indonesia diperkirakan berlangsung antara 2020-2024. Saat itu, 100 penduduk produktif berumur 15-64 tahun hanya akan menanggung hidup 45,4 penduduk tidak produktif, yaitu anak-anak (<15 tahun) dan lansia (>65 tahun).
Bonus demografi merupakan potensi besar bagi suatu negara untuk melompat menjadi negara kaya seiring dengan semakin kecilnya beban yang ditanggung. Namun, untuk bisa mendapatkan bonus tersebut dibutuhkan sumber daya manusia berkualitas, tersedianya lapangan kerja yang memadai, masuknya perempuan ke pasar kerja dan besarnya tabungan masyarakat.
Permasalahannya, menurut LPEM Universitas Indonesia (UI), ada satu tantangan yang dapat menghambat, yaitu Indonesia diperkirakan akan mencapai puncak tenaga kerja usia produktif pada 2030 sebesar 53,1 persen dari total populasi dan kemudian menurun pada 2031. Saat itu Indonesia akan memasuki periode 'dividen terlambat' dari bonus demografinya mulai 2031.
Ini berarti jika Indonesia ingin menghindari 'jebakan kelas menengah' (middle income trap) dan memasuki tingkat negara berpenghasilan tinggi pada 2036, maka akan ada upaya besar, termasuk memperpanjang usia produktif dari 65 tahun.
Dari ukuran perekonomian, saat ini Indonesia tergolong negara berpendapatan menengah. Indonesia mampu menjadi negara kaya, seperti diprediksi oleh PricewaterhouseCoopers (PwC). Indonesia bisa menjadi negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia pada 2030. Kesejahteraan penduduk Indonesia yang diukur dengan Produk Domestik Bruto berdasarkan paritas daya beli (Gross Domestic Product at Purchasing Power Parity) mencapai US$5,4 triliun.
Agar bisa menjadi negara kaya maka Indonesia harus bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi, rata-rata sekitar 8,9 persen menurut hasil kajian LPEM UI. Jika tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Indonesia akan masuk jebakan kelas menengah dan gagal menjadi negara kaya.
Kunci untuk mengoptimalkan bonus demografi adalah dengan meningkatkan produktivitas penduduk usia muda, melalui pembentukan kualitas modal manusia dan penciptaan lapangan kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi terjadi pada penduduk usia muda (15-24 tahun).
Grafis di atas menunjukkan banyak penduduk usia muda tercatat sebagai pengangguran. Bila hal itu tak mendapat perhatian serius, bonus demografi yang dimiliki Indonesia bisa berubah jadi bencana demografi.
Selain masalah tingginya TPT pada angkatan muda, secara umum Indonesia juga menghadapi dua tantangan ketenagakerjaan. Pertama, sekitar 63 persen tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan sekolah menengah pertama atau lebih rendah. Kondisi tersebut berdampak terhadap produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang relatif rendah.
Kedua, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan industri sehingga menyebabkan industri mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas.
“Harus ada revolusi keahlian agar tenaga kerja kita mampu menjawab future work karena jika tidak akan terjadi mismatch (antara kebutuhan industri dengan keahlian tenaga kerja),” kata Direktur Ketenagakerjaan Bappenas Mahatmi Parwitasari dalam webinar ‘Kemitraan dalam Peningkatan Peluang Ekonomi Kaum Muda’ yang digelar Indonesia Business Links dan Citi Foundation, di Jakarta, Kamis (17/12).
Bila tidak ada keahlian memadai, kata dia, maka produktivitasnya akan rendah sehingga sulit bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.
Terganjal Pandemi Covid-19
Sejumlah besar tenaga kerja tidak terampil, ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, kemungkinan akan memicu situasi yang dapat menghilangkan jutaan pekerjaan. Sejak pandemi melanda, Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan secara global hampir 2,7 miliar pekerja yang mewakili 81 persen tenaga kerja dari seluruh dunia berada dalam risiko.
Mahatmi mengungkapkan, Bappenas memperkirakan angka pengangguran pada 2020 bertambah 4-5 juta orang menjadi 11 juta penganggur. Bertambahnya angka pengangguran didasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hingga akhir tahun ini minus 0,4 persen hingga 1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sebelumnya, pemerintah memasang target angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada 2020, sekitar 5 persen, tanpa adanya pandemi Covid-19. Namun karena adanya Covid-19, layoff, kemudian adanya angkatan kerja baru sekitar Juni dan tidak melanjutkan pendidikan di atasnya maka, “TPT pada tahun ini kami perkirakan 8,1 sampai 9,2 persen," kata Mahatmi.
Lembaga SMERU dalam risetnya menyebutkan upaya mengatasi peningkatan jumlah pengangguran menghadapi tantangan besar karena kemungkinan penyerapan kembali tenaga kerja tidak akan sebesar jumlah tenaga kerja yang terkena PHK. Tantangan lain, lanskap ketenagakerjaan ke depan akan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan di bidang teknologi informasi dan menuntut sistem hubungan kerja yang lebih fleksibel.
Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk mengatasi tantangan ketenagakerjaan ini. Strateginya antara lain, penyediaan dukungan untuk relaksasi biaya operasi perusahaan, pelatihan tenaga kerja yang berkelanjutan, peninjauan peraturan ketenagakerjaan untuk mendorong fleksibilitas di pasar tenaga kerja, dan pengupayaan peningkatan produktivitas sektor informal.
Hingga saat ini telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan organisasi nirlaba untuk meningkatkan peluang ekonomi kaum muda. Namun upaya-upaya ini belum terkoordinasi dengan baik, yang menyebabkan banyak terjadi tumpang tindih antar para pemangku kepentingan. Selain itu juga upaya-upaya yang dilakukan belum terinformasikan dan belum berfokus pada kebutuhan target yang dituju.
Bappenas merekomendasikan strategi meningkatkan kesempatan bagi kaum muda untuk memperoleh pekerjaan yang layak melalui dua fokus ketrampilan, yaitu keterampilan bekerja dan keterampilan berwirausaha.
Program Skilled Youth
Peningkatan kualitas SDM jelas bukan tugas pemerintah saja, tetapi juga semua elemen masyarakat, termasuk organisasi nirlaba. Salah satu organisasi nirlaba yang memiliki program peningkatan kualitas SDM, khususnya pemberdayaan pemuda adalah Indonesia Business Links (IBL). IBL berkolaborasi dengan Citibank Indonesia menyelenggarakan Program Skilled Youth.
Menurut Direktur Eksekutif IBL Yayan Cahyana, saat ini waktu yang tepat bagi semua kalangan untuk bersama-sama melakukan usaha-usaha strategis dan bertanggung jawab memanfaatkan bonus demografi untuk sebesar-besarnya bagi kemajuan bangsa. “Kita tidak pernah berfikir bonus demografi malah akan membuat angka pengangguran yang tinggi,” ujarnya dalam webinar Kemitraan dalam Meningkatkan Peluang Ekonomi Kaum Muda yang digelar Indonesia Business Links bersama Katadata pada Kamis (17/12/2020).
Tantangan itu tidak mudah, kata Yayan. Butuh koordinasi dan kerja sama antara para pemangku kepentingan dalam satu kolaborasi, sehingga tantangan tersebut bisa diatasi bersama-sama dan menjadi lebih mudah.
Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A. Anjungsari sependapat Indonesia memiliki populasi pemuda yang cukup besar. Bahkan berdasarkan hasil riset ILO, lebih dari setengah populasi anak-anak muda berada di Asia Pacifik. Di Indonesia, sayangnya lebih dari 15 persen pemuda tidak bekerja atau tidak memiliki kemampuan untuk dapat menjadi pekerja aktif.
Oleh karena itu melalui pendekatan Skilled Youth yang ada di beberapa kawasan Indonesia dapat meningkatkan kemampuannya sehingga mereka dapat memperoleh pekerjaan atau menjadi wirausaha yang andal.
Hal ini sejalan dengan rencana global Citi, yaitu Pathway to Progress, baru saja diperbarui komitmennya untuk dapat mengubah kehidupan lebih dari 600 ribu pemuda di kawasan Asia Pasifik untuk tiga tahun mendatang melalui komitmen pendanaan lebih dari Rp500 miliar. “Kami akan terus mendukung berbagai upaya untuk memajukan generasi muda di Indonesia,” kata Puni.
Program Skilled Youth yang didukung penuh oleh Citi Foundation, membekali para pemuda dengan pengetahuan dan keterampilan soft skill maupun hard skill serta pendampingan bisnis serta bimbingan kerja. Program Skilled Youth yang telah dilaksanakan sejak 2015 ini bertujuan mempersiapkan kaum muda dalam mencapai kemandirian finansial melalui peningkatan kompetensi untuk menjadi tenaga kerja siap pakai maupun menjadi seorang wirausaha tangguh dan berdaya saing. Program ini juga salah satu upaya untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan ke-8 Sustainability Development Goals (SDGs), yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.
Pelatihan soft skill bertujuan memberi wawasan karakter yang seharusnya dimiliki oleh anak muda dalam pengembangan pribadi dan menghadapi problema hidup sehari-hari di masyarakat. Soft skill ibarat raksasa dan memiliki kekuatan besar. Melalui Skilled Youth Program potensi tersebut digali dan dikeluarkan sehingga berkontribusi terhadap keberhasilan seorang pemuda.
Program Skilled Youth juga membekali pemuda dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan pribadi melalui sesi Literasi Keuangan dan pengetahuan serta keterampilan dalam mengelola informasi yang beredar di media sosial secara positif melalui sesi Literasi Digital. Adapun pada pelatihan English class, para pemuda diasah keberaniannya dalam berbahasa Inggris. Technical skill juga diberikan untuk meningkatkan kapabilitas serta kemampuan teknis pemuda ketika memasuki dunia kerja atau menjalankan usahanya.
Ada pula sesi job counseling yang menghadirkan Human Resources Development (HRD) dari sejumlah perusahaan. Tujuan dari sesi ini membantu persiapan pemuda memasuki dunia kerja, antara lain tentang budaya kerja, cara merancang Curriculum Vitae (CV), menulis surat lamaran serta menghadapi psikotest dan wawancara kerja.
Pada program kewirausahawan, para pemuda dibekali pengetahuan dan ketrampilan tentang merencanakan dan mengelola bisnis, seperti bisnis model kanvas dan pengelolaan keuangan usaha, digital marketing, photo product, branding, packaging, story telling, perizinan usaha dan etika bisnis.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, dengan adanya pembatasan tatap muka, pelaksanaan program, Citibank dan IBL tetap menyelesaikan Skilled Youth Program yang dilanjutkan melalui platform digital. Dalam pelaksanaannya, program juga melibatkan berbagai pihak, antara lain lembaga pelatihan, pemerintah pusat dan daerah, pelaku bisnis lokal, komunitas, dan tentunya Citibank, guna menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan kalangan muda.
Sejauh ini Program Skilled Youth yang dilakukan IBL dan Citi Foundation baru terbatas dilaksanakan di Jawa Barat, seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bandung. Tentunya ada sejumlah faktor yang melatar belakangi pemilihan Jawa Barat sebagai lokasi pelatihan. Salah satunya antara lain tingkat pengangguran kaum muda.
Data BPS menunjukkan, dari total pengangguran nasional sebanyak 9,77 juta orang, sebanyak 2,53 juta orang pengangguran ada di Jawa Barat pada periode Agustus 2020. Sebanyak lebih dari 1,1 juta pengangguran di Tatar Pasundan tersebut berusia muda 15-24 tahun. Di Jawa Barat juga ada 30 kawasan industri, yang notabene terbesar di Tanah Air. Dengan penduduk sebanyak 48 juta jiwa, Jawa Barat merupakan pasar potensial sehingga perlu mendapat perhatian dari sisi ketenagakerjaan.
Selama empat kali penyelenggaraan, Skilled Youth Program mampu memberikan manfaat dan dampak positif kepada lebih dari 2.275 generasi muda. Menurut Yayan, Pada fase ke-4 (2019 – 2020) ini,terdapat 1.050 pemuda yang mengikuti program ini dengan 802 diantaranya meningkatkan kualitas untuk kesiapan bekerja dan 248 lainnya fokus berwirausaha. Saat ini sudah terdapat 311 orang yang mendapat pekerjaan, 31 orang memulai usaha, 52 orang meningkatkan (scale up) bisnisnya, dan 2 komunitas ecososialpreneur meningkat bisnisnya.
Peserta program Skilled Youth Program merasakan manfaat dari pelatihan soft skill dan hard skill dari IBL dan Citi Peka tersebut. Salah satu peserta Skilled Youth Program dari Kabupaten Purwakarta, Hamzah Maulana (19 tahun) lulusan SMKN 1 Purwakarta mengatakan, kondisi pandemi sempat mempengaruhi semangatnya untuk mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, dia selalu ingat akan pembelajaran saat mengikuti pelatihan Soft Skills agar selalu berpikir positif. Harapan pun mulai hadir saat ada info lowongan pekerjaan yang tersedia dari dari Program Skilled Youth 4. Hamzah berjuang untuk mempersiapkan yang terbaik, khususnya untuk pembelajaran tentang tips interview yang sudah pernah dipelajari.
Sejak Oktober 2020, Hamzah bekerja di PT Auto Plastic Indonesia di wilayah Karawang. Kehidupannya sebagai pekerja baru di perusahaan menuntutnya untuk mau belajar dan cepat beradaptasi, apalagi Hamzah bekerja di bagian Maintenance yang banyak berhubungan dengan mesin-mesin produksi. Dia tetap menerapkan nilai-nilai yang diperolehnya saat mengikuti pelatihan Soft Skills untuk terus berinisiatif, seperti membersihkan mesin saat sedang tidak memperoleh beban kerja serta membantu pekerja baru lainnya untuk memahami penggunaan mesin.
Nabila Aulia Gunanti dari Karawang mengatakan, awalnya tertarik mengikuti Program Skilled Youth 4 karena didorong keinginan untuk mengembangkan usaha jamu milik Ibunya, Siapa sangka, tidak hanya mengembangkan bisnis jamu milik Ibunya, ia juga justru berani memulai usahanya sendiri. Produksi custom notebook yang diberi nama Hayza Book ini mulai dirintisnya sejak Juni 2020. Berbekal pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari program Skilled Youth 4, Nabila berhasil meraup omzet hingga Rp. 10.000.000 per bulan, serta dipercaya oleh salah satu brand sepatu lokal untuk bekerja sama dalam mem-bundling produk mereka.
Pemudi berusia 21 tahun ini juga mengatakan, sangat merasakan manfaat dari pelatihan yang ia ikuti dalam program Skilled Youth 4, terutama pelatihan mengelola keuangan usaha. Pelatihan tersebut diakuinya sebagai pelatihan yang cukup rumit namun sangat penting untuk dipahami demi pengembangan usahanya.
Tidak hanya pembekalan softskills dan manajemen usaha, Program Skilled Youth juga berupaya memfasilitasi peserta dengan berbagai akses yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha termasuk bantuan. Ujang Suryana salah satu dari pemuda yang peduli masalah sampah di lingkungannya Desa Cibeureum Kecamatan Kertajati Kabupaten Bandung.
Ujang bersama pemuda lainnya menjalankan socialpreneur bank sampah yang mengelola gunungan sampah di desanya untuk menghasilkan barang yang dapat dipergunakan kembali. Dari sampah dapur dan organik lainnya, ia membuat POC pupuk cair, insektisida serta pupuk padat dari kotoran hewan. Dari barang yang tidak dapat didaur ulang Ujang membuat pot bunga, palving block, briket. “Alhamdulillah, pada bulan ini, Program Skilled Youth memfasilitasi perizinan produksi dan izin edar,” katanya.
Tidak hanya itu, Program Skilled Youth juga memfasilitasi peralatan untuk produksi pupuk cair dari sampah dapur untuk dijadikan pupuk. Sebelumnya Ujang dan para pemuda lainnya hanya bisa mengumpulkan sekitar 100 kg sampah perhari. Dari jumlah tersebut mereka membuat pupuk cair, sehingga dapat memanen pupuk 200 liter per tiga bulan. “Dengan bantuan berupa peralatan ini, produksi pupuk dan tempat pengelolaan, Inshaa Allah dapat memproduksi pupuk 200-250 liter pupuk perbulan,” ujar Ujang.
Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Purwakarta Aep Durohman mengatakan, Skilled Youth Program akan menjadi inspirasi bagi semua pemerintah dan swasta untuk bersama-sama berkontribusi membangun perekonomian pemuda. “(Tujuannya agar pemuda) mampu mandiri, mampu bekerja dan mampu berketrampilan, baik ketrampilan kerja atau berwirausaha,” katanya.
Kajian Kemitraan
IBL menggandeng Pusat Kajian Kepemudaan (Puskamuda) Universitas Indonesia (UI) untuk melakukan kajian tentang kemitraan bagi peningkatan peluang ekonomi anak muda.
Kajian ini berfokus kepada dua hal, yaitu aspek kesiapan bekerja dan kewirausahawan. Ada enam dimensi utama seperti akses, kemitraan, teknologi informasi, Gender Equality and Social Inclusion (GESI), literasi keuangan, dan soft skill.
Berdasarkan temuan di lapangan terhadap aspek kesiapan bekerja, situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pengaruh besar terhadap akses informasi kerja. Misalnya perusahaan atau industri menghentikan arus informasi terkait lowongan kerja, proses rekrutmen tenaga kerja dan penempatan kerja.
Selain itu, para siswa/siswi SMK atau para pemuda semakin kesulitan untuk mengakses informasi peluang kerja dari perusahaan atau industri. Begitu pula kegiatan Bursa Kerja Khusus (BKK) menjadi terhenti dalam waktu yang tidak dapat diprediksi.
Ketimpangan akses informasi memang masih cukup tinggi, terutama bagi kaum muda di perdesaan dan kaum muda penyandang disabilitas, serta kelompok perempuan marjinal (keluarga miskin, perempuan putus sekolah).
Namun, masih terdapat beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan oleh kaum muda untuk meningkatkan aksesibilitas peluang kerja, seperti Kementerian Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja, Balai Latihan Kerja dan SMK telah mengembangkan sistem informasi kerja (Sisnaker).
Program pelatihan kerja di BLK juga masih berjalan dengan menggunakan protokol kesehatan, dan IBL sebagai mitra pembangunan pemerintah masih memiliki program atau kegiatan pelatihan kerja, serta berbagai inovasi informasi peluang kerja diharapkan masih mampu membantu kebutuhan akses informasi peluang kerja kaum muda.
Untuk aspek kewirausahaan, dimensi akses masih menemukan berbagai kendala struktural menyangkut akses permodalan usaha, pendampingan dan pengembangan wirausaha seperti pemasaran, pemanfaatan teknologi informasi, keterbatasan alokasi anggaran pelatihan soft skills yang berdampak pada minimnya jumlah kuota peserta pelatihan.
Namun, di masa pandemi ini peluang kewirausahaan bagi kaum muda masih terbuka lebar. Sebab ada komitmen dari pemerintah daerah hampir di semua tempat ada peningkatan APBD 2021 untuk kewirausahaan.
Selain itu, Disnaker, Diskop UKM, BLK, maupun IBL masih memiliki berbagai program/kegiatan untuk peningkatan akses kewirausahaan, seperti pelatihan kewirausahaan, pelatihan soft skills untuk kewirausahaan, dan sebagainya.
Menurut Direktur Pusat Kajian Kepemudaan (Puskamuda) Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Lubis, strategi kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, BLK, SMK, kaum muda, dan IBL telah memberikan hasil nyata bagi perbaikan akses informasi dan peluang kerja. Namun, strategi kemitraan di atas masih mencatat adanya sejumlah tantangan sistemik seperti belum tersedianya forum koordinasi dan komunikasi, tidak adanya rencana aksi bersama guna mengatasi persoalan akses informasi dan peluang kerja kaum muda, dan belum adanya sinergitas program ketenagakerjaan dengan program percepatan pengentasan kemiskinan.
Berbagai hasil atau temuan dan isu-isu strategis kajian ini telah banyak memberikan perspektif baru mengenai cara suatu model kemitraan inklusif dirancang untuk memperbaiki akses informasi dan peluang ekonomi (pekerjaan dan kewirausahaan) bagi kaum muda di masa pandemi Covid-19. Untuk itu, beberapa rekomendasi mendasar untuk meningkatkan efektivitas kemitraan inklusif guna perbaikan akses informasi dan peluang kerja kaum muda, yaitu:
Pertama, Penciptaan lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang mendukung ekosistem ketenagakerjaan (enabling environment), khususnya yang terfokus pada isu akses informasi dan peluang kerja mencakup empat aspek, yaitu: (1) Kebijakan/regulasi; (2) koordinasi dan tata kelola; (3) pemanfaatan Positive Youth Development (PYD); dan pendekatan kesetaraan gender dan inklusi sosial atau Gender Equity dan Social Inclusion (GESI).
- Aspek kebijakan dan regulasi, pemerintah perlu menyediakan grand design dan Peta Jalan kemitraan multi pihak bagi perbaikan akses dan peluang kerja kaum muda, dimana di dalamnya terdiri dari : (a) Rencana Aksi Inovatif Bersama Perbaikan Akses Informasi dan Peluang Kerja Kaum Muda Lintas Pemangku Kepentingan; (b) Skema Pembiayaan Bersama (Co-Funding) yang berfungsi untuk mensinergikan sumber-sumber pendanaan dari pemerintah (APBN, APBD), perusahaan (CSR), pemerintah desa (APBDes, Dana Desa), lembaga donor dan lembaga mitra pembangunan lain (Citi Foundation, IBL), serta kelompok masyarakat (swadana).
- Aspek koordinasi dan tata kelola dilakukan melalui pembentukan suatu forum koordinasi dan komunikasi yang dinamakan Kelompok Aksi (POKSI) Pilar Ketenagakerjaan 4P yang merupakan representasi dari pemerintah, dunia usaha/dunia industri, pemuda, dan institusi pendidikan dan pelatihan vokasi (SMK, BLK).
- Aspek Positive Youth Development (PYD) atau Pengembangan Kemampuan Positif Kaum Muda. Dalam konsep PYD, pemuda memiliki potensi (Aset), dan kemampuan sebagai agen perubahan (Agency) yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program kesiapan kerja, seperti asesmen minat kerja, pelatihan kerja, pemagangan, pendampingan, dan penempatan kerja. BLK dan IBL memiliki banyak sekali alumni pelatihan kerja maupun pelatihan soft skills. Para alumni tersebut bisa diperankan sebagai ‘mentor’ atau pendamping pasca kegiatan pelatihan kerja sehingga program/kegiatan pelatihan kerja dan pelatihan soft skills menjadi berkelanjutan dan memberikan kesempatan kepada para pemuda untuk berperan sebagai ‘subyek’ pembangunan ketenagakerjaan. IBL dapat menerapkan pendekatan PYD pada program-program selanjutnya. Agar kelak pemuda yang telah mendapatkan pelatihan selanjutnya dapat menularkan pengetahuan yang mereka dapat dari pelatihan IBL.
- Aspek GESI. Upaya untuk memperbaiki akses informasi dan peluang kerja tidak terlepas dari persoalan ketimpangan/kesenjangan kesempatan yang tidak adil, terutama bagi kelompok perempuan dan pemuda marjinal, seperti mereka yang berasal dari keluarga miskin, penyandang disabilitas, anak putus sekolah, dan sebagainya. Oleh karena itu, pendekatan GESI perlu diurus utamakan dan diintegrasikan ke dalam kebijakan ketenagakerjaan (seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD Kabupaten/Kota, RPJMDes, Rencana Kerja Dinas, dsb), kebijakan perusahaan (HR Policy), sampai dengan kurikulum dan modul pelatihan di BLK dan SMK. Dengan demikian, perbaikan akses informasi dan peluang kerja akan senantiasa teguh prinsip "No Left Behind", artinya tidak ada satupun pemuda yang tertinggal untuk memperoleh akses informasi dan peluang kerja.
Kedua, model kemitraan inklusif. Kemitraan inklusif merupakan suatu model koordinasi dan kolaborasi yang melibatkan peran aktif dari berbagai pemangku kepentingan, yakni pemerintah, perusahaan (dunia usaha/dunia industri), pemuda, dan institusi pendidikan dan pelatihan vokasi (BLK, SMK, BKK). Para pemangku kepentingan tersebut dinamakan sebagai PILAR Ketenagakerjaan 4P (Pemerintah, Perusahaan, Pemuda, Pendidikan/Pelatihan Vokasi/Kerja).
Strategi kemitraan inklusif dilakukan melalui pembentukan Kelompok Aksi (POKSI) Pilar Ketenagakerjaan 4P yang memiliki tugas/fungsi sebagai berikut:
- Menyusun Grand Design dan Roap Map Perbaikan Akses Informasi dan Peluang Kerja/Kewirausahaan Kaum Muda di Masa Pandemi Covid-19
- Menyusun Rencana Aksi Inovatif Bersama (Co-Design Innovatif) untuk memberikan solusi terkait perbaikan akses informasi dan peluang kerja/kewirausahaan kaum muda
- Mensepakati Skema Pembiayaan Bersama (Co-Funding) program/kegiatan perbaikan akses informasi dan peluang kerja/kewirausahaan kaum muda, antara lain: (a) asesmen minat/potensi kerja kaum muda, (b) pelatihan kerja/kewirausahaan, (c) pelatihan soft skills dan pendampingan; (d) pelatihan literasi keuangan dan literasi digital serta pendampingan; (e) pemagangan, (f) sosialisasi/komunikasi dan edukasi. peluang kerja/kewirausahaan, (g) pendampingan wirausaha; (h) perbaikan akses permodalan usaha; (i) mentoring pengembangan jejaring usaha dan pemasaran; dsb
- Melaksanakan Rencana Aksi Inovatif Bersama dan Skema Pembiayaan Bersama
- Monitoring, Evaluasi dan Penyusunan Hasil Pembelajaran dari pelaksanaan Rencana
Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam upaya meningkatan kesempatan ekonomi kaum muda dari berbagai aspek, yaitu aspek kebijakan dan regulasi, koordinasi dan tata kelola, Positive Youth Development, serta aspek Gender Equality and Social Inclusion (GESI). Hasil kajian ini semakin menekankan pentingnya konsep pentahelix yang merupakan konsep dasar dari keterlibatan multipihak yaitu pemerintah, swasta, akademi, media dan komunitas, yang dapat mengakselerasi kemitraan yang produktif.